Pedagang Kaki Lima Malioboro Yogyakarta Boyongan ke Tempat Baru
Sedikitnya 2.000 PKL Malioboro ditarget pindah ke tempat baru yakni gedung eks Bisokop Indra dan eks Kantor Dinas Pariwisata DIY.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Dengan duduk bareng, ucap Fokki, kedua pihak pun dapat saling memeri masukan, soal keresahan-keresahan yang dirasakan di masa transisi. Menurutnya, proses relokasi otomatis berjalan lancar, jikalau digulirkan secara fair, transparan, serta tak ada yang ditutup-tutupi.
"Kira-kira yang tepat dan nyaman bagi teman-teman PKL seperti apa. Kemudian, kemampuan pemerintah untuk menuruti bisa sampai sejauh mana," katanya.
"Ketika terjadi dialog, saya yakin, kawan-kawan PKL tidak akan memaksakan kehendak, harus begini, harus begitu. Makanya, dialog itu penting, ya," imbuh Fokki.
Terlebih, politikus PDI Perjuangan itu mengatakakan, PKL sejak awal tidak menolak kebijakan relokasi ini. Dengan catatan, prosesnya berlangsung secara seksama dan melibatkan semua pihak, termasuk pedagang.
"Sebenarnya kawan-kawan PKL itu, istilahnya, ingin lebih dimanusiakan, ingin lebih diajak rembugan dalam proses relokasi ini, agar semua jelas. Toh, mereka garisnya kan bukan menolak relokasi," pungkasnya.
Ketua Paguyuban PKL Handayani, Sogi Wartono menuturkan, komunitasnya menaungi sebanyak 59 pedagang berizin dan sesuai rencana bakal direlokasi menuju Teras Malioboro I, atau gedung eks Bioskop Indra. Tetapi, setelah melihat keadaan lapak baru, ia pun merasa kurang sreg.
"Lahan (lama) yang saya tempati itu, panjang tiga meter, lebar sekitar 2,5 meter. Tapi, sekarang cuma diganti 1 meter persegi. Semua kuliner, yang lesehan juga begitu, tidak ada yang layak," tandas Sogi, saat mendatangi pusat verifikasi data PKL Malioboro, di Kantor UPT Cagar Budaya, Selasa (25/1).
Menurutnya, Pemda DIY, maupun Pemkot Yogyakarta, tidak transparan dalam proses relokasi ini karena besaran lapak sama sekali tak diinformasikan sejak jauh hari. Pasalnya, besaran lapak yang semua disamakan, tanpa melihat komoditas, sangatlah merugikan kalangannya.
"Lha kok saya sama paguyuban angkringan itu (lapaknya) sama. Lapak kita dulunya segitu, kalau angkringan itu cuma 1,5 meter, kok dibuat sama, seharusnya dibedakan," tutur pedagang kuliner yang melapak pagi-sore itu.
"Bayangkan ya, kalau pas hari ramai, orang makan bareng-bareng begitu, kalau meja kecil-kecil, kan nggak bisa. Nanti, mending gelar tikar saja di sana," imbuh Sogi.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi berharap, para pedagag jangan terburu-buru memberikan penilaian buruk mengenai Teras Malioboro. Sebab, bersama Pemda DIY, pihaknya sudah merancang skema terbaik, supaya PKL tetap eksis di kawasan Malioboro.
"Ya, kita akan atur sedemikian rupa, ini masih proses juga. Pembangunan Teras Malioboro baru awalan, kedepannya tentu masih ada pengembangan-pengembangan lanjutan, sehingga makin baik bagi pedagang," urainya.
Oleh sebab itu, Wawali pun meyakinkan semua PKL, agar tidak perlu khawatir, karena telah disiapkan upaya lanjutan agar aktivitas ekonomi di Malioboro tetap bergeliat. Meski lapak-lapak dipindahkan, lanjutnya, seluruh pedagang dipastikan senantiasa memperoleh perhatian.
"Malah semakin baik, dibuktikan saja, dilihat nanti, ya. Saya yakin, itu kalau sudah selesai ditata, pasti responsnya, 'oh jebulane koyo ngene', begitu," katanya. ( Tribunjogja.com | Aka | Tro )