FEATURE
PR Besrsama Sulitnya Cetak Generasi Penerus Wasit Bulu Tangkis untuk Tampil di Even Dunia
Ketekunan dan kerja keras merupakan barang yang mahal dimiliki oleh seseorang, begitu pula dengan tekad yang kuat untuk memiliki sesuatu.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Agus Wahyu
Ketekunan dan kerja keras merupakan barang yang mahal dimiliki oleh seseorang, begitu pula dengan tekad yang kuat untuk memiliki sesuatu. Sebagian kerja keras kadang harus pupus di tengah jalan karena rintangan hidup dirasa lebih berat.
NAMUN tidak bagi Wahyana, wasit bulu tangkis yang belakangan ini semakin dikenal publik setelah dirinya memimpin laga final tunggal putri di Olimpiade Tokyo 2020. Tak akan ada yang menyangka, proses dipilihnya ia menjadi wasit di Olimpiade Tokyo 2020 telah melalui banyak hal. Seperti seleksi administrasi, kemampuan sampai pengalaman.
"Proses saya jadi wasit di Olimpiade kemarin itu bukan main panjangnya. Seleksi wasit itu sudah dimulai sejak dua tahun ke belakang. Pasti ada ribuah wasit yang diseleksi," katanya, tempo hari.
Lebih jauh ia bercerita, mendekati waktu keberangkatan ke Jepang, Yana, sapaan akrabnya, harus menjalani tes usap rutin agar dirinya bisa berangkat ke ajang olahraga tertinggi dunia itu. "Saya itu sampai swab tes tujuh kali waktu mau berangkat, satu kali saja positif saya betul-betul tidak bisa terbang ke Tokyo," tegasnya.
Syarat tersebut merupakan salah satu permintaan penyelenggara supaya memastikan wasit yang akan menjadi pengadil lapangan di sana, benar-benar negatif Covid-19. Namun, sejatinya syarat tes usap itu hanya lima kali, naik menjadi tujuh kali karena Indonesia menjadi salah satu negara episentrum Covid-19.
"Level pemeriksaannya untuk saya juga ikut naik," jelas pria yang juga guru di SMP 4 Patuk itu.
Kendala
Sisa waktu Yana menjadi wasit di ajang internasional tidak lama lagi, hanya sekitar satu tahun ke depan, ia akan masuk waktu pensiunya sebagai wasit. Namun pengalamannya di bidang itu sudah ia lalui berpuluh tahun ke belakang.
Tercatat, sebanyak 78 kejuaraan internasional dan nasional sudah ia pimpin dengan baik. Kini saatnya Yana mencari pengganti untuk tetap mengibarkan bendera merah putih di setiap ajang internasional.
Sayangnya, ekspektasi itu harus sedikit terkendala karena sulitnya mencari pengganti yang ideal dan memenuhi kriteria wasit dunia. "Sulit memang mencari regenerasi wasit di Indonesia, selain tahu aturan main dan sertifikat, mereka juga harus mahir bahasa Inggris. Rata-rata kendala dari wasit-wasit sekarang adalah bahasa Inggris," katanya menjelaskan.
Pada Olimpiade Tokyo 2020 lalu, tercatat hanya dua orang wasit asal Indonesia yang memimpin laga di cabang olahraga bulu tangkis. Ialah Qomarul Lailah, perempuan asal Surabaya yang menjadi rekan Yana di Olimpade Tokyo 2020.
Selain nama itu, wasit badminton di Indonesia belum memenuhi syarat untuk mendapat sertifikat BWF. Pasalnya untuk mendapat sertifikat itu perlu melewati proses yang sulit.
"Tidak mudah juga mendapat sertifikat BWF dan menjadi wasit di Olimpiade itu, orang Inggris kurang apa coba bahasa Inggrisnya, tapi tidak semua wasit berasal dari Inggris," jelas pria asal Godean, Sleman itu.
Hal itulah yang kemudian membuat Yana kesulitan mencari regenerasi wasit Indonesia yang bisa menuju panggung internasional. Selebihnya, Yana mengungkapkan di DIY ia belum menemukan wasit yang potensial untuk mendapat kesempatan yang sama dengan dirinya.
Saat ini, Yana masih mempersiapkan diri untuk menjadi wasit di kejuaraan internasional yang diselenggarakan di Bali.
Disambut
Beberapa hari lalu, Yana baru saja datang ke Yogyakarta selepas karantina selama delapan hari di Ibu Kota Jakarta. Yana yang baru pulang ke rumah kini dipadati dengan serangkaian penyambutan dari berbagai pihak yang mengenalnya.