Yogyakarta

Selama 2020, Bapas Yogyakarta Catat 185 Anak di Bawah Umur Terlibat Kasus Hukum

Selama 2020, Bapas Yogyakarta Catat 185 Anak di Bawah Umur Terlibat Kasus Hukum

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
dok.istimewa
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jumlah pelaku kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur cukup memprihatinkan untuk saat ini, khususnya di kota pelajar Yogyakarta.

Berdasarkan data Balai Pemasyarakatan (Bapas) Yogyakarta selaku pendamping dalam penyelesaian pidana yang menjerat anak di bawah umur mencatat, sedikitnya ada 185 anak dalam lingkaran kriminal pada 2020 lalu.

Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Yogyakarta Farid E Susanto mengatakan, jumlah tersebut berasal dari Kabupaten Sleman, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta.

"Karena wilayah kerja kami hanya di tiga Kabupaten/Kota itu. Totalnya ada 185 perkara atau register yang masuk ke kami," katanya, kepada Tribun Jogja, Selasa (20/4/2021)

Ia menjelaskan, dari total perkara yang masuk tersebut, rinciannya 120 perkara telah diselesaikan di meja persidangan, sementara 65 sisanya berakhir dengan jalur diversi atau pengalihan penyelesaian persoalan pidana anak di luar peradilan.

Sedangkan pada tahun 2021 kali ini, dari Januari hingga April saat ini sudah ada 51 perkara yang masuk.

Rinciannya, 21 perkara masuk ke persidangan, sementara 38 sisanya menjalani proses diversi.

"Rata-rata setiap bulan dapat kami pastikan ada 20 sampai 30 perkara anak yang masuk dan butuh pendampingan dari kami," jelasnya.

Terbaru, pihak Bapas Yogyakarta diminta untuk mendampingi kasus penganiayaan yangi dilakukan oleh pelajar berinisial KR yang sempat viral di media sosial (medsos) beberapa hari yang lalu.

Dalam prosesnya, Bapas diminta untuk melakukan pendampingan hukum terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) seperti yang menimpa KR tersebut.

Para pendamping dari Bapas tersebut melakukan penelitian terkait latar belakang para pelaku kejahatan anak di bawah umur.

"Kami lakukan penelitian dulu, latar belakang dari pelaku kejahatan itu apa, lalu data-data itu kami rekomensasikan ke penyidik anak. Begitu bentuk pendampingan kami," tuturnya.

Selama ini, sebagian masyarakat beranggapan bahwa Bapas berperan penting dalam memutuskan penahanan terhadap pelaku anak di bawah umur.

Padahal, yang memutuskan penahanan pelaku tindak kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur tersebut adalah kepolisian dengan menyesuaikan undang-undang yang berlaku.

"Seperti kasus kemarin ini kan kami dihujat di medsos. Katanya kami ini lah, tidak memihak korban dan sebagainya. Padahal kami hanya berikan rekomendasi saja ke penyidik anak. Selanjutnya polisi yang menentukan," tegas Farid.

Ia melanjutkan, ada dua jalan yang dapat ditempuh dalam proses hukum yang menjerat anak di bawah umur.

Pertama diselesaikan dengan cara diversi, dan kedua terus melanjutkan proses peradilan hingga menjatuhkan hukuman penjara.

Semuanya itu tergantung berat atau tidaknya tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak.

"Mereka semua di bawah umur, antara 14 sampai 18 tahun. Ya ada dua cara yakni diversi atau peradilan anak," terang dia.

Baca juga: Penjelasan Lengkap Kapolsek Kotagede Soal Kasus Penganiayaan Remaja di Jalan Ngeksigondo

Penyebab Anak Berbuat Kriminal

Tidak dapat dipungkiri jika banyaknya anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum dipicu karena kurangnya komunikasi antara anak dengan orang tua.

Hal tersebut menurut Farid hanya salah satu faktor saja, karena penyebab kedua seorang anak nekat bertindak kriminal yakni karena pergaulan yang tidak adanya pengawasan.

Ketiga, anak merasa tertekan dengan suatu hal, kemudian melampiaskan diri dengan berbuat kriminal

Keempat, seorang anak berbuat tindakan kriminal dapat dipicu lantaran ia merupakan korban broken home dari kedua orang tuanya.

"Secara garis besar ya mereka tidak ada pengawasan dari orang tua, terus mereka adalah korban broken home," terang Farid.

Dari tiga wilayah Kabupaten/Kota yang termasuk ke dalam pengawasannya itu, menurut Farid anak-anak di perkotaan cenderung lebih mudah untuk berbuat tindak kejahatan.

Alasannya, wilayah perkotaan jauh lebih kompleks dalam segi penunjang misalnya tempat berkumpul masing-masing anak dan hal lainnya.

Sementara bentuk kejahatan yang sering dilakukan para anak-anak di bawah umur tersebut, lanjut Farid, biasanya adalah tindak kejahatan penganiayaan, pengeroyokan, hingga aksi-aksi kejahatan yang dapat melukai korbannya.

Menurutnya, peran orang tua sangat diperlukan karena pengawasan yang lebih mendalam terhadap anak hanya bisa dilakukan oleh orang tua.

"Ajak lah komunikasi terus, jika keluar rumah selalu dipantau. Supaya tidak terjerumus pada aksi-aksi kriminal," paparnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved