Bahan Baku Minyak Goreng Sangat Cukup, Kok Mahal dan Langka?

Mahalnya harga minyak goreng (migor) sebab harga crude palm oil (CPO) yang tinggi bukan karena kebijakan biodiesel.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
via ebtke.esdm.go.id
Untuk bahan bakar diesel mulai 2020 sudah dicampurkan bahan nabati untuk campuran pada bahan bakar solar, sehingga Indonesia bisa mengurangi impor bahan bakar fosil 

Tribunjogja.com -- Mahalnya harga minyak goreng (migor) sebab harga crude palm oil (CPO) yang tinggi bukan karena kebijakan biodiesel.

Itu diungkapkan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Presiden Instruksikan Penundaan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan Sawit dengan Inpres No. 8/2018
Presiden Instruksikan Penundaan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan Sawit dengan Inpres No. 8/2018 (via setkab.go.id)

Dilansir dari kontan, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi mengatakan, serapan untuk program biodiesel tidak mempengaruhi harga minyak goreng dalam negeri, dan menurutnya bahan baku untuk minyak goreng sudah sangat cukup.

“Mahalnya harga minyak goreng karena harga CPO yang tinggi, bukan karena kelangkaan bahan baku (CPO) di pasar domestik karena banyak terserap di pasar ekspor ataupun karena program mandatori biodiesel. Jadi, bahan baku untuk minyak goreng sangat cukup,” katanya kepada Kontan, Minggu (20/2/2022).

Mahalnya dan langkanya migor saat ini menurutnya tidak akan bertahan lama. Ia optimis dalam beberapa pekan ke depan harga migor di pasar domestik akan stabil dan akan terjadi keseimbangan baru.

“Kita lihat saja dalam beberapa pekan ke depan akan terjadi penciptaan keseimbangan baru dan pasar minyak goreng di pasar domestik akan stabil,” ungkap Tofan.

Sejak dikeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) kemudian kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) migor, ketersediaan migor menjadi sangat terbatas, bahkan terjadi kelangkaan.

Dalam pengamatan Kontan, harga migor sesuai HET sampai saat ini belum ditemukan di pasar tradisional.

Hal tersebut berlaku untuk migor kemasan sederhana, kemasan premium, dan kemasan curah. Bahkan harga migor kemasan sederhana masih ditemukan dengan harga Rp 20.000 per liter, terlampau jauh dari HET pemerintah untuk migor kemasan di angka Rp 14.000 per liter.

Rak minyak goreng yang kosong di sebuah toko modern yang ada di Wonosari, Gunungkidul belum lama ini.
Rak minyak goreng yang kosong di sebuah toko modern yang ada di Wonosari, Gunungkidul belum lama ini. (TRIBUNJOGJA.COM/ Alexander Ermando)

Migor Langka

Kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah di Indonesia masih berlangsung. Satu diantaranya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kalaupun ada, harganya bisa tak wajar alias bukan harga pasaran minyak goreng sawit saat ini.

Hingga Senin (21/2/2022), warga Kabupaten Gunungkidul kesulitan mendapatkan minyak goreng (migor) kemasan selama beberapa waktu terakhir. Kebijakan satu harga yang ditetapkan oleh pemerintah pusat disebut sebagai salah satu penyebabnya.

Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perdagangan (Disdag) Gunungkidul, Sigit Haryanto mengungkapkan bahwa keterbatasan stok migor terjadi hampir di semua tingkatan.

"Terutama untuk yang migor kemasan satu harga, baik di swalayan, toko modern, hingga distributor itu stoknya terbatas," kata Sigit dihubungi Tribunjogja pada Senin (21/02/2022).

Menurutnya, stok migor kebanyakan tersedia di pasar tradisional. Kalaupun ada, harganya lebih tinggi dibanding kebijakan pusat, yaitu kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per liter sesuai merek serta kebijakan tiap penjual.

Menurutnya, stok migor kebanyakan tersedia di pasar tradisional. Kalaupun ada, harganya lebih tinggi dibanding kebijakan pusat, yaitu kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per liter sesuai merek serta kebijakan tiap penjual.

