Headline

Upaya Yogyakarta Mereduksi Gelombang Ketiga, Diusulkan Tak Ada Libur Tahun Baru

"Kalau bisa, ya, pemerintah tidak usah memberikan libur terus-menerus supaya masyarakat tidak berpergian. Kalau perlu, ya, dilarang (berpergian) gitu.

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
Petunjuk arah menuju Malioboro di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk memangkas atau meniadakan libur akhir tahun pada Desember mendatang.

Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi orang bepergian dan berkumpul sehingga bisa memicu penularan Covid-19.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan, pada libur akhir tahun nanti diprediksi banyak masyarakat yang melakukan perjalanan, baik itu wisata maupun mudik.

Terlebih DIY merupakan satu destinasi favorit bagi para pelancong untuk menghabiskan momentum libur panjang.

"Kalau bisa, ya, pemerintah tidak usah memberikan libur terus-menerus supaya masyarakat tidak berpergian. Kalau perlu, ya, dilarang (berpergian) gitu, ya. Jangan berpergian dari tanggal 26 sampai 31 (Desember), misalnya," terang Aji saat ditemui di kantornya, Senin (25/10/2021).

Kebijakan tersebut diperlukan terlebih para ahli juga memprediksi adanya gelombang ketiga penularan Covid-19 karena libur panjang.

Para pakar epidemiologi sudah memprediksi gelombang ketiga virus corona bisa saja terjadi pada Desember 2021 atau Januari 2022.

"Karena ada (potensi terjadi) gelombang tiga (Covid-19) juga, ya. Yang paling penting protokol (kesehatan) yang kita miliki itu tidak boleh abai, baik masyarakat yang berkunjung maupun tempat yang dikunjungi," ujar Aji.

Mantan Kepala Disdikpora DIY ini juga meminta masyarakat dan pelaku usaha untuk mematuhi ketentuan dalam aturan PPKM berlevel.

Sebab, meski kini penularan telah melandai, namun ledakan kasus masih berpotensi untuk terjadi. Selain itu kepatuhan dalam implementasi 3 M yakni menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker di masyarakat juga mempengaruhi kemunculan gelombang penularan baru.

"Kalau di situ diizinkan hanya 75 persen kapasitas, ya, harus dipatuhi. Saya kira perlu kita usulkan ke (pemerintah) pusat supaya hari libur panjang tidak terjadi. Karena libur panjang itu pasti membuat orang berpergian," urai Aji.

Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji
Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji (TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda)

Lebih jauh, untuk kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di DIY, Aji berharap agar Badan Kepegawaian Nasional (BKN) maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menerbitkan larangan cuti dan berpergian di periode akhir tahun mendatang.

Untuk ASN yang merayakan Natal bisa melakukan ibadah di gereja dengan menerapkan pembatasan dan prokes ketat. Jika tidak memungkinkan, bisa dilaksanakan secara daring.

"Tapi saya kira PNS selama (libur) nataru sudah di rumah saja. Untuk penyelenggaraan Natalan prokes harus ketat. Kalau penuh gerejanya, ya, bisa (ibadah) online," ungkap Aji.

Langkah baik

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menganggap bahwa usulan itu merupakan langkah kehati-hatian yang ditempuh oleh Pemda DIY. Pasalnya, dari pengalaman sebelumnya, momen libur panjang selalu berujung pada lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19.

"Ini langkah hati-hati yang bisa mencegah kondisi outbreak, kondisi kenaikan kasus seperti tahun-tahun lalu. Karena belajar dua tahun ini, tiap libur panjang entah itu pergantian tahun atau apa pun yang terjadi adalah peningkatan kasus yang signifikan," paparnya.

Huda melanjutkan, dengan adanya pemangkasan hari libur tersebut, diharapkan dapat menekan mobilitas dan interaksi masyarakat. Sehingga gelombang ketiga Covid-19 tak terjadi di wilayah ini. "Kita sudah belajar sejak dua tahun lalu, sehingga kita tidak ingin ada di tahun ketiga mengulangi tahun yang lalu," jelasnya.

Kendati demikian, Huda juga meminta Pemda DIY untuk terus memantau perkembangan kasus terkonfirmasi di wilayahnya.

Jika penularan benar-benar dapat dikendalikan ataupun hilang, maka kebijakan itu tak perlu diberlakukan. Sebab, kebijakan pemangkasan waktu libur otomatis juga berpengaruh dengan perekonomian masyarakat. Terlebih mereka yang berkecimpung di sektor pariwisata.

"Kita lihat perkembangan kasus seperti apa. Semoga kasusnya semakin menurun dan bisa hilang. Tapi kalau belum, keinginan pemda itu logis karena tiap tahun, dua kali ini kasus meningkat luar biasa," bebernya.

Pelaku wisata

Terkait hal itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono mengharapkan kebijakan yang lebih baik dari pemerintah. Sebab langkah itu bakal membuat masyarakat semakin enggan untuk berlibur.

Deddy melanjutkan, proses penyusunan kebijakan, selain memikirkan kesehatan masyarakat juga harus memperhitungkan keberlanjutan dan kondisi ekonomi.

Terlebih pelaku usaha restoran dan hotel di DIY kini masih berada dalam kondisi kritis, akibat pandemi yang tak kunjung berakhir.

"Apakah tidak ada cara lain. Apakah tidak ada kebijakan lain yang bisa menyehatkan masyarakat dan perekonomian. Saturasi hotel dan restoran itu tinggal 30-40 persen saja," terang Deddy, Senin (25/10/2021).

Selain pemangkasan hari libur, Deddy juga menyoroti aturan tes PCR sebagai syarat perjalanan bagi penumpang pesawat. Isunya, pemerintah juga akan mewajibkan PCR bagi pelaku perjalanan dengan moda transportasi lainnya.

Kebijakan itu dianggap bakal semakin memberatkan masyarakat serta berimbas pada sektor pariwisata. "Itu kebijakan pemerintah yang kami pandang itu tidak mengatasi masalah," terangnya.

"Kebijakan PCR kan (biayanya) mahal. Orang semakin berat, padahal masyarakat sendiri ingin hiburan untuk kesehatan jiwanya. Karena dua tahun sudah tertekan," tambahnya.

Deddy kecewa karena pemerintah tak pernah menawarkan kebijakan yang memberikan solusi terbaik bagi para pelaku wisata dan rekreasi. Padahal PHRI DIY selalu mematuhi segala aturan dan ketentuan dari pemerintah.

Misalnya menuntaskan vaksinasi kepada pelaku wisata, melengkapi sertifikat CHSE untuk memastikan penerapan protokol kesehatan, hingga mengadopsi penggunaan aplikasi Peduli Lindungi di hotel maupun restoran.

"Kita sudah terbiasa menghadapi kebijakan yang berubah-ubah dan mendadak dari pemerintah. Sudah khatam. Mau apalagi, cuma bisa pasrahlah," ujarnya. (tro)

Baca lengkap Tribun Jogja edisi Selasa 26 Oktober 2021 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved