Kumpulan Kata-kata Indah dan Syair Joko Pinurbo, Membuat Hati dan Pikiran Nyaman
Joko Pinurbo sendiri lahir di Sukabumi, 11 Mei 1962 dan pendidikan terakhirnya ada di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM - Nama Joko Pinurbo sudah tak asing lagi di telinga kita lantaran beragam karya puisi telah diterbitkannya menjadi buku. Puisi-puisinya amatlah menyentuh hati dan pikiran. Tentunya, hal itu membuat kita merasa nyaman ketika membaca dan merenungi setiap bait-bait untaian kata dari Joko Pinurbo.
Mulai dari puisi romantis, ironis, humor, mengkritik, dan sebagainya membuat puisinya terasa lengkap. Ia juga dengan kepandaian mengukir kata menjadi indah membuat banyak digemari masyarakat Indonesia khususnya kaum milineal.
Joko Pinurbo sendiri lahir di Sukabumi, 11 Mei 1962 dan pendidikan terakhirnya ada di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sejak kecil ia menyukai dunia baca, dan juga Sekolah Menengah Atas ia kerap menyalami dunia tulis alias menggarang puisi.
Banyak penghargaan yang telah ia peroleh melalui beragam puisi yang telah disajikan kepada publik. Sebagaimana dikutip melalui Wikipedia, seperti, Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Sih Award (2001), Hadiah Sastra Lontar (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, 2012), Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, 2014), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, 2015), dan South East Asian (SEA) Write Award (2014).
Untuk itu, beberapa untaian kata indah Joko Pinurbo berikut ini yang penuh akan serat makna mendalam. Juga mungkin bisa membuat Anda merasa lebih baik dan bahagia ketika membacanya.
Berikut uraiannya sebagaimana yang ditayangkan di goodreads.com ;
1. Jarak itu sebenarnya tak pernah ada. Pertemuan dan perpisahan lahir oleh perasaan
2. Cinta seperti puisi berdarah dingin
Yang pandai menorehkan luka.
Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.
3. Mengapa bulan di
jendela semakin lama membuat redup sinarnya?
Karena kehabisan minyak dan energi.
Mimpi semakin mahal,
hari esok semakin tak terbeli.
Di bawah jendela bocah itu sedang suntuk
belajar matematika. Ia menangis tanpa suara:
butiran butiran bening dari kelopak matanya.
Bapaknya belum dapat duit buat bayar sekolah.
Ibunya terbaring sakit di rumah.
Malu pada guru dan teman-temannya,
coba ia serahkan pada tali gantungan.
Dada Ayah, dadah Ibu..
Ibucinta terlonjak bangkit dari sakitnya.
Diraihnya tubuh kecil itu dan didekapnya.
Berilah kami rejeki pada hari ini
dan ampunilah kemiskinan kami.
4. Kupetik pipinya yang ranum,
kuminum dukanya yang belum: Kekasihku,
senja dan sendu telah diawetkan dalam kristal matamu.
5. Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: Ingin sampai rumah saat senja, supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela.
6. Uang, berilah aku rumah yang murah saja,
yang cukup nyaman untuk berteduh senja-senjaku,
yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku.
7. Sesungguhnya aku ini seorang penganggur.
Aku lebih banyak bingung dan menyibukkan diri dengan perkara-perkara
hanya untuk menjaga penampilanku di hadapanMu.
(Penganggur, 1989)
8. Sesudah itu semuanya reda.
Musim mengendap di kaca jendela.
Tinggal mengomel dan kering
berserakan di atas ranjang. Hening.
Waktu itu tengah malam. Kau menangis.
Tapi mendengarkan suaramu sebagai nyanyian. (Tengah Malam, 1989)
9. Selamat datang. Saya sudah menyiapkan semua yang akan Saudara rampas dan musnahkan: kata-kata, suara-suara, atau apa saja yang Saudara takuti tapi sebenarnya tidak saya
10. Anda boleh menulis puisi
untuk atau kepada siapa saja
asal jangan lupa
menulis untuk atau kepada saya.
Siapakan saya? Saya adalah Kata.
11. Engkau tidak takut hanya lama tinggal sendiri? kamu tidak pernah kesepian?
Oh, tidak. Mungkin malah sepi yang takut dengan kesendirianku.
12. Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang bencimu. Ia mencintai
dengan lebih untuk menunjukkan
bahwa ia mencintai dirinya sendiri dengan kurang.
13. Pekerjaan yang paling mudah dilakukan adalah lupa.
Tidak butuh kecerdasan. Tidak perlu pendidikan.
Hanya perlu sedikit berpikir. Itulah sebabnya, banyak
orang tidak suka kalender, jam , dan tulisan.
Menghambat lupa. Padahal lupa itu enak.
Membebaskan. Sementara.
lupa
14. Selamat ulang tahun, buku. Makin lama
kau makin keren saja. Tambah cerdas pula.
Aku saja yang tambah jerih payah
dan sekarang mulai pelupa.
Maaf, aku tak bisa kasih hadiah apa-apa
selain jumlah ralat dan catatan
yang aku tak tahu akan kutaruh di mana sebab
kau sudah pandai meralat
dan menceritakan dirimu sendiri.
Kau bahkan sudah tak seperti dulu
ketika aku berdarah-darah menulismu.
Jangan-jangan kau pangling denganku.
Selamat ulang tahun, buku. Meskipun saja
aku kekasih atau pacar malangmu.
Selamat panjang umur, cetak ulang selalu.
Selamat Ulang Tahun, Buku
15. Tuhan, ponsel saya
rusak dibanting gempa.
nomor kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa adalah tidak ada
nomorMu.
Tuhan berkata:
Dan hanya itu satu-satunya nomornya
yang tak pernah kausapa.
(MG – M. Febi Anggara)