Malam Ini Cupu Panjolo Kembali Dibuka, Simbol Apa Saja yang Akan Muncul?

Malam Selasa Kliwon malam ini, tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjolo akan kembali digelar di rumah Dwijo Sumarto, di Padukuhan Mendak

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando
Prosesi pembukaan kain pembungkus Cupu Panjolo di Kalurahan Girisekar, Panggang pada Senin (05/10/2020) malam hingga Selasa (06/10/2020) dini hari 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Malam Selasa Kliwon malam ini, tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjolo akan kembali digelar di rumah Dwijo Sumarto, di Padukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul.

Cupu Panjolo dibuka setiap malam Selasa Kliwon sasi Sapar dalam kalender Jawa.

Persiapan matang pun sudah dilaksanakan oleh pemerintah kalurahan setempat dan panitia mengingat saat ini masih dalam masa PPKM level 2.

Untuk mencegah penularan Covid-19, panitia membuat kebijakan untuk membatasi jumlah warga.

Lurah Girisekar, Sutarpan yang dihubungi Tribunjogja.com pada Senin (25/10/2021) mengatakan karena masih dalam masa pandemi Covid-19, pihak panitia memutuskan untuk membatasi jumlah orang yang diizinkan untuk mengikuti pembukaan Cupu Panjolo secara langsung.

" Jadi kita buat ring, tidak semua pengunjung bisa masuk,"katanya.

Mantan anggota DPRD Gunungkidul ini menjelaskan, untuk ring 1, yakni yang berada di dalam rumah, hanya untuk trah Eyang Seyek, pejabat dan media.

Sementara warga lainnya hanya diperbolehkan melihat secara langsung dari luar rumah.

Selain itu, untuk mencegah penularan Covid-19, panitia juga akan melaksanakan pengecekan suhu bagi warga yang hadir.

Lalu penerapan prokes secara ketat guna mencegah penularan Covid-19.

" Tahapannya tetap sama, tetap prokes ketat, cek suhu dan pengamanan dari sejumlah unsur, mulai dari polisi, TNI dan ormas,"jelasnya.

Baca juga: 32 Hotel, Penginapan, Guest House, Losmen yang Paling Dekat dengan Malioboro

Sejarah Singkat Cupu Panjolo

Riwayat tradisi buka pembungkus cupu Kyai Panjala (Panjolo) sudah berlangsung bertahun-tahun.

Ritus kebudayaan ini berlangsung di Padukuhan Mendak, Desa Girisekar, Kapenawon Panggang, Gunungkidul.

Dalam beberapa tahun terakhir, upacara dipusatkan di rumah Dwijo Sumarto, ahli waris dan keturunan ke-7 Kyai Panjala, penemu dan pemilik awal cupu yang dikeramatkan itu.

Acara digelar pada malam Selasa Kliwon sasi Sapar dalam kalender Jawa.

Tahun 2021, bertepatan masih berlangsungnya pandemic virus Corona, upacara dilaksanakan Senin Wage (25/10/2021) malam.

Menurut Dwijo Sumarto kini cupu warisan Kyai Panjala tinggal tiga buah, yang masing-maisg diberi nama Semar Tinandu, Palang Kinantang, dan Kenthiwiri.

Dua cupu lain, Bagor dan Klobot, telah menghilang.

Cupu-cupu itu, berupa wadah seperti terbuat dari keramik, diletakkan di dalam kotak kayu tua. Umurnya konon sezaman dengan cupu-cupu di dalamnya.

Tentang dua cupu yang menghilang, Dwijo Sumarto menjelaskan, Bagor dan Klobot melenyapkan diri karena merasa tidak dihormati. Namanya selalu disebut-sebut setiap mulut manusia tanpa penghormatan sedikit pun.

Dwijo Sumarto mengetahui kisah hilangnya dua cupu tersebut dari cerita nenek moyang. Cupu Kyai Panjala berada di kediamannya sekarang ini sejak 1957.

Sebelumnya berada di sebuah rumah di depan Balai Desa Girisekar.

Sebelumnya lagi berada di Temu Ireng, Girisuko, dan Panggang sesuai masa keturunan yang merawatnya. Cerita ringkas sejarah cupu ini diawali seseorang yang disebut bernama Eyang Seyek, nama asli Kyai Panjala.

Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki cupu tersebut saat menjala atau menjaring ikan di laut selatan.

Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak. Namun ia memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 perempuan.

Kakek buyut Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek. Karena itu ia turut jadi ahli waris Cupu Kyai Panjala. Sampai saat ini Cupu Kyai Panjala diyakini sebagai simbol atau sarana meramal kondisi atau kejadian bangsa Indonesia dalam masa setahun ke depan.

Semar Tinandu adalah gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang adalah gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan Kenthiwiri adalah gambaran untuk rakyat kecil.

Tradisi atau ritus kebudayaan Jawa ini masih menyedot perhatian masyarakat. Setiap tahun, upacara pembukaan cupu Kyai Panjala, dihadiri ribuan orang dari berbagai daerah. Namun tahun ini, dilakukan pembatasan acara.

Secara ritus, upacara pembukaan cupu diawali doa sebelum kenduri bersama yang mendahului pembukaan kain pembungkus cupu yang dimulai pukul 00.00 WIB. Doa-doa juga didaraskan siapa saja yang merasa memiliki hajat mereka yang terkabul atau sukses hidupnya.

Sebagai wujud syukur biasanya mereka yang memiliki hajat atau yang merasa sukses ini mengirimkan ingkung ayam, serta memembantu memberikan kain singep (selimut) baru untuk cupu Kyai Panjala.

Kemendikbud telah memasukkan ritus tahunan di Kabupaten Gunungkidul ini sebagai warisan budaya tak bendawi. Tradisi ini dianggap medium komunikasi kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya diberikan berkah dan kesuburan.

Sebagai kegiatan sosial, tradisi ini berfungsi membina solidaritas dan interaksi antara masyarakat. Juga sarana pendidikan, pengawas norma-norma, dan memberi pesan moral agar siapapun bertindak lebih hati-hati.(Tribunjogja.com/xna/has)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved