Tak Ada Rp 5 Juta, Pemakaman Tukang Becak Positif Covid-19 di Kota Yogyakarta Terkendala Biaya

Tukang becak bernama Bilal (84) yang ditemukan meninggal di becaknya dalam posisi meringkuk, ternyata positif Covid-19. Tak hanya sampai di sana,

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Dok Polsek Kraton
Almarhum Bilal (84) ditemukan meninggal di becaknya, Senin (19/7/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tukang becak bernama Bilal (84) yang ditemukan meninggal di becaknya dalam posisi meringkuk, ternyata positif Covid-19.

Tak hanya sampai di sana, cerita pilunya pun berlanjut ketika jenazah Bilal tak dapat segera dikebumikan karena terkendala biaya.

Lurah Patehan, Handani BS menjelaskan bahwa status almarhum Bilal yang terjangkit Covid-19 membuat petugas kepolisian yang hadir sejak petang harus menunggu petugas dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan BPBD Kota Yogyakarta.

Evakuasi harus sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Baca juga: UPDATE Covid-19 DI Yogyakarta 24 Juli 2021: Tambah 1.628 Kasus, 87 Pasien Dilaporkan Meninggal

“Positif, dibawa ke RSUD Kota Yogyakarta. Setelah itu, kami informasi ke keluarga jika almarhum sudah ada di RSUD,” tambah Handani lagi.

Permasalahan tidak selesai sampai di sini. Ahli waris satu-satunya itu tidak memiliki biaya memakamkan jenazah yang mencapai Rp 5 juta.

Almarhum Bilal (84) ditemukan meninggal di becaknya, Senin (19/7/2021)
Almarhum Bilal (84) ditemukan meninggal di becaknya, Senin (19/7/2021) (Dok Polsek Kraton)

Jenazah Bilal masih ada di RSUD Kota Yogyakarta hingga tiga hari kemudian, Rabu (21/7/2021).

Mau tidak mau, sebagai Lurah, Handani harus menyelesaikan masalah ini.

“Saya inisiatif ke Bantul. Waktu itu sama Aiptu Sunaryanto, Panit I Binmas Polsek Kraton. Kami kesana murni mendorong keluarga untuk segera menyelesaikan administrasi di RS. Apalagi, jenazah pasien positif,” ucapnya.

Birokrasi bertumpuk dan berlarut-larut membuat Handani bingung. Di satu sisi, ahli waris tak mau membayar dan tidak mau mengurus berkas penyerahan apabila memang tidak mampu untuk memakamkan jenazah.

Di sisi lain, biaya bedah bumi tidak bisa ditanggung Dinas Sosial Kota Yogyakarta lantaran almarhum masih ada KTP dan memiliki ahli waris.

“Mau bagaimana lagi, ada aturan dan prosedur seperti itu,” katanya.

Atas nama kemanusiaan, Handani merelakan uang Rp 5 Juta dari kantong pribadinya untuk memakamkan Bilal.

Untuk biaya pemulasaraan Covid-19 masih menjadi tanggung jawab pemerintah. Sehingga, Handani tidak membayar ke RSUD Kota Yogyakarta.

Dia tidak tega Bilal sudah berada tiga hari di RS dan tidak bisa dikebumikan apabila tidak ada biaya yang dibayarkan.

Keluarga pun tidak mau menerima apabila Bilal dimakamkan di Sewon, tempat sang anak tinggal.

Entah apa permasalahan dan mengapa hubungan mereka tidak harmonis, hanya Bilal dan sang anak yang tahu.

Baca juga: Tak Mampu Berobat, Penarik Becak yang Positif Covid-19 di Kota Yogyakarta Ini Meninggal di Becaknya

“Kami cari pemakaman yang mudah, murah dan cepat. Akhirnya dapat di Karanganyar, Mergangsan. Di sana bersedia dengan biaya Rp 5 Juta. Ya sudah saya iyakan saja. Sudah tiga hari,” jelasnya.

Jasad Bilal pun akhirnya dikebumikan hari Kamis (22/7/2021) pukul 02.00 WIB oleh Tim Kubur Cepat (TKC) BPBD Kota Yogyakarta.

“Saya harap, kami semua bisa lebih baik melayani masyarakat. Semoga Pak Bilal bisa diterima di sisi-Nya. Amin,” tandas Handani.

Awal Diketahui Meninggal

Kisah pilu kematian akibat Covid-19 terus terdengar. Hampir setiap hari, di rumah ibadah terdekat, pasti ada saja pengumuman kematian warga.

Salah satu cerita yang menyayat hati adalah kematian seorang penarik becak bernama Bilal berusia 84 tahun.

Sebatang kara dia meninggal di atas becaknya yang diparkir di Jalan Magangan Kulon di Kalurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7/2021) lalu.

Dia mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 18.15 WIB dan dilaporkan kepada RT serta Babinkamtibmas Polsek Kraton agar dilakukan uji swab antigen post mortem pada almarhum.

Bilal ternyata terindikasi mengidap Covid-19. Nyawanya tidak tertolong karena tidak ada yang tahu bahwa dirinya adalah pasien positif Covid-19.

Sehari-hari, Bilal bekerja sebagai tukang becak. Hidupnya dia habiskan di becak berwarna merah itu.

Entah berapa uang yang ia dapatkan setiap hari, namun di akhir menjelang hayatnya, Bilal tak sanggup untuk berobat.

“Jadi, almarhum ini diketahui sudah sakit di atas becak beberapa hari sebelumnya. Warga sudah berinisiatif memberikan makan, merawat sebisanya,” ungkap Lurah Patehan, Handani BS kepada Tribun Jogja, Sabtu (24/7/2021).

Bagi masyarakat Patehan, Bilal sudah seperti keluarga sendiri. Dia menarik becak hampir selama 50 tahun dan mangkal di daerah Magangan Kulon itu.

Almarhum Bilal meninggal dalam sunyi. Sang anak semata wayang tidak menengoknya karena masalah keluarga dan hubungan yang tidak baik.

Anak tunggal Bilal itu tidak tinggal di Patehan, melainkan di Sewon, Bantul.

Kematiannya justru ditemui oleh seorang warga bernama Dimas (18). Pelajar itu menemukan Bilal meringkuk di becak dengan mata tertutup dan tidak bergerak.

Baca juga: Bupati Sleman Mengapresiasi yang Antusias Ikuti Vaksinasi Covid-19 di Tebing Breksi

Ketika dipegang, Bilal seperti tidak ada tanda kehidupan, apalagi bereaksi. Dimas pun segera memberi tahu Ketua RT tentang kejadian tersebut.

Kemudian, Suryantoro (48) yang menjadi saksi kedua tidak menampik Bilal memang sudah sakit-sakitan sejak beberapa hari lalu.

Terakhir dia menengok Bilal sekitar pukul 14.30 WIB di hari yang sama.

Saat itu, nafasnya tersengal-sengal, memungkinkan ada yang salah dengan paru-parunya.

“Para warga ini sudah menghubungi putri almarhum. Namun, dia tak kunjung datang juga,” beber Handani.

Bilal memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Patehan, Kraton, Yogyakarta. Akan tetapi, dia tidak memiliki rumah tinggal di wilayah tersebut. (ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved