KISAH Perjalanan Karier Hilman Hariwijaya Sebelum Menerbitkan Lupus
Hilman Hariwijaya, penulis Lupus yang hari ini meninggal dunia, ternyata sudah menekuni dunia sastra sejak masih SMP. Berikut kisah lengkapnya.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM - Kabar duka datang dari dunia sastra dan hiburan Tanah Air. Penulis Hilman Hariwijaya meninggal dunia pada hari ini, Rabu 9 Maret 2022.
Melansir Kompas.com, Rabu (9/3/2022), kabar duka terkait meninggalnya Hilman Hariwijaya diumumkan oleh produser Agung Saputra melalui sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya.
Banyak masyarakat mengenal Hilman Hariwijaya sebagai penulis cerita pendek (cerpen) berjudul Lupus yang diterbitkan majalah Hai pada 1986 dan dibukukan pada November 1986.
Kendati demikian, belum banyak yang tahu bagaimana awal karier Hilman Hariwijaya hingga menjadi salah satu penulis ternama di Indonesia.
Baca juga: BREAKING NEWS : Penulis Novel Lupus, Hilman Hariwijaya Meninggal Dunia Pagi Ini
Dirangkum Tribunjogja.com dari video wawancara eksklusif Hilman Hariwijaya yang diunggah kanal YouTube FLP Tv pada Senin (28/1/2019) lalu, berikut kisah awal karier Hilman.
Sering membaca majalah dan bergabung di komunitas menulis

Hilman dalam wawancara mengatakan bahwa ia sudah tertarik dengan dunia sastra sejak kecil.
“Waktu itu, waktu kecil, saya sering baca majalah Bobo, Hai. Terus karena tertarik itu jadi kepengin ikutan gitu, ikutan nulis juga,” tuturnya.
Ia bercerita bahwa saat masih kecil dirinya tinggal di daerah Slipi, Kecamatan Palmerah, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Saat masih remaja, Hilman mengaku senang bersepeda.
“(Saya) suka bersepeda ke mana-mana, nah di Slipi itu dekat dengan Palmerah. (Di) Palmerah itu banyak banget majalah-majalah gitu, Gramedia group, ada Hai, ada Bobo. Nah, di situ, akhirnya saya ketemu sama komunitas penulis gitu,” tuturnya.
Kala itu, Hilman percaya bahwa seseorang yang ingin serius menulis harus bergaul dengan para penulis. Karenanya, Hilman pun bergabung dengan komunitas penulis tersebut.
“Di situ (komunitas penulis) biasanya kita terangsang untuk berlomba menulis gitu,” katanya.
Hilman pada kesempatan itu juga mengatakan bahwa di komunitas tersebut ia melihat penulis Leila S Chudori dan mulai mengidolakan Leila.
Dalam komunitas penulis tersebut, Hilman juga mendapat ilmu dari gurunya, yaitu penulis Arswendo Atmowiloto.
“Karena memang saya setiap hari tertarik (dengan dunia sastra) dan ngumpul sama mereka, jadi terangsang juga untuk menulis gitu,” ujar Hilman.
Ia juga bercerita bahwa zaman itu ia juga sering berkumpul dengan komunitas penulis Gelanggang Remaja.
Baca juga: KISAH Jessica, Penderita Down Syndrome yang Wujudkan Mimpi Jadi Model Cantik
Menang lomba menulis saat SMP dan magang di majalah
Lupus boleh jadi salah satu karya Hilman yang tertua dan paling hit. Namun, sebenarnya Hilman sudah mempublikasikan karya pertama pada 1977 saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
“Waktu itu saya masih SMP (saat menerbitkan) karya pertama. Terus tahun 1978 (saya) menang juara mengarang di majalah,” tuturnya.
Seperti diketahui, pada era tersebut, setiap tahun banyak majalah yang menggelar lomba menulis cerita.
Usai memenangkan lomba tersebut, Hilman mengaku bahwa namanya menjadi populer di sekolah. Bahkan, ia juga diundang menjadi redaktur tamu di majalah Kawanku.
“Saya (saat itu) juga bingung. Diundang (ke majalah) tapi tugasnya itu cuma menyeleksi puisi-pusi kiriman, cerpen-cerpen kiriman, untuk dimuat di majalah Kawanku. (Kerjanya) bantuin redakturnya, jadi kayak magang gitu deh,” ujar Hilman.
Ia bercerita, setelah banyak mendapat ilmu dari majalah Kawanku, ia sempat pindah ke majalah Hai dan mendapat mentoring langsung dari penulis Arswendo Atmowiloto.
“Saya beruntung karena memang ketemu sama penulis-penulis hebat pada zaman itu,” kata Hilman.
Cerita di balik penerbitan karya Lupus

Hilman mengatakan, ia menceritakan pengalaman hidupnya selama di bangku sekolah dan menuangkannya dalam kisah Lupus.
“Semua pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan dari SMA dibukukan menjadi serial Lupus,” ujarnya.
“Itu juga sebenarnya ditantangin sama Mas Wendo (Arswendo Atmowiloto),” katanya.
Hilman menerangkan, seperti halnya Lupus yang diterbitkan oleh Majalah Hai, cerita Keluarga Cemara (karya Arswendo Atmowiloto) yang akhirnya dialih wahanakan menjadi film pada 2018 lalu juga berawal dari Majalah Hai.
“Itu (Keluarga Cemara) juga dulu serial di Majalah Hai sebelum Lupus. Nah, karena Mas Arswendo menulis itu, saya juga pengen,” tuturnya.
“Akhirnya saya ngajuin satu konsep serial remaja Lupus,” kata Hilman.
Ia menyampaikan, serial Lupus mendapat sambutan baik dari pembaca melalui surat pembaca.
Karena banyak pembaca yang menginginkan Lupus dijadikan sebuah buku, pihak Kompas Gramedia pun tertarik.
“Akhirnya redakturnya mengundang saya gitu. ‘Mau nggak dibukuin?’ (saya jawab) ya mau aja,” kata Hilman.
Besarnya minat masyarakat pada cerita Lupus, membuat buku Lupus terjual habis sebanyak 5.000 eksemplar dalam waktu satu minggu.
“Jadi, saya juga kaget, kok segitunya, gitu. Kalau (zaman) sekarang mungkin viral di sosmed gitu. Kalau dulu, surat-surat pembaca itu sangat besar pengaruhnya kalau kita mau bikin buku,” ucap Hilman.
( Tribunjogja.com / Alifia Nuralita Rezqiana )