Pandemi Covid 19

Kasus Covid Meningkat, Sleman Bakal Aktifkan Lagi Selter Isoter

Kabupaten Sleman diminta pemerintah pusat untuk mengaktifkan lagi selter isolasi terpusat.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM/ Ahmad Syarifudin
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Kabupaten Sleman Shavitri Nurmala Dewi 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Sleman, Shavitri Nurmala Dewi mengatakan, berdasarkan rapat dengan pemerintah pusat, pihaknya telah diminta mengaktifkan kembali selter isolasi terpusat (isoter).

Saat ini, Sleman mengoperasikan dua selter isolasi, yakni di Rusunawa Gemawang dan Asrama Haji.

Dua selter tersebut digunakan untuk menampung pasien Covid-19 bergejala ringan.

Jika dua Selter tersebut tidak mencukupi, rencananya akan kembali mengaktifkan selter isolasi di Universitas 'Aisyiyah (Unisa) dan Universitas Islam Indonesia (UII).

Saat ini pengaktifan dua selter sedang dalam persiapan.

"Harapan kami, (selter) jangan sampai digunakan, ya. Tapi kalau memang diperlukan, ini sudah ada persiapan-persiapan, di bawah koordinasi Dinas Kesehatan maupun BPBD Sleman untuk mengaktivasi isoter-isoter di wilayah Sleman," jelasnya, Kamis (10/2)

Shavitri menyampaikan, berdasarkan arahan dari Kementerian Kesehatan, pasien Covid-19 yang tidak bergejala bisa menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah. Asalkan, rumah tersebut memenuhi syarat untuk isolasi.

Sementara, gedung isoter disiapkan untuk pasien bergejala ringan. Kemudian, jika pasien bergejala berat maka masuk di rumah sakit.

Saat ini, pasien Covid-19 di Sleman lebih banyak isoman di bawah pantauan puskemas.

Menurutnya, petugas puskemas sangat aktif bergerak di wilayah masing-masing. Bila menemukan pasien positif dilakukan tracing sekaligus memantau orang-orang yang sedang isoman.

"Puskesmas aktif memantau orang yang sedang isoman. Apakah sudah punya obat belum. Gejalanya berat atau tidak. Begitu berat, maka harus dibawa ke RS atau isoter, dan harus dilakukan tracing di lingkungan," kata dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas UII, Ratna Permata Sari, membenarkan bahwa rusunawa UII rencananya akan diaktifkan kembali menjadi selter isolasi bagi pasien Covid-19.

Mengenai kapan diaktifkan lagi, menurut dia, saat ini masih dalam tahap persiapan dan koordinasi dengan sejumlah pihak.

"Untuk jumlah bed sesuai dengan sebelumnya, 69 bed. Dan, saat ini sedang dalam proses koordinasi dengan beberapa pihak terkait," kata dia.

Senada, diungkapkan Ketua Satgas Covid-19 Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Fitria Siswi Utami.

Selter di Unisa dimungkinkan akan menggunakan kembali gedung rusunawa yang sebelumnya untuk selter isolasi. Berkapasitas 78 bed. Namun demikian, finalisasinya nanti malam baru akan dirapatkan.

Kota Yogyakarta

Kasus Covid-19 di Kota Yogyakarta meningkat drastis. Hal itu pun diakui oleh Ketua Harian Satgas Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, yang mengatakan kasus meningkat tajam dua pekan ini.

"Dulu kasus sekitar 5 sampai 15. Sekarang totalnya sekitar 280 hingga 300," katanya, Kamis (10/2).

Meski belum bisa mengidentifikasi secara rinci, Heroe menyebut terjadi pergeseran tren penularan Covid-19 di Kota Yogyakarta. Jika sebelumnya penyumbang kasus aktif di Kota Yogyakarta adalah pelaku perjalanan, kini kasus aktif banyak terjadi di keluarga.

"Sekarang, kalau salah satu anggota keluarga kena (positif Covid-19), semua anggota keluarga pasti kena juga," sambungnya.

Dengan tingginya penularan di keluarga, penerapan protokol kesehatan di wilayah sangat diperlukan. Untuk itu pihaknya berharap pos PPKM mikro kembali digairahkan. Dengan demikian aktivitas masyarakat bisa lebih terkendali.

Terpisah, Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Agus Winarto, menerangkan pihaknya berkoodinasi dengan kemantren agar dapat melakukan pemantauan di wilayah.

Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan OPD lain agar pengawasan selama PPKM dapat berjalan efektif.

Pun akan berkoordinasi terkait dengan kemungkinan penerapan sanksi bagi pelanggar prokes. Kendati demikian, ia akan mengedepankan tindakan persuasif.

"Tentu kami lebih mengedepankan persuasif, edukasi dan sosialisasi tentu akan kami laksanakan. Titik-titik keramaian menjadi prioritas pemantauan kami. Untuk sanksi seperti tipiring, masih kami koordinasikan," imbuhnya.

Melandai Maret

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, berbagai negara melihat bahwa kasus Covid-19 varian Omicron ini dari segi traffic akan memuncak lebih cepat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meski Omicron akan lebih cepat menyebar, tetapi dari segi bandwidth atau amplitudo lebih sempit.

"Ini yang tentu kita harapkan puncaknya di bulan Februari dan berharap di bulan Maret akan mulai melandai," ujarnya dalam acara "BRI Microfinance Outlook 2022", Kamis (10/2).

Dia menjelaskan, pemerintah dari sisi kesehatan akan terus mendorong kebijakan terkait pembatasan berbagai kegiatan. "Termasuk, peningkatan PPKM level, terutama di teater perang di Jawa," jelas Airlangga.

Karena itu, status PPKM di beberapa kota dinaikkan ke level 3, dan pemerintah akan terus mendorong pembatasan kegiatan hingga berujung terhadap pengurangan penularan kasus baru. "Selain itu, untuk periode kali ini, pemerintah juga melihat faktor terkait dengan ketersediaan rumah sakit dan juga tingkat fatality rate," pungkasnya.

Sementara itu, Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Prof. Abdul Kadir menuturkan, peningkatan kasus Covid-19 sangat signifikan akan terjadi dari hari ke hari. Per Rabu kemarin saja kasus harian Covid-19 mencapai 46.843.

Kemenkes menyebut, kenaikan kasus harian patut diwaspadai dalam 2-3 minggu ke depan yang kemungkinan akan mencapai puncaknya. "Karena itulah maka tentunya kita semua harus mewaspadai terjadi kemungkinan peningkatan jumlah kasus yang besar," ujarnya.

Ia mengatakan, peningkatan kasus varian Omicron diprediksi 3 sampai 5 kali lipat daripada kasus saat gelombang varian Delta tahun lalu. Meski demikian, masyarakat perlu mengetahui bahwa gejala-gejala yang ditimbulkan oleh Omicron ini itu tidak seberat gejala varian Delta, cenderung ringan bahkan tanpa gejala.

"Tentunya kita tetap harus berhati-hati dan waspada meskipun gejalanya ringan tapi itu bisa berbahaya pada orang-orang yang berusia lanjut atau lansia termasuk juga orang-orang yang kebetulan mempunyai penyakit penyerta atau komorbid, dan juga pada orang-orang yang belum divaksin dan pada anak-anak," tegas Prof Abdul Kadir. (rif/maw/Tribun Network)

Baca Tribun Jogja edisi Jumat 11 Februari 2022 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved