Lipsus
Komentar Ketua Persatuan Wiyata Bhakti Madrasah DIY Soal Rencana Penghapusan Honorer
Ketua Persatuan Wiyata Bhakti Madrasah DIY, Khulil Khasanah, tidak khawatir dengan kebijakan penghapusan pegawai non-PNS pada 2023 mendatang
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Berbeda dengan Forum Pendidik dan Tenaga Kependidikan Negara Indonesia DIY, Ketua Persatuan Wiyata Bhakti Madrasah DIY, Khulil Khasanah, tidak khawatir dengan kebijakan penghapusan pegawai non-PNS pada 2023 mendatang.
Ia percaya pemerintah akan mengeluarkan regulasi baru sebagai buntut kebijakan penghapusan pegawai non-PNS pada tahun depan.
“Saya percaya pemerintah bakal menghadirkan kebijakan susulan yang lebih tepat,” tegasnya kepada Tribun Jogja, baru-baru ini.
Terlebih, ia mengaku sudah mengetahui ketentuan lama dari pemerintah bahwa sekolah-sekolah tak boleh merekrut guru honorer.
“Wacana lama. Pemerintah pasti ada solusi terbaik, termasuk guru honorer bersertifikat ada harapan masuk PPPK,” tambah Khulil.
Solusi itu, ia melanjutkan, sudah disampaikan berkali-kali, baik melalui Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Meski demikian, ia tetap berpandangan, rencana pemerintah menghapus pegawai non-PNS adalah kurang tepat.
“Apakah kebijakan tersebut tepat? Saya rasa belum. Sebab, yang tahu problem dan kebutuhan di lapangan, kan, sekolah masing-masing. Lembaga pendidikan berkembang luar biasa. Kalau tidak ada tenaga baru, bagaimana dengan sekolah-sekolah anyar?” tutur Khulil.
Berbicara soal peluang pengangkatan guru honorer madrasah di DIY menjadi PNS atau PPPK, ia mengemukakan, setiap kabupaten rata-rata memiliki 350 orang yang sudah bersertifikat.
Sementara yang belum bersertifikat, menurutnya, mencapai ribuan guru.
“Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebelum ada Menteri Agama yang baru, mengatakan bahwa semua guru honorer harus diangkat. Realisasinya, belum semuanya diangkat. Alasannya, anggaran digunakan untuk penanganan Covid-19,” sambung Khulil.
Padahal, ia menyebut, semestinya peluang guru honorer madrasah yang sudah bersertifikat untuk diangkat menjadi PNS maupun PPPK jauh lebih mudah. Namun, aturan seleksi pengangkatan PNS dan PPPK bagi guru honorer madrasah justru jauh lebih berat.
“Sekarang, kan, administrasinya lebih ketat. Dulu, yang penting sudah mengajar, guru honorer madrasah bisa ikut seleksi PNS maupun PPPK. Sekarang, kalau nggak linier dengan yang diajarkan, ya, nggak bisa ikut seleksi pengangkatan,” papar Khulil.
Akhirnya, yang masih cukup usia dan memiliki semangat akan memilih untuk melanjutkan kuliah sesuai bidang yang diajarkan. “Yang tidak bersemangat, ya, pilih pekerjaan lain. Padahal, gaji guru honorer cuma Rp150 ribu-Rp200 ribu,” pungkasnya. (hda)
Baca Tribun Jogja edisi Jumat 21 Januari 2022 halaman 01