Buah Bibir

Alya Nur Fadhilah, Petik Banyak Pelajaran Hidup dari Menjadi Dokter Gigi

Menjadi seorang dokter gigi, rupanya tak sekadar profesi menyembuhkan pasien. Melainkan ada banyak pelajaran berharga tentang kehidupan dari setiap

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
zoom-inlihat foto Alya Nur Fadhilah, Petik Banyak Pelajaran Hidup dari Menjadi Dokter Gigi
Istimewa
Alya Nur Fadhilah

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menjadi seorang dokter gigi, rupanya tak sekadar profesi menyembuhkan pasien. Melainkan ada banyak pelajaran berharga tentang kehidupan dari setiap proses yang dijalani.

Hal itulah yang dirasakan Alya Nur Fadhilah. Alumnus Fakultas Kedokteran Gigi UGM ini mengaku mendapatkan pelajaran berharga justru saat masih menjalani kuliah, utamanya saat melakukan koas.

Saat sebelum kuliah, sama seperti sebagian besar, ia sempat berpikir untuk apa kuliah lama-lama hanya mempelajari gigi. Bahkan, banyak yang lebih lama daripada dokter umum karena banyak kendala saat koas.

Baca juga: Sepijak Rilis Single Bertahan, Pesan Mendalam Untuk yang Sedang Berjuang Hadapi Ujian Hidup

Namun, setelah terjun dan mempelajarinya, Alya mengaku sering dibuat terkagum-kagum. "Ilmu yang dianggap kecil/sederhana ternyata serumit itu. Sakit gigi ternyata enggak se-simple itu. Perawatan gigi ternyata enggak stagnan, tetapi teknologi alat dan bahan selalu berkembang," tuturnya.

"Dan ternyata enggak hanya mengurusi medis pergigian saja, tetapi juga soal teknik dan artistik. Kita butuh seni untuk aesthetic dentistry dan kita butuh teknik yang berkaitan dengan penggunaan alat dan bahan. Jadi maknanya, kita jadi bisa menghargai ilmu yang mahal ini," sambung dara kelahiran Surakarta, 22 April 1996 ini.

Menurut Alya, profesi dokter gigi pun ternyata sangat fleksibel. Jam kerja bisa diatur, jadwal praktik bisa memilih, dan  tidak membawa tugas ke rumah.

"Ini sangat penting buat perempuan yang multiperan menjadi istri, ibu, aktivis, mahasiswa residen/pascasarjana, dan lain-lain," ungkap dokter yang kini berpraktik di Klinik Kanina Cabang Tajem, Maguwoharjo, Sleman dan Klinik Pratama Satria Gadingan, Jalan Kaliurang km 10,9 Gadingan, Sinduharjo, Sleman ini.

Selama pandemi, tantangan menjadi dokter gigi tentu semakin berat. Di awal-awal pandemi Alya sempat merasakan ketakutan.

Saat semua orang diminta memakai masker demi menjaga penyebaran virus via aerosol, saat perawatan ke dokter gigi justru menghasilkan aerosol. Sehingga, dokter gigi termasuk profesi yang paling berisiko tertular Covid-19 karena praktik.

"Kostum yang sangat panas. Harus pakai hazmat, gown disposable, sepatu boot, masker KN95, masker bedah, face shield. Kadang saking panasnya sampai memengaruhi kerja ke pasien juga, enggak fokus karena badan sudah basah kuyup keringat," beber Alya.

Selain itu, dokter gigi juga berisiko mengalami sakit tertentu. Seperti, low back pain dan carpal tunnel syndrome (CTS) di usia muda sekali pun. Alya pun sempat mengalami CTS selama sebulan. "Jadi fisik memang harus dijaga dari posisi ergonomis saat mengerjakan pasien," imbuhnya.

Baca juga: Bajaj Pulsar 180 DTSi Berubah Tampilan, Makin Gahar Usung Modifikasi Vintage Scrambler

Selain menjalani profesinya, sebagai seorang istri dan calon ibu, Alya menganggap pekerjaan dokter gigi hanya sebagai part time job.

"Prinsip utama buat saya, selama tidak mengganggu peran/tugas utama di rumah, aktivitas di luar (misal bekerja) itu wajib, sesuai niat masing-masing. Kalau saya meniatkan itu untuk mengamalkan ilmu, upgrade skill, aktualisasi diri (demi mendapat energi positif dari luar). Makanya syarat utamanya adalah porsi yang cukup dan lingkungan kerja yang baik," tutur Alya. (uti) 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved