Headline
Lockdown Itu Opsi Terakhir, Jalankan Prokes Sebuah Kewajiban
Gubernur Sultan HB X secara tegas mengatakan, jika situasi di wilayah DIY terus mengalami kenaikan dan sulit dikendalikan, lockdown adalah pilihan.
Penulis: Santo Ari | Editor: Agus Wahyu
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pilihan lockdown mengemuka setelah terjadi lonjakan kasus Covid-19 secara masif di DIY. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X secara tegas mengatakan, jika situasi Covid-19 di wilayah DIY terus mengalami kenaikan dan sulit dikendalikan, maka jalan satu-satunya adalah dengan melakukan lockdown atau karantina wilayah.
Terkait hal tersebut, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Ngarsa Dalem merupakan opsi yang dipilih ketika semua kebijakan yang digunakan untuk mengendalikan dan meredakan sebaran Covid-19 di wilayah DIY sudah tidak berjalan secara efektif lagi.
Heroe menilai bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka sebaran Covid-19.
Seperti sosialisasi dan penindakan agar masyarakat menjalankan protokol kesehatan Covid-19. "Ketika semua kebijakan yang digunakan untuk meredakan sebaran Covid-19 sudah tidak efektif lagi, maka menggunakan palugada akhir, yaitu lockdown,"ungkapnya, Sabtu (19/6/2021).
Terlebih saat ini Bed Occupancy Ratio (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 sudah mencapai 75 persen. "Ya kalo kasus terus meningkat dan kapasitas rumah sakit sudah semakin tidak mencukupi. Itulah (lockdown) yang bisa diambil," ujarnya.
Ketika segala upaya yang masih tidak optimal, kasus terus berkembang, dan pelaksanaan prokes masih diabaikan, maka wacana lockdown bisa menjadi warning (peringatan) keras bagi masyarakat. Ia menegaskan, prokes Covid-19 mutlak harus dilakukan oleh siapapun di manapun dan kapanpun. Diperlukan kesadaran dan kesungguhan massal untuk melaksanakan hal tersebut.
"Wacana lockdown Ngarsa Dalem, adalah warning keras bahwa kita harus menjalankan prokes secara serempak dan sungguh-sungguh. Kepada siapapun dan dimanapun. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk menghentikan sebaran Covid-19," tegas Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta ini.
Meningkatnya kasus Covid-19 bisa dilihat dari BOR untuk Kota Yogyakarta. Heroe mengatakan bahwa keterisian kamar ICU saat ini 85 persen, lalu kamar isolasi 69 persen sementara keterisian shelter sudah mencapai 84 persen, dan masih ada perbaikan 12 kamar yang rusak. Ketersediaan ruang memang masih tercukupi, meskipun sudah diambang batas yang mengkhawatirkan.
Menurutnya, peningkatan jumlah itu juga disebabkan karena Kota Yogyakarta memiliki banyak rumah sakit rujukan Covid-19 dibandingkan kota-kota lainnya. Kota Yogyakarta disebutnya memiliki delapan RS yang menjadi rawat inap bagi pasien Covid-19. Dengan kondisi tersebut, maka otomatis RS di Yogyakarta akan menanggung lonjakan pasien Covid-19 dari daerah sekitar. (nto)
Posko RT/RW Perlu Diaktifkan Lagi
Sebagai upaya menekan angka kasus Covid-19 diperlukan keterlibatan masyarakat di lingkup kecil untuk melakukan pemantauan agar protokol kesehatan dapat diterapkan dengan maksimal. Maka dari itu posko tingkat RT/RW pun harus diaktifkan.
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda DIY, Tri Saktiyana menjelaskan, Gubernur DIY dalam surat edarannya meminta bupati/walikota agar mendorong masyarakat dalam lingkup kecil dalam hal ini RT/RW untuk membentuk posko.
Namun Tri Saktiyana menekankan bahwa posko bukanlah hanya sekedar tempat untuk berkumpul atau melakukan pemantauan saja, namun yang terpenting adalah jaringan komunikasi, bukan tempatnya.
"Posko itu bukan tempatnya tapi yang penting adanya jaringan informasi dan komunikasi kerjasama serta koordinasi di lingkup RT," ungkapnya Sabtu (19/6).
Ia menilai, jika masyarakat hanya mengandalkan aparat petugas dan pemerintah tanpa kesadaran diri maka penanganan Covid-19 akan berjalan lambat. Masyarakat harus menjadi subjek, dan bisa menjadi satgas bagi diri sendiri dan keluarga.
"Jangan lengah, kita tahu masyarakat sudah lelah menghadapi pandemi ini, kalau lelah pasti lengah. Tapi bagaimanapun juga, kita tetap harus bisa menjadi satgas bagi diri sendiri dan keluarga agar pandemi ini bisa kendalikan dan berakhir," tandasnya.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi, mengatakan bahwa akan dilakukan pengetatan pada posko RT/RW untuk membatasi aktivitas warga yang berpotensi membuat kerumunan. Sejauh ini pemerintah sudah melakukan pembatasan kegiatan yang berpotensi menyebabkan kerumunan, termasuk pernikahan.
"Untuk pernikahan hanya 100-150 orang sesuai dengan kapasitas tempatnya. Untuk pertemuan maksimal 50 orang atau sesuai dengan kapasitas tempat. Dan direkomendasikan di luar ruangan. Selain itu juga dilakukan patroli di wilayah untuk pelaksanaan prokes di jalanan dan warung-warung makan serta tempat-tempat layanan umum," ungkapnya. (nto)
Selengkapnya baca Tribun Jogja edisi Minggu 20 Juni 2021 halaman 03.