Warga Banyurejo Pilih Belanjakan Uang Ganti Rugi Tol Yogyakarta-Bawen untuk Beli Tanah Lagi
Warga Dusun Barongan itu mengaku akan terlebih dulu membagi uang ganti rugi tersebut kepada keluarganya yang lain.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tak ingin gegabah dalam memanfaatkan uang ganti rugi proyek tol, warga Kalurahan Banyurejo, Kapanewon Tempel, Sleman memilih membelanjakan uang ganti rugi untuk beli tanah.
Salah satu warga terdampak tol Yogyakarta-Bawen, Bukhori (62) menceritakan ada tiga petak tanah yang terkena proyek tol dengan total luas lahan mencapai 1.600 meter persegi.
Tiga petak tanah itu diberikan harga yang berbeda antar satu dengan yang lain.
"Saya kena 1.600 meter persegi. Itu ada tiga sertifikat, dihargai beda-beda, dapat Rp2 miliar. Tapi dibagi keluarga. Tiga sertifikat itu," kata Bukhori, Senin (31/1/2022).
Warga Dusun Barongan itu mengaku akan terlebih dulu membagi uang ganti rugi tersebut kepada keluarganya yang lain.
Baru setelah itu uang yang ia miliki direncanakan untuk kembali dibelikan tanah.
Mengingat lahan yang terdampak proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen itu adalah area persawahan.
Sehingga membuat dirinya ingin mencari tanah pengganti.
Kendati begitu, diakui Bukhori, mencari tanah saat ini sudah sangat susah.
Terlebih semenjak proyek jalan tol dimulai harga tanah di daerahnya melonjak signifikan.
"Nah itu (dibelikan tanah lagi) tapi sekarang masih mahal-mahal," ucapnya.
Ia sendiri sudah mencari ke sejumlah lokasi namun belum menemukan yang sesuai.
Khususnya dari segi harga tanah itu sendiri.
"Ya (sudah cari) tapi belum ada yang cocok. Belum ada yang cocok harganya juga. Nyari masih di sekitaran sini aja," ungkapnya.
Bukhori mengungkapkan bahwa kenaikan harga tanah di sekitar daerah tergolong sangat tinggi.
Baca juga: Batu Pertama Pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen Dimulai dari Wilayah Ini
Baca juga: Maret Tahun Ini Direncanakan Peletakan Batu Pertama Tol Yogyakarta-Bawen
Bahkan bisa mencapai tiga kali lipat dari sebelum adanya proyek jalan tol.
"Kalau dihitung dari harga biasa itu bisa sudah tiga kali lipat. Sekarang sudah berlomba-lomba, dari Rp500 ribu (per meter) menjadi Rp1,5 juta, yang dulu Rp1,5 juta menjadi Rp3 juta. Sudah repot (setelah ada proyek tol)," tuturnya.
Warga lain yang terdampak proyek tol Yogyakarta-Bawen bernama Yono (50) mengaku masih akan menyimpan terlebih dulu uang ganti rugi tersebut.
Ia tidak ingin terburu-buru membelanjakan uang tersebut hanya demi keinginan sesaat.
"Saya sementara menunggu ide yang bagus, nanti ora sembrono, nunggu ide yang bagus nek entuk (kalau dapat) momentum ya baru dibelikan ganti atau untuk usaha tapi ya nunggu saat yang pas ora kesusu (tidak terburu-buru)," kata Yono yang merupakan warga Pokoh, Banyurejo itu.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Kemen PUPR Wijayanto menyampaikan, Maret tahun ini rencananya akan dilaksanakan peletakan batu pertama proyek tol tersebut.
"Rencananya di bulan Maret, kemarin di bulan Februari cuma mungkin nanti di Februari antara pertengahan sampai akhir. Hanya saja nanti kita fokusnya di bulan Maret," ujarnya.
Disampaikan Wijayanto, sebelum pelaksanaan groundbreaking sendiri akan didahului oleh land clearing atau pembersihan lahan.
Rencananya pembersihan lahan itu akan dimulai pada Februari nanti.
"Land clearing Februari. (Groundbreaking) mulai dari Tirtoadi," terangnya.
Wijayanto menuturkan sebelum proses land clearing dan groundbreaking dilakukan pihaknya masih akan berfokus pada penyelesaian pencairan uang ganti ganti rugi bagi warga terdampak.
Saat ini progresnya sudah berjalan cukup lancar hingga 86 persen.
Jumlah itu khusus untuk ruas tol Yogyakarta-Bawen seksi 1.
Pihaknya menyebut hanya tinggal menyelesaikan Tanah Kas Desa (TKD) dan wakaf.
"Sudah 86 persen (ganti rugi ke warga terdampak). Kalau untuk warga sudah, tinggal yang TKD sama wakaf yang belum," jelasnya.
Disampaikan Wijayanto, proses penggantian tanah kas desa sendiri direncanakan baru akan dimulai pada pekan depan. Dengan terlebih dulu berkoordinasi dengan pihak-pihak di Provinsi DIY.
"Nanti untuk minggu depan, kita akan koordinasi dengan teman-teman Provinsi DIY dulu kaitannya itu kan tanah di Yogya beda dengan di daerah lain. Kalau di sini kan ada Sultan Grond (SG). Ini nanti koordinasi seperti apa, pelaksanaan seperti apa," pungkasnya. (Tribunjogja)