Kolom Pemilu Tribun Jogja KPU DIY

Pemilu Hajat Bersama

Ini akan menjadi Pemilu terbesar karena menggabungkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu legislatif.

Editor: ribut raharjo
Tribun Jogja/ Noristera Pawestri
Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan 

Oleh: Hamdan Kurniawan, Ketua KPU DIY

TRIBUNJOGJA.COM - Melalui  keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022, KPU telah menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal pemungutan suara serentak.

Ini akan menjadi Pemilu terbesar karena menggabungkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu legislatif.

Bahkan, pada saat tahapan akhir Pemilu serentak Tahun 2024 masih berjalan, secara beriringan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia juga mulai menjalani tahapan Pilkada di tahun yang sama.

Membayangkan besar dan kompleksnya Pemilu dan Pilkada serentak 2024, serta belajar dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, sumber daya manusia. Pemilu merupakan perhelatan yang mengorganisir manusia dalam jumlah raksasa.

Lebih dari 7 juta orang terlibat sebagai penyelenggara, dan kurang lebih 200 juta pemilih akan menggunakan haknya.

Salah satu catatan getir di Pemilu 2019 adalah peristiwa sakit dan meninggalnya petugas badan adhoc Pemilu, khususnya yang berada di TPS.

Hasil penelitian UGM menunjukkan bahwa penyebab kematian petugas diduga karena riwayat penyakit kardiovaskular yang dimiliki.

Temuan lain, rerata beban kerja petugas KPPS tinggi baik sebelum, saat maupun setelah pemungutan suara yang meningkatkan risiko terjadinya kematian dan kesakitan. Sehingga direkomendasikan untuk pengecekan kesehatan fisik dan mental sebelum bekerja dan mengurangi beban kerja.

Selain itu, perlu pembatasan usia maksimal sebagai petugas. Untuk mengatasi hal ini, KPU tidak bisa bekerja sendiri. Butuh sinergitas dengan kementerian kesehatan, rumah sakit dan kampus untuk mengambil langkah mengurangi risiko.

Kedua, stabilitas keamanan. Pemilu adalah arena pertarungan untuk meraih kekuasaan secara konstitusional. Di dalamnya penuh dengan upaya dan ambisi untuk menduduki jabatan namun dipagari dengan aturan main. Pemilu dapat disebut sebagai konflik yang dilembagakan.

Berangkat dari pengalaman Pemilu sebelumnya, proses pencalonan, kampanye dan penghitungan suara serta penetapan calon terpilih merupakan masa penuh waspada baik bagi calon sendiri, penyelenggara Pemilu dan terutama aparat keamanan.

Ketidakpuasan atas pencoretan calon misalnya, dapat berujung protes dan demonstrasi yang mengancam keamanan. Ancaman lainnya adalah kampanye hitam, berita palsu, dan ujaran kebencian di masa kampanye yang meningkatkan risiko memecah belah masyarakat.

Untuk mengantisipasinya, perlu penyadaran kepada masyarakat agar melek informasi dan melakukan penyaringan informasi secara baik.

Jika ancaman keamanan fisik telah berada di depan mata, aparat keamanan dapat melakukan tindakan seperlunya.

Sebagaimana telah dilakukan selama ini, KPU bersinergi dengan kepolisian untuk menjaga stabilitas keamanan selama Pemilu dan Pilkada karena hal ini dicatat dan diperhatikan oleh dunia internasional.

Ketiga, kondisi pandemi Covid-19. Tahapan Pemilu 2024 yang dimulai sejak pertengahan tahun 2022, kemungkinan masih dalam situasi pandemi Covid yang belum berakhir.

Tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu, baik yang dilakukan secara administratif maupun faktual bertemu dengan pendukung, harus memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.

Pilkada 2020 telah memberikan pelajaran bahwa perhelatan demokrasi tetap dapat aman dan sehat dijalankan sepanjang semua pihak taat protokol kesehatan.

Selain sinergitas dengan satgas covid, dibutuhkan kerjasama dan saling pengertian dari peserta Pemilu dan masyarakat untuk menaati protokol kesehatan agar tidak menjadi sumber penyebaran.

Pemaparan sejumlah tantangan di atas bukan dimaksudkan untuk membangun narasi kekhawatiran menjelang perhelatan besar Pemilu dan Pilkada.

Namun, untuk memberikan penyadaran bahwa butuh upaya ekstra untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak dikehendaki. Khususnya, langkah bersinergi dengan banyak lembaga, karena Pemilu merupakan hajat bersama.

Bukankah lebih baik menyediakan payung sebelum basah kehujanan? (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved