Warta Parlemen
Komisi B DPRD DIY Dorong Pemanfaatan Danais untuk Pembangunan Kawasan Industri di DIY
Pemda DIY dapat memanfaatkan potensi anggaran yang berasal dari Dana Keistimewaan (Danais) untuk mewujudkan pembangunan kawasan industri
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2019 mengenai Rencana Pembangunan Industri Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039 merupakan Perda yang diinisiasi oleh Komisi B DPRD DIY.
Peraturan tersebut menjadi pedoman bagi Pemda DIY maupun instansi terkait dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan Industri, menyusun Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK), serta menjadi pedoman bagi pelaku Industri dan masyarakat dalam membangun kawasan industri.
Namun, menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY, R.B. Dwi Wahyu, implementasi Perda tersebut belum berjalan secara optimal.
Padahal Pemda DIY dapat memanfaatkan potensi anggaran yang berasal dari Dana Keistimewaan (Danais) untuk mewujudkan pembangunan kawasan industri.
"Walaupun Perda ini sudah ada, saya belum melihat geliatnya pembangunan industri ini di DIY," terangnya dalam acara Ngobrol Parlemen yang disiarkan melalui Kanal YouTube Tribun Jogja, Selasa (22/6/2021).
Salah satu tujuan dirancangnya Perda tersebut adalah mencipatakan kawasan industri, terutama pada sektor pariwisata.
Misalnya kawasan industri khusus produk pangan, sandang, craft, maupun kerajinan logam.
Harapannya, sesuai dengan target Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPARDA), pada tahun 2025 DIY telah memiliki kualitas wisata terbaik se-Asia Tenggara.
"Kita akan mengandalkan industri sebagai salah satu menu pariwisata. Perda ini mengisyaratkan pada pelaku ekonomi untuk membuat sebuah kawasan dan menurut saya tidak lepas dari persepektif pariwisata," jelasnya.
Dwi melanjutkan, dalam pengembangan kawasan industri, Pemda DIY sebetulnya dapat memanfaatkan Danais.
Untuk tahun ini saja, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran Danais sebesar Rp1,3 triliun kepada Pemda DIY.
Danais seharusnya tidak hanya digunakan untuk membiayai kegiatan kebudayaan dalam wujud atraksi dan pentas seni semata.
Melainkan juga dimanfaatkan untuk seluruh jenis kegiatan kebudayaan termasuk pengembangan kawasan industri berbasis budaya.
"Danais itu kalau bicara di ruang kebudayaan tidak hanya untuk atraksi di atas panggung. Kebudayaan kan orang melihat hanya begitu. Tapi harus membiayai seluruh hal yang berkaitan dengan kebudayaan harusnya bisa didanai dengan Danais," paparnya.
Lebih jauh, Dwi juga menganggap bahwa sebagian besar kawasan industri di DIY tidak memiliki rumah produksinya masing-masing.
Hal ini menjadi kelemahan DIY dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Padahal, wilayah ini memiliki beragam potensi indsutri yang bisa dioptimalkan.
"Kelemahan kita adalah kita tidak punya rumah produksi. Bakpia Pathok misalnya, sudah ada kawasan tapi rumah produksinya seperti apa? Kita rumah produksinya tidak ada," terangnya.
Dwi melanjutkan, DIY juga memiliki potensi industri logam. Misalnya sebagai produsen gamelan. Sebab, permintaan alat musik gamelan di wilayah ini tergolong tinggi.
Namun pengrajin lokal selalu kalah lelang ketika upaya pengadaan barang dilakukan.
"Kita punya kebutuhan gamelan banyak tapi tidak bahkan jarang sekali kalau lelang pengrajin DIY hanya menjadi penonton karena kalah dengan persyaratan," ucapnya.
"Ini jadi kelemahan kita. Jangan sampai ketika pengrajin kalah bersaing kalah persyaratan. Pemerintah jangan sampai tidak turun tangan mengambil satu kebijakan bagaimana memfasilitasi supaya punya rumah produksi," tambahnya.
Lebih jauh, Dwi pun berharap akan adanya kawasan industri yang pengembangannya disokong memanfaatkan Danais. Baik dari proses di hulu hingga hilir kawasan industri.
"Terlebih dana APBD drop karena Covid. Banyak recofusing di mana-mana. Sehingga Danais seharusnya bisa dimanfaatkan," jelasnya.
Kepala Sub Bidang Pertanahan Paniradya Kaistimewan, Pangky Arbindarta Kusuma mengaku akan melakukan pencermatan terkait usulan Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY tersebut.
"Perlu kita cermati lagi, semoga kita lebih punya prencanaan yang lebih matang untuk mengoptimalkan fasilitasi kegiatan dengan Danais untuk mengoptimalkan potensi industri di DIY," jelasnya.
Dalam UU Keistimewaan dijelaskan bahwa Danais digunakan untuk membiayai empat urusan. Meliputi kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Pada prinsipnya, Danais ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat DIY.
Pengembangan kawasan industri juga menjadi salah satu opsi untuk mencapai tujuan tersebut.
Adapun Danais sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam pengembangan industri kerajinan yang juga menjadi potensi unggulan DIY.
Seperti batik, cinderamata, sepatu, kerajinan tanah liat, serta kerajinan lain yang berciri khas Yogyakarta.
"Pembangunan kawasan industri apakah dapat didanai Danais ini akan jadi bagian yang akan kita proses. Namun perlu kajian agar semakin kuat. Industri mana saja yang Danais bisa masuk ke sana," paparnya.
Pangky mengakui, saat ini belum ada sentra kerajinan yang pengembangannya memanfaatkan Danais.
Namun, Danais telah dimanfaatkan untuk pengembangan program Desa Preneur yang diinisiasi oleh Dinas Koperasi dan UKM DIY.
Desa Preneur merupakan desa yang memiliki kemampuan untuk menumbuhkan unit-unit usaha skala desa, yang diusahakan oleh warga desa itu sendiri melalui penguatan pengetahuan dan keterampilan berwirausaha, peningkatan mutu produk/jasa, nilai tambah, dan daya saing dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian desa.
"Di dalamnya ada industri kreatif yang terus kita kembangkan. Itu masuk dalam desa mandiri budaya," jelasnya. (*)