WHO Sesalkan Negara Tinggalkan Prokes, Bisa Jadi Ancaman Bahaya untuk Dunia

Sejumlah negara di dunia mulai meninggalkan protokol kesehatan yang selama ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Editor: ribut raharjo
zoom-inlihat foto WHO Sesalkan Negara Tinggalkan Prokes, Bisa Jadi Ancaman Bahaya untuk Dunia
AFP/JUNG YEON-JE
MEMAKAI MASKER - Warga Korea Selatan mengenakan masker berjalan ke stasiun kereta api di Seoul, Jumat (18/2/2022). Beban kasus Covid-19 harian Korea Selatan melampaui 100.000 untuk pertama kalinya.

TRIBUNJOGJA.COM, NEW YORK - Sejumlah negara di dunia mulai meninggalkan protokol kesehatan yang selama ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Padahal, kasus infeksi secara global saat ini tengah meningkat akibat persebaran varian Omicron yang kian meluas.

Misalnya Perancis, Italia, Swiss, Republik Dominika, sebagian negara bagian di Amerika Serikat yang mulai tinggalkan kewajiban bermasker saat di luar rumah.

Terkait fenomena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut keputusan yang diambil oleh sejumlah negara ini sebagai sesuatu yang terlalu prematur.

Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Mike Ryan dalam sesi Live Q&A on #COVID19 Variant of Concern.

"Gagasan untuk kita meninggalkan semua upaya protokol kesehatan ini, saya kira sebuah konsep yang sangat prematur di banyak negara untuk saat ini," kata Ryan.

Namun, ia mengingatkan bahwa saat ini semuanya belum ada di posisi yang sepenuhnya aman. Dan, jika negara-negara tetap nekat melakukan hal itu, maka masyarakat dunia bisa jadi berakhir dalam situasi yang lebih buruk.

"Saya akui situasinya memang tidak pasti, saya tidak bisa memastikan (risiko) itu akan terjadi. Saya tidak memprediksi itu akan terjadi, tapi saya sedikit ragu sekarang jika kita meninggalkan semua protokol kesehatan yang ada," ucap dia.

"Jika kita dihantam varian lainnya dan kita sudah meninggalkan semua upaya-upaya pencegahan itu, sungguh akan sangat berat untuk memulihkan situasi seperti sedia kala," lanjut Ryan.

Ryan pun mengajak semua orang untuk kembali berpikir dan melakukan tindakan yang efeknya adalah kebaikan, meskipun hasil kebaikan itu tidak seberapa besar, namun jika dilakukan bersama-sama, maka dampaknya akan tetap dirasakan.

"Kurangi risiko untuk terpapar, kurangi peluang menginfeksi orang lain, jadilah pintar, lindungi dirimu, lindungi orang lain, vaksin. Jika kita semua melakukan itu, jika semua melakukannya meskipun sedikit saja, maka risiko terjadinya hal buruk akan berkurang," ungkap dia.

Menanggapi fenomena penghapusan prokes oleh sejumlah negara, Pemimpin Teknis Covid-19, Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Maria Van Kerkhove menyayangkan keputusan yang diambil.

"Masalahnya adalah kita melihat terlalu banyak negara meninggalkan semua aturan, kemudian menerapkannya lagi, meninggalkannya, dan menerapkannya lagi, padahal negara lain benar-benar melakukan ini secara perlahan, menggunakan pendekatan cara-cara yang bijaksana," papar Maria dalam kesempatan yang sama.

Maria tak menutup mata, memang ada sejumlah negara yang melakukan kebijakan untuk melonggarkan aturan terkait Covid-19, karena kondisi mereka memang memungkinan.

Memungkinkan, artinya mereka memang memiliki level cakupan vaksin yang tinggi dan kekebalan masyarakat yang tinggi.
"Tapi, banyak negara yang keliru, meninggalkan semua upaya itu dalam satu waktu," kata Maria.

Maria pun berharap negara-negara tidak melakukan hal ini, karena hanya akan menimbulkan kebingungan. Terutama ketika aturan itu terlalu banyak diterapkan dan dicabut berulang kali. (kpc)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved