Hikmah Pandemi Covid-19, Ria Kini Produksi Tas Premium yang Tembus Pasar Ekspor
Pandemi Covid-19 memberikan dampak luar biasa terhadap sektor perekonomian. Banyak usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang gulung tikar terimbas
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Pandemi Covid-19 memberikan dampak luar biasa terhadap sektor perekonomian.
Banyak usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang gulung tikar terimbas Pandemi.
Tidak adanya pesanan membuat para pelaku UMKM kelimpungan.
Namun di balik Pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh dunia ini, ada hikmah tersendiri bagi para pelaku UMKM.
Salah satunya dirasakan oleh Khusnul Itsariyati (34), owner Kimibag.
Baca juga: Rentetan Gempa Bumi yang Berpusat di Daratan Melanda Jawa Tengah Hari Ini, Ini Penjelasan BMKG
Kimibag merupakan usaha yang dikembangkan oleh Khusnul Itsariyati dengan melibatkan sejumlah santri Pondok Pesantren Al-Qohar di Desa Malangan, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Tas berbahan goni dan kanvas yang diproduksi oleh Kimibag sudah menembus pasar ekspor dan domestik.
Dihubungi Tribunjogja.com, Khusnul Itsariyati mengaku usahanya sempat kelimpungan terdampak Pandemi Covid-19.
Pesanan yang sudah diterima banyak dicancel oleh customer.
Kondisi itu membuat keuangannya terguncang hingga terpaksa harus memakai uang tabungan untuk bertahan.
Di tengah rasa bimbang akan keberlangsungan usaha tas miliknya, wanita yang biasa disapa Ria itu mencoba untuk mencari solusi agar usahanya tetep survive.
"Dulu kan banyak pesanan yang dicancel, acara pernikahan banyak yang dibatalkan sehingga pesanan yang masuk pun dicancel. Tidak ada pesanan sama sekali, saya pun terpaksa harus memakai uang tabungan,"katanya saat dihubungi Tribunjogja.com.
Setelah berfikir keras untuk mencari solusi agar usahanya bangkit, Ria akhirnya mencoba untuk mengubah strategi bisnisnya.
Jika dulu menjual produk dengan batas minimal order, kini Ria mencoba untuk membuat produk tas premium yang bisa dibeli secara satuan.
Strategi tersebut ternyata mendapatkan respon positif dari pasar. Sejumlah pesanan pun datang sehingga bisnis tas kanvas dan goni miliknya yang sempat meredup akhirnya bangkit kembali.
" Dulu saat jual produk dengan minimal order, harganya di kisaran Rp 15.000 an, tapi sekarang tas premium bisa sampai ratusan ribu," jelasnya.
Awal Bisnis Tas
Ria mengatakan bisnis tas kanvas dan goni ini bermula dari hobinya membuat berbagai jenis tas saat masih duduk di bangku kuliah dulu.
"Tapi saat itu untuk menyalurkan hobi saya saja. Setelah menikah dan punya anak pertama, saya baru ingin memiliki usaha sampingan,"jelasnya.
Ria menyebut dulu untuk modal awal pihaknya memakai mesin jahit tua peninggalan dari ibunya serta uang modal Rp150 ribu untuk bahan kanvas dan goni untuk dibuat tas.
"Waktu mulai merintis itu tahun 2011. Alhamdulilah semuanya berkembang hingga sekarang bisa punya 6 mesin jahit besar," ucap dia.
Untuk pemasaran, lanjutnya dirinya dibantu oleh sang suami secara online melalui media sosial.
"Kebetulan saya dan suami kerja sama, saya membuat tas dan suami yang memasarkan secara online. Meski terbatas saat itu, tapi kami terus berusaha hingga bisa diterima pasar," paparnya.
Pemasaran tas berbahan kanvas dan goni itu sudah sampai ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.
"Terus pesanan dari Hongkong ada juga tapi kirimnya ke Bali untuk acara nikahan gitu tahun 2019," imbuhnya.
Baca juga: HIPPI DPC Sleman Bersinergi dengan 17 Forkom UMKM se-Kabupaten Sleman
Selain, pihaknya juga pernah pernah mengiring tas ke Swiss.
"Untuk harga, kita dari Rp 6 ribu hingga Rp 600 ribu," jelasnya.
Disinggung terkait tenaga, diakui ria tas tersebut juga dibuat oleh santri yang ada di Ponpes Al-Qohar.
"Produksi dibantu 2 santri yang sedang tidak belajar. Lalu tetangga kita totalnya ada 15 pekerja. Hasil penjualan tas ini juga untuk menopang kegiatan atau biaya operasional pondok pesantren," imbuhnya.
Sementara itu, seorang santri Ponpes Al-Qohar, Giyanto (17) mengaku senang bisa mendapat keahlian sampingan seperti membuat tas tersebut.
"Saya sering bantu motong kain, kalau setiap pagi, sehari saya bisa selesai 30 kain," akunya.
Pria asal Boyolali itu mengaku sudah 7 tahun nyantri di ponpes tersebut.
"Saya sudah 7 tahun nyantri di sini, selain belajar bisa dapat ilmu baru juga," imbuhnya. (Tribunjogja.com)