Kenapa Minyak Goreng Langka di Pasaran? Inilah Penyebabnya dari Berbagai Versi

Penyebab kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah di Indonesia ada beberapa faktor pemicu

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Humas Kemendag RI
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar dan distributor minyak goreng (migor) 

Tribunjogja.com Yogyakarta -- Kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah di Indonesia masih berlangsung. Satu diantaranya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kalaupun ada, harganya bisa tak wajar alias bukan harga pasaran minyak goreng sawit saat ini.

Hingga Senin (21/2/2022), warga Kabupaten Gunungkidul kesulitan mendapatkan minyak goreng (migor) kemasan selama beberapa waktu terakhir.

Kebijakan satu harga yang ditetapkan oleh pemerintah pusat disebut sebagai salah satu penyebabnya.

Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perdagangan (Disdag) Gunungkidul, Sigit Haryanto mengungkapkan bahwa keterbatasan stok migor terjadi hampir di semua tingkatan.

"Terutama untuk yang migor kemasan satu harga, baik di swalayan, toko modern, hingga distributor itu stoknya terbatas," kata Sigit dihubungi Tribunjogja pada Senin (21/02/2022).

Menurutnya, stok migor kebanyakan tersedia di pasar tradisional. Kalaupun ada, harganya lebih tinggi dibanding kebijakan pusat, yaitu kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per liter sesuai merek serta kebijakan tiap penjual.

Menurutnya, stok migor kebanyakan tersedia di pasar tradisional. Kalaupun ada, harganya lebih tinggi dibanding kebijakan pusat, yaitu kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per liter sesuai merek serta kebijakan tiap penjual.

Tim Subdit I/Indag Dit Reskrimsus Polda Sumut bersama Satgas Pangan mendatangi beberapa gudang penyimpanan minyak goreng di Deli Serdang dan menemukan puluhan ribu kotak minyak goreng kemasan. Polda Sumut akan mengundang pemilik gudang untuk memberikan klarifikasi.
Tim Subdit I/Indag Dit Reskrimsus Polda Sumut bersama Satgas Pangan mendatangi beberapa gudang penyimpanan minyak goreng di Deli Serdang dan menemukan puluhan ribu kotak minyak goreng kemasan. Polda Sumut akan mengundang pemilik gudang untuk memberikan klarifikasi. (Polda Sumut)

Sigit tak menampik kebijakan satu harga oleh pusat berpengaruh pada kelangkaan stok migor kemasan. Pasalnya, produsen hingga distributor juga tak ingin merugi.

"Sebab secara kondisi ekonomi harga minyak memang sedang naik, lalu dipaksa dengan kebijakan satu harga tersebut," jelasnya.

Komentar Komunitas Milenials Exporter

Kondisi pasar yang tak stabil itu turut dirasakan oleh Komunitas Milenials Exporter Yogyakarta .

Ketua Komunitas Milenials Exporter Yogyakarta, Fachruddinsyah Nasution mengatakan, kelangkaan minyak goreng saat ini mengganggu stabilitas barang ekspor dari beberapa anggotanya.

Apalagi sejak Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor semua produsen tidak dapat lagi mengirim minyak goreng sawit keluar negeri.

Kebijakan itu bertujuan supaya stok minyak goreng sawit dalam negeri tetap terjaga.

Namun harga jual di luar negeri yang lebih tinggi membuat para produsen dan eksportir memilih pasar keluar negeri.

"Yang saya tahu memang tidak boleh ekspor kalau untuk minyak kelapa sawit, tapi kalaupun bisa keluar artinya mereka telah miliki izin ekspor untuk sawit," katanya, dihubungi, Minggu (20/2/2022).

Pria yang akrab disapa Fachru ini menjelaskan, salah satu penyebab minyak goreng di dalam negeri langka karena banyak produsen yang lebih melirik pasar luar negeri.

Penduduk di wilayah Banjararum sedang membeli minyak goreng saat digelar operasi pasar di Kalurahan setempat, Jumat (18/2/2022).
Penduduk di wilayah Banjararum sedang membeli minyak goreng saat digelar operasi pasar di Kalurahan setempat, Jumat (18/2/2022). (TRIBUNJOGJA.COM / Sri Cahyani Putri Purwaningsih)

"Minyak kelapa sawit makin dicari diluar negeri. Akhirnya para manufactur atau pabrik-pabrik ini lebih memilih pasar keluar. Karena memang harganya lebih tinggi. Akibat dari itu kan dalam negeri pasokan kurang," jelasnya.

Aturan Menteri yang diharapkan mampu menetralisir harga minyak goreng di pasaran dalam negeri nyatanya belum juga membawa kabar baik. "Walaupun sudah ada subsidi tapi masih tinggi. Dan dilihat dari pasaran global kita merangkak naik."

"Malaysia tetap lebih murah masih 1.200 dolar per ton. Kalau Indonesia sudah 1.500 dolar per ton," ujarnya.

Dia menuturkan, harga minyak goreng selalu mengikuti pasar global.

Selisih harga minyak goreng dalam negeri dengan luar negeri menurutnya antara 50 sampai 100 dolar.

Fachru sangat menyayangkan atas adanya kondisi pasar seperti saat ini.

"Jangan sampai kita produden minyak sawit dunia malah merasakan harganya ketinggian itu kan salah satu tanda tanya besar," ujarnya.

"Kalau pun memang pasar luar negeri lebih menggiurkan daripada dalam negeri gak apa-apa. Tapi cobalah untuk tidak mengekspor minyak mentahnya. Ya kan, untuk stabilkan juga," imbuhnya.

