Wawancara Eksklusif
Yayasan Beringharjo Inisiatif Indonesia, Ajak Pedagang Pasar Naik Kelas dengan Digitalisasi
Mereka bisa tidak hanya membidik pasar lokal, tapi juga mancanegara. Untuk itu, Yayasan Beringharjo Inisiatif Indonesia didirikan.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM - Semakin ke sini, proses jual beli banyak yang melibatkan teknologi. Konsumen bisa saja tidak datang ke tempat penjual untuk mendapatkan barangnya.
Hanya dengan beberapa ketukan di gawai pintar, pembeli tinggal menunggu barang datang di rumah dan tidak perlu repot beranjak menuju tempat jualan.
Dengan begitu, kesempatan penjual untuk membuka pasar di daerah lain semakin besar.
Mereka bisa tidak hanya membidik pasar lokal, tapi juga mancanegara. Untuk itu, Yayasan Beringharjo Inisiatif Indonesia didirikan.
Baca juga: Sebanyak 200 Calon Jemaah Haji di Bantul Mulai Jalani Vaksinasi Covid-19 Hari Ini
Yayasan non-profit ini berupaya untuk mengedukasi penjual di pasar mengenai penggunaan teknologi maju yang bisa dimanfaatkan untuk menambah pendapatan.
Mereka mengajak dan mendampingi para pedagang di Pasar Beringharjo bisa naik kelas dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Bisa dibilang, yayasan itu adalah jembatan pedagang untuk belajar lebih banyak mengenai digitalisasi.
Para penjual diajarkan banyak hal oleh yayasan ini, termasuk bagaimana sistem penjualan daring yang menjadi primadona di zaman kiwari.
Tribun Jogja mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif Ketua Yayasan Beringharjo Inisiatif Indonesia, Zaki Sierrad, Selasa (6/4/2021). Berikut hasil wawancaranya.
Apa tujuan pendirian Yayasan Beringharjo Inisiatif Indonesia?
Kami ingin merespons perubahan teknologi. Digitalisasi ini kan sudah masuk di semua lini.
Maka, perlu ada pendampingan untuk para pedagang di pasar, khususnya di Pasar Beringharjo agar mereka paham menggunakan teknologi.
Apa saja yang diajarkan yayasan kepada pedagang di Pasar Beringharjo?
Untuk mengatasi jurang pengetahuan digital pada para pedagang, yayasan berupaya untuk mendirikan sekolah yang bernama Semar School.
Semar School ini bukan sekolah formal, tapi non formal. Kami memberikan pengetahuan praktis kepada para pedagang untuk menghadapi lingkungan bisnis daring.
Yang kami yakini, lingkungan bisnis ini kan akan jadi keniscayaan di masa yang akan datang.
Maka, kami merekrut relawan untuk membantu para pedagang di pasar menjual barang dagangannya secara daring.
Relawan itu akan mendata produk, melakukan kurasi, foto produk dan desain grafis.
Mereka juga mendesain produknya, kemasannya, membantu pemahaman tentang digital marketing dan manajemen rantai pasok.
Dari sini, harapannya kan pedagang punya jejaring online yang kuat.
Bagaimana progres edukasi tersebut?
Kalau ditanya progres, kami ini hitungannya relawan yang baru satu tahun berdiri. Modal kami hanya percaya diri saja, cuma itu.
Namun, saya melihat bahwa ada cukup banyak pedagang di Pasar Beringharjo yang mulai mengemas produk mereka dengan baik dan memasarkannya di media sosial.
Medianya masih milik mereka sendiri, seperti Instagram dan Facebook. Sedikit-sedikit mereka pede, karena memang paling sulit adalah mengubah sudut pandang.
Sampai tahun 2021 ini, kami juga berprinsip apapun harus jalan dulu. Banyak rencana kalau tidak dijalankan kan buat apa
Bagaimana dengan respons pembeli?
Pembeli ini jadi salah satu hal krusial ya dalam hal transaksi. Ada pedagang tidak ada pembeli sama saja.
Ada pedagang maju, pembelinya tidak kan juga sama saja. Lantas bagaimana itu?
Kami mulai menciptakan pasar-pasar ke institusi yang memang punya dana untuk membeli produk UMKM, seperti pemerintah, bank, Bank Indonesia.
Mereka merespons dengan baik usaha kami dan sering bekerjasama.
Berapa banyak pedagang di Pasar Beringharjo yang diedukasi?
Kami baru mengedukasi 100 pedagang di Pasar Beringharjo. Itu masih sedikit dibandingkan 5000 pedagang yang ada.
Bayangkan, banyak sekali pedagang potensial di pasar.
Baru di lantai satu sebelah barat yang melek digital. Mereka kebanyakan adalah pedagang pakaian.
Kami masih mendampingi pedagang di lorong timur, lantai satu, dua dan tiga.
Jadi, kami akan mengedukasi mereka agar mampu masuk ke ranah digital dan ikut berjualan secara daring.
Bagaimana yayasan mengedukasi pedagang yang sudah lansia?
Ini memang menjadi salah satu tantangan kami ya karena betul-betul tidak mudah.
Cara kami adalah berupaya untuk membangun komunikasi dengan anak-anak mereka.
Kami masuk ke grup WhatsApp dan berupaya untuk mengajarkan pedagang lansia dari situ.
Perlahan-lahan, nanti pasti bisa.
Apakah yayasan sudah memiliki dasar hukum?
Awalnya, kami belum kepikiran untuk menjadikan ini resmi berbadan hukum ya. Akan tetapi, akhirnya di bulan Agustus 2020, kami tanda tangan ke notaris.
Jadi, kami ini yayasan dengan akta notaris resmi, terdaftar di Kemenkumham.
Baca juga: Penyerangan dengan Sajam di Playen Gunungkidul Disebut Sebagai Upaya Balas Dendam
Apa resolusi tahun 2021 dari yayasan ini?
Kami ingin menginisiasi magang tenaga digital agar semakin banyak orang membantu pedagang pasar untuk naik kelas.
Sekarang, agak sulit untuk merekrut relawan lantaran pandemi kan punya kesibukan masing-masing juga.
Mereka banyak yang keluar masuk.
Kami juga mulai menggarap digitalisasi Pasar Prawirotaman yang masih jadi pasar di area pariwisata.
Harapannya ya pedagang pasar di DI Yogyakarta bisa memasuki ranah digital, meski perlahan-lahan. Yang penting jalan dulu kan.
Terus, kami juga sudah menyampaikan rencana ke bapak Walikota ingin menciptakan proses pengantaran lokal.
Jadi, para pedagang di pasar itu bisa memanfaatkan jasa pengantaran.
Pengantarnya nanti menggunakan motor listrik produksi dari Wika.
Pokoknya, kami terus upayakan hal-hal yang belum terwujud.
Bersyukur, sekarang kami dibantu Bank Indonesia dan pemerintah. (ard)