Kisah Inspiratif
Pertahankan Cara Tradisional, Mie Lethek Cap Garuda Tetap Diproduksi dengan Tenaga Sapi
Pemilik pabrik mempertahankan cara tradisional ini agar rasa yang dihasilkan tetap terjaga keasliannya.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
"Karena kami bekerja dengan sistem sosial, kadang kita libur tergantung oleh tenaga kerja. Kadang produksi seminggu 3 kali, bahkan seminggu sekali. Selain itu ini juga bergantung pada cuaca. Tapi rata-rata per minggu kita bisa buat 1,5 sampai 2 ton," ungkapnya.
Mie Lethek Cap Garuda dijual di pasar-pasar tradisional seharga Rp 90 ribu per lima kilogram.
Feri mengungkapkan bahwa dirinya tidak menjual Mie Lethek Cap Garuda ke restoran-restoran.
"Kalau langsung ke restoran, itu akan menutup rejeki yang lain, kasihan yang konsumen pasar.
Tetangga kanan kiri juga banyak bekerja di pasar-pasar, mereka ambil sini, selain itu kita juga kirim langsung ke pasar," ungkapnya.
Baca juga: Serunya Festival Mie Lethek Lopati di Bantul
Namun demikian, selain dijual di pasar-pasar tradisional, dirinya juga menjual mi tersebut secara online.
Pembelinya berasal dari berbagai daerah seperti Bali, Kalimantan, Bandung, Surabaya dan paling banyak Jakarta.
"Mereka pesan lewat online karena keistimewaan mi lethek yang bagus untuk anak-anak autis sebagai pengganti tepung tergu, dan juga bagus untuk diet," terangnya.
Dengan sistem penjualan dengan online ini ia bisa bertahan saat pandemi COVID-19.
Feri mengatakan bahwa COVID-19 berdampak cukup besar dalam produksi mi lethek.
"Mau tidak mau tenaga kerja juga terkena secara psikis, tidak bisa bekerja maksimal. Termasuk di pasar-pasar juga berpengaruh, permintaan bisa turun 60 persen di awal pandemi. Kita bisa bertahan karena banyak jual di online. Saat ini memeng produksi sudah meningkat, tidak siginifikan, beda seperti sebelum pandemi," tutupnya.( Tribunjogja.com )