Dengan demikian pasar luar negeri akan bergantung minyak goreng sawit produk Indonesia.

Versi Pemerintah Provinsi

Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Yanto Apriyanto saat diwawancara menjelaskan, penyebab kelangkaan minyak goreng di DIY lantaran keterlambatan pasokan.

Selain itu, dirinya berpendapat bahwa pembelian berlebihan alias panic buying juga mulai dirasakan masyarakat.

Untuk menyelesaikan persoalan yang ada, pihaknya sudah memanggil 14 distributor minyak goreng di wilayah DIY.

"Mereka sudah sampaikan tidak ada penimbunan. Kalaupun akan menimbun pasti mereka akan rugi, sebab harga masih dikisaran HET," ujarnya.

"Sebenarnya kelangkaan minyak di DIY karena keterlambatan pasokan dan panic buying," pungkasnya.

Analisis Ekonom

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menjelaskan, ada sejumlah masalah yang menyebabkan minyak goreng masih mahal dan langka.

Masalah yang pertama, kata Bhima, yakni suplai penggunaan CPO untuk pangan khususnya pada minyak goreng yang terbatas.

"Minyak goreng kan bahan dasarnya CPO, sementara dalam kurun waktu empat tahun terakhir, pemakaian CPO terbagi dalam bio diesel, dan bio diesel memakan porsi yang cukup banyak," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (20/2/2022).

Permasalahan kedua dikarenakan adanya kebingungan dari sisi retailer. Walaupun pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), imbuh dia, dalam penerapannya retailer masih menjual minyak goreng dari stok yang lama.

"Mereka tidak sanggup apabila stok minyak goreng yang sudah ada dijual dengan HET yang terbaru. Sementara kalau misalkan mereka ketahuan menjual stok lama dengan harga tinggi, mereka akan kena sanksi dari kepatuhan HET. Ini kan membingungkan," katanya.

Pemerintah pun diminta bertanggung jawab untuk mengganti selisih harga minyak goreng stok lama para pedagang dengan HET terbaru

Pedagang Minyak Curah

Surati (60), penjual minyak goreng curah di Pasar Beringharjo menerangkan dirinya kesulitan untuk mencari stok minyak goreng curah.

Namun selama ini ia sudah memiliki agen yang selalu mensuplai kebutuhan minyak goreng curah. Sehingga kecil kemungkinan membeli minyak goreng palsu.

Pedagang di pasar tradisional Bantul sedang mengemas minyak curah
Pedagang di pasar tradisional Bantul sedang mengemas minyak curah (Dok. Tribun Jogja)

"Seminggu dua kali saya order minyak goreng ke agen di Jalan Wates. Sudah biasanya di sana. Biasanya ordernya 40 jerigen, masing-masing jerigen isinya 18 liter,"terangnya kepada Tribunjogja.com.

Jika tidak ada stok minyak goreng curah, ia hanya menjual minyak goreng seadanya.

"Kalau diantar ya berarti ada, kemarin sempat kosong tiga hari. Tidak cari ke yang lain juga. Karena langganan kan juga banyak, jadi ya harus menjaga,"imbuhnya.

Konsumen

Siska (34) warga Sewon, Bantul mengatakan bahwa dirinya sempat mencari di beberapa toko retail, tapi tetap tidak bisa menemukan minyak goreng kemasan.

"Iya habis di toko retail, akhirnya beli di toko kelontong, walaupun merknya ga kenal, yang penting bisa dibuat masak. Saya dapat 1 liter harganya Rp 16 ribu," ujarnya.

Sementara itu, untuk ketersediaan minyak goreng di pasar, Lurah Pasar Imogiri, Suharsono menyatakan bahwa saat ini harga minyak kemasan satu liter mencapai Rp 20-21 ribu.

"Minyak goreng masih sulit ketersediaannya, bahkan harga sudah menyentuh di Rp20-21 ribu. Sedangkan kiriman belum ada," ujarnya saat dihubungi Sabtu (19/2/2022)

Selain itu ia juga menyatakan bahwa saat ini pedagang sudah tidak menjual minyak goreng curah. Meski saat ini masih ada ketersediaan minyak goreng kemasan, itupun dijual dengan harga tinggi.

"Curah itu menghilangnya sudah lama, ketika akhir tahun mau ditetapkan curah tidak dijualkan lagi, sudah mulai sulit," tuturnya.

Beberapa hari lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar dan distributor minyak goreng (migor). Mendag Lutfi meminta seluruh distributor segera menyalurkan migor secara cepat dan masih ke seluruh wilayah di Indonesia Timur.

Sanksi keras akan diberikan jika masih ada distributor yang main-main dengan menimbun migor di gudang.

“Permasalahan bukan hanya di pasokan migor, tetapi juga di distribusi. Permasalahan ini akan disingkirkan semua agar distribusi berjalan dengan baik. Kami akan pastikan distribusi migor sampai ke Indonesia Timur akan berjalan,”ujar Mendag Lutfi saat meninjau perusahaan pengemasan dan distributor di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (18/2).

Mendag Lutfi menyampaikan, dalam empat hari terakhir Pemerintah telah menggelontorkan migor sebanyak 73 juta liter ke seluruh Indonesia. “Diharapkan dengan distribusi yang cepat dan masif dapat segera menurunkan harga migor,”ucapnya. ( Tribunjogja.com )

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved