Kecelakaan Truk di Breksi
Update Laka Truk Maut di Breksi: Masalah Krusial, Inilah Temuan dan Hasil Investigasi KNKT
KNKT memaparkan fakta-fakta di lapangan mulai dari kondisi medan atau lokasi jalan hingga temuannya terkait kondisi kendaraan truk pengangkut batu
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan menjelaskan seputar temuannya di lapangan terkait kecelakaan truk maut di jalan Breksi yang menewaskan enam orang pada awal September lalu.
KNKT memaparkan fakta-fakta di lapangan mulai dari kondisi medan atau lokasi jalan hingga temuannya terkait kondisi kendaraan truk pengangkut batu tersebut.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, truk pengangkut batu di Jalan Breksi Sleman Yogyakarta mengalami kecelakaan hingga mengakibatkan enam orang meninggal dunia, Jumat (3/9/2021).
Sopir truk bermuatan batu alam yang tergelincir tersebut lalu ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik kepolisian dari Satlantas Polres Sleman, setelah memeriksa sang sopir itruk berinisial S, warga Beran, Sumberharjo, Prambanan, Kabupaten Sleman itu.
"Status sekarang tersangka, sudah ditahan di Polres Sleman," kata Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto saat dihubungi, Senin (6/9/2021).
Berdasarkan hasil pemeriksaan pihak kepolisian, sesaat setelah rem truk tersebut tidak berfungsi, sopir tersebut sempat berupaya menghentikan laju truk dengan cara mengganjal roda depan ketika melaju di jalan yang menurun.
Yuli menegaskan, Kelalaian S diduga karena tak mampu mengoper dari posisi netral ke gigi 1 ketika truk mulai melaju.
"Bannya itu diganjal, kalau mau jalan kan nggak mungkin langsung diterjang. Maka harus ancang-ancang, mundur kemudian batunya diambil," ujarnya.
Disaat sopir hendak oper gigi itu lah truk tersebut kemudian lepas kendali dan rem tidak berfungsi lagi.
"Kemudian saat diposisi netral truk jalan terus. Jalan terus nggak bisa masuk ke gigi 1, karena sudah jalan agak kencang. Sehingga juga nggak bisa mengendalikan kendaraan lagi," sambungnya.
Terpisah, Kanit Laka Polres Sleman Iptu Galang Adid Dharmawan menambahkan, usai menjalani proses penyidikan S diketahui belum memiliki surat izin mengemudi (SIM).
"Tersangka belum memiliki SIM," jelasnya.
Karena kelalaiannya ini, tersangka dijerat dengan Pasal 310 dan 311 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Pelaku terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara," tegas dia.
Truk bernomor Polisi AB 8242 ZU berwarna kuning itu terguling karena mengalami rem blong pada Jumat (3/9/2021) malam sekitar pukul 20.04.
Truk tersebut bermuatan batu taman yang diambil dari Dusun Groyikan, Sambirejo, Prambanan. Truk yang membawa batu taman itu rencananya akan menuju ke Dusun Draman, Piyungan, Bantul.
Namun nahas sesampainya di Jalan Breksi, tepatnya di sebuah gapura Dusun Gunungsari, Sambirejo, Prambanan truk tersebut mengalami rem blong dan supir tidak dapat mengendalikan laju truk.
Dikatakan Galang, saat truk tersebut lepas kendali dan menabrak sebuah pagar, selanjutnya truk berwarna kuning itu terseret hingga sejauh kurang lebih 30 meter karena kontur jalan yang menurun.
Dari keterangan Iptu Galang, ada sembilan orang yang saat itu berada di bak truk tersebut dan satu orang lainnya menemani supir truk yang nahas itu.
Hasil investigasi KNKT
Setelah peristiwa tragis tersebut, KNKT turun tangan. Berdasarkan investigasinya, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan menjelaskan sejumlah temuan di lapangan.
Pertama, ia menyebutkan bahwa Jalan Breksi dengan panjang 1,83 kilometer dan perbedaan ketinggian hingga 191 meter membentuk jalur turunan curam dengan gradien hingga 35 persen. Bentuk jalur semacam ini akan sangat berbahaya bagi sebagian jenis kendaraan.
"Contoh kendaraan yang sangat berisiko pada daerah dengan topografi seperti itu adalah truk, bus, dan sepeda motor jenis skuter matik (skutik)," ungkap Wildan.
Wildan pun menjelaskan bahwa truk di Indonesia yang bukan ditujukan sebagai angkutan tambang berspesifikasi khusus, hanya didesain dengan kemampuan torsi untuk melalui jalan dengan gradien di bawah 30 persen.
"Jika truk biasa mendaki jalan di atas grade yang tertera dalam spesifikasi teknis, maka kendaraan tersebut berisiko mengalami malfungsi seperti overheat, vanbelt putus, hingga blok mesin pecah," katanya melanjutkan.
Dari hasil tanya jawab kepada pengemudi truk yang mengalami kecelakaan, Wildan mendapatkan keterangan bahwa vanbelt truk tersebut putus saat mencapai di atas bukit sekitar kawasan Candi Ijo.
Kesalahan yang dilakukan pemilik kendaraan dan pengemudi adalah tidak segera melakukan penggantian vanbelt.
Padahal, truk yang dikemudikan menggunakan mesin non-commonrail dengan sistem rem Full Hydraulic Brake. Untuk mendorong minyak rem menekan kampas ke tromol, menggunakan sistem vacuum booster.
Guna menyedot udara untuk menciptakan kevakuman agar rem dapat bekerja, dibutuhkan alternator yang terhubung dengan vanbelt. Putusnya vanbelt tersebut menyebabkan alternator tidak dapat bekerja. Akhirnya pedal rem akan sulit diinjak.
Ketidaktahuan pemilik kendaraan dan pengemudinya terhadap sistem rem semacam ini jadi sebuah kesalahan fatal yang berujung pada kecelakaan maut.
Seharusnya baik pemilik maupun pengemudi paham ketika vanbelt sudah putus, artinya truk tersebut tidak ada harapan lagi jika dipaksa melintasi jalanan menurun. Sebab sistem remnya pasti tidak berfungsi.
"Ini bukan masalah sederhana. Ini masalah yang sangat krusial, bagaimana cara mengedukasi pemilik kendaraan dan pengemudinya tentang sistem rem ini. Jika tidak ada crash program, maka kecelakaan seperti ini bisa terulang lagi kapan saja dan di mana saja," ujar Wildan.
(*/kompas.com/hda/ Tribun Jogja )
Sebagian artikel tayang di https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/17/171200015/knkt-beberkan-fakta-terkait-kecelakaan-maut-truk-di-breksi-yogyakarta