Berita Kota Yogya Hari Ini
Pemda DIY Didorong Tetapkan Regulasi Penataan Kawasan Geoheritage di Pesisir Selatan
Pusat Studi Perencananaan Pembangunan Regional (PSPPR) UGM mendorong Pemda DIY supaya segera menetapkan payung hukum, atau regulasi
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pusat Studi Perencananaan Pembangunan Regional (PSPPR) UGM mendorong Pemda DIY supaya segera menetapkan payung hukum, atau regulasi dalam penataan kawasan Geoheritage di Pesisir Selatan Gunungkidul.
Peneliti PSPPR UGM, Leksono Prabo Subanu, menyampaikan, sejauh ini, Pemda DIY masih setengah-setengah, dan belum sepenuhnya konsen di sana. Antara memanfaatkan untuk wisata, atau mempertahankan kawasan geoheritage.
Hal itu, diungkapkannya dalam diskusi 'Menakar Kesiapan Wilayah Hadapi Pertumbuhan Pariwisata Pesisir Selatan', di Timoho, Kota Yogyakarta, pada Rabu (29/12/2021) malam lalu.
Baca juga: Satu Ruas Jalan di Alun-alun Wonosari Gunungkidul Akan Ditutup Saat Malam Pergantian Tahun
"Padahal, perizinan itu sangat penting. Harus dipastikan ya, tidak mengganggu kelestarian geoheritage, namun tetap menumbuhkan perekonomian sekitar," ujar Subanu.
Dijelaskannya, ada lima kawasan geoheritage yang sudah ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Gunungkidul.
Yaitu Gunung Ireng Pengkok, Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunung Genthong Gedangsari, Bioturbasi Kali Ngalang dan Gunung Purba Siung-Batur-Wediombo.
Karena itu, ia mendorong Pemda DIY ambil sikap, dengan memastikan regulasinya.
Termasuk, melakukan kajian, bisa sampai sejauh mana pemanfaatan kawasan geoheritage ini sebagai destinasi wisata, dengan dibarengi kajian potensi gempa bumi, longsong, dan tsunami di kawasan itu
"Sehingga, ketika ada investor masuk, mencari izin, sudah ada payung hukum yang jelas, untuk memberikan izin, atau menolaknya. Apalagi, sekarang sudah dibangun JJLS, pasti akan banyak nanti investor yang datang," cetusnya.
Sementara Direktur Utama Heha Ocean View, yang saat ini menjadi salah satu objek wisata favorit di pesisir selatan Gunungkidul, Hendro Suwandi menyampaikan, bahwa pihaknya sangat berharap kejelasan payung hukum.
"Kalau regulasinya jelas kan kita juga tenang, ya, dalam melakukan pengembangan. Misalnya, bangunannya dapat sejauh mana dari garis pantai. Kita inginnya tetap menarik, tapi tidak merusak geoheritage juga," ungkapnya.
Namun, Hendro tidak menampik, sejak mulai menggarap Heha Ocean View pada 2019 silam, pihaknya memang ada kendala mengenai aturan sempadan pantai. Menurutnya, regulasi yang ada, justru menghambat kemajuan.
"Makanya, saya tekankan, investasi itu butuh kepastian hukum. Ya, pengusaha hanya ingin ada kepastian hukum. Jangan kemudian B, terus menjadi C," terangnya.
Ia mengaku sedih melihat perkembangan obyek wisata pantai Gunungkidul yang sangat lambat jika dibandingkan Bali, dan Lombok.
Dua daerah itu, tandasnya, sudah mulai membangun destinasi wisata tebing pantai. Karena itu, Gunungkidul sejatinya melakukan loncatan serupa.
"Sekarang 90 persen pekerja di HeHa adalah warga sekitar destinasi. Sehingga, bisa memberikan dampak positif ya, untuk perekonomian masyarakat," tandas Hendro.
Baca juga: Akses Menuju Pusat Kota Klaten Ditutup Mulai Pukul 18.00 Malam Nanti, Ini Rekayasa Lalu Lintasnya
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi B DPRD DIY, Danang Wahyu Broto, mendorong Pemda dan Pemkab Gunungkidul agar tidak ragu mengelola destinasi wisata pantai. Sebab, fenomena wisata kini menjadi sebuah keniscayaan.
Apalagi Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah menetapkan visinya, "Menyongsong Abad Samudera Hindia'. Sehingga, ia berharap, penataan wisata pantai Gunungkidul jangan sampai kontraproduktif dengan visi tersebut.
"Semuanya harus mendukung. Pariwisata adalah leading sector ekonomi DIY. Tapi, selama ini masih ada mispersepsi. Bangunan berjarak sepuluh meter dari tebing pantai di Gunungkidul itu seharunya masih aman," katanya.
"Seharusnya di DIY ini hadir HeHa HeHa yang lain. Jangan sampai Gunungkidul tertinggal saat YIA berfungsi optimal, bisa menerima 20 juta tamu," lanjut Danang. (aka)