Sigit tak menampik kebijakan satu harga oleh pusat berpengaruh pada kelangkaan stok migor kemasan. Pasalnya, produsen hingga distributor juga tak ingin merugi.

"Sebab secara kondisi ekonomi harga minyak memang sedang naik, lalu dipaksa dengan kebijakan satu harga tersebut," jelasnya.

Komentar Komunitas Exporter

Kondisi pasar yang tak stabil itu turut dirasakan oleh Komunitas Milenials Exporter Yogyakarta .

Ketua Komunitas Milenials Exporter Yogyakarta, Fachruddinsyah Nasution mengatakan, kelangkaan minyak goreng saat ini mengganggu stabilitas barang ekspor dari beberapa anggotanya.

Apalagi sejak Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor semua produsen tidak dapat lagi mengirim minyak goreng sawit keluar negeri.

Kebijakan itu bertujuan supaya stok minyak goreng sawit dalam negeri tetap terjaga.

Namun harga jual di luar negeri yang lebih tinggi membuat para produsen dan eksportir memilih pasar keluar negeri.

"Yang saya tahu memang tidak boleh ekspor kalau untuk minyak kelapa sawit, tapi kalaupun bisa keluar artinya mereka telah miliki izin ekspor untuk sawit," katanya, dihubungi, Minggu (20/2/2022).

Pria yang akrab disapa Fachru ini menjelaskan, salah satu penyebab minyak goreng di dalam negeri langka karena banyak produsen yang lebih melirik pasar luar negeri.

"Minyak kelapa sawit makin dicari diluar negeri. Akhirnya para manufactur atau pabrik-pabrik ini lebih memilih pasar keluar. Karena memang harganya lebih tinggi. Akibat dari itu kan dalam negeri pasokan kurang," jelasnya.

Aturan Menteri yang diharapkan mampu menetralisir harga minyak goreng di pasaran dalam negeri nyatanya belum juga membawa kabar baik. "Walaupun sudah ada subsidi tapi masih tinggi. Dan dilihat dari pasaran global kita merangkak naik."

"Malaysia tetap lebih murah masih 1.200 dolar per ton. Kalau Indonesia sudah 1.500 dolar per ton," ujarnya.

Dia menuturkan, harga minyak goreng selalu mengikuti pasar global.

Selisih harga minyak goreng dalam negeri dengan luar negeri menurutnya antara 50 sampai 100 dolar.

Fachru sangat menyayangkan atas adanya kondisi pasar seperti saat ini.

"Jangan sampai kita produden minyak sawit dunia malah merasakan harganya ketinggian itu kan salah satu tanda tanya besar," ujarnya.

"Kalau pun memang pasar luar negeri lebih menggiurkan daripada dalam negeri gak apa-apa. Tapi cobalah untuk tidak mengekspor minyak mentahnya. Ya kan, untuk stabilkan juga," imbuhnya.

Dengan demikian pasar luar negeri akan bergantung minyak goreng sawit produk Indonesia.

Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Yanto Apriyanto saat diwawancara menjelaskan, penyebab kelangkaan minyak goreng di DIY lantaran keterlambatan pasokan.

Selain itu, dirinya berpendapat bahwa pembelian berlebihan alias panic buying juga mulai dirasakan masyarakat.

Untuk menyelesaikan persoalan yang ada, pihaknya sudah memanggil 14 distributor minyak goreng di wilayah DIY.

"Mereka sudah sampaikan tidak ada penimbunan. Kalaupun akan menimbun pasti mereka akan rugi, sebab harga masih dikisaran HET," ujarnya.

"Sebenarnya kelangkaan minyak di DIY karena keterlambatan pasokan dan panic buying," pungkasnya.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menjelaskan, ada sejumlah masalah yang menyebabkan minyak goreng masih mahal dan langka.

Masalah yang pertama, kata Bhima, yakni suplai penggunaan CPO untuk pangan khususnya pada minyak goreng yang terbatas.

