Dibayar di