"Minyak goreng kan bahan dasarnya CPO, sementara dalam kurun waktu empat tahun terakhir, pemakaian CPO terbagi dalam bio diesel, dan bio diesel memakan porsi yang cukup banyak," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (20/2/2022).

Permasalahan kedua dikarenakan adanya kebingungan dari sisi retailer. Walaupun pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), imbuh dia, dalam penerapannya retailer masih menjual minyak goreng dari stok yang lama.

"Mereka tidak sanggup apabila stok minyak goreng yang sudah ada dijual dengan HET yang terbaru. Sementara kalau misalkan mereka ketahuan menjual stok lama dengan harga tinggi, mereka akan kena sanksi dari kepatuhan HET. Ini kan membingungkan," katanya.

Pemerintah pun diminta bertanggung jawab untuk mengganti selisih harga minyak goreng stok lama para pedagang dengan HET terbaru

Pedagang Minyak Curah

Surati (60), penjual minyak goreng curah di Pasar Beringharjo menerangkan dirinya kesulitan untuk mencari stok minyak goreng curah.

Namun selama ini ia sudah memiliki agen yang selalu mensuplai kebutuhan minyak goreng curah. Sehingga kecil kemungkinan membeli minyak goreng palsu.

"Seminggu dua kali saya order minyak goreng ke agen di Jalan Wates. Sudah biasanya di sana. Biasanya ordernya 40 jerigen, masing-masing jerigen isinya 18 liter,"terangnya.

Jika tidak ada stok minyak goreng curah, ia hanya menjual minyak goreng seadanya.

"Kalau diantar ya berarti ada, kemarin sempat kosong tiga hari. Tidak cari ke yang lain juga. Karena langganan kan juga banyak, jadi ya harus menjaga,"imbuhnya.

Kata Konsumen

Siska (34) warga Sewon, Bantul mengatakan bahwa dirinya sempat mencari di beberapa toko retail, tapi tetap tidak bisa menemukan minyak goreng kemasan.

"Iya habis di toko retail, akhirnya beli di toko kelontong, walaupun merknya ga kenal, yang penting bisa dibuat masak. Saya dapat 1 liter harganya Rp 16 ribu," ujarnya.

Sementara itu, untuk ketersediaan minyak goreng di pasar, Lurah Pasar Imogiri, Suharsono menyatakan bahwa saat ini harga minyak kemasan satu liter mencapai Rp 20-21 ribu.

"Minyak goreng masih sulit ketersediaannya, bahkan harga sudah menyentuh di Rp20-21 ribu. Sedangkan kiriman belum ada," ujarnya saat dihubungi Sabtu (19/2/2022)

Selain itu ia juga menyatakan bahwa saat ini pedagang sudah tidak menjual minyak goreng curah. Meski saat ini masih ada ketersediaan minyak goreng kemasan, itupun dijual dengan harga tinggi.

"Curah itu menghilangnya sudah lama, ketika akhir tahun mau ditetapkan curah tidak dijualkan lagi, sudah mulai sulit," tuturnya.

Beberapa hari lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar dan distributor minyak goreng (migor). Mendag Lutfi meminta seluruh distributor segera menyalurkan migor secara cepat dan masih ke seluruh wilayah di Indonesia Timur.

Sanksi keras akan diberikan jika masih ada distributor yang main-main dengan menimbun migor di gudang.

“Permasalahan bukan hanya di pasokan migor, tetapi juga di distribusi. Permasalahan ini akan disingkirkan semua agar distribusi berjalan dengan baik. Kami akan pastikan distribusi migor sampai ke Indonesia Timur akan berjalan,”ujar Mendag Lutfi saat meninjau perusahaan pengemasan dan distributor di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (18/2).

Mendag Lutfi menyampaikan, dalam empat hari terakhir Pemerintah telah menggelontorkan migor sebanyak 73 juta liter ke seluruh Indonesia. “Diharapkan dengan distribusi yang cepat dan masif dapat segera menurunkan harga migor,”ucapnya. ( Tribunjogja.com )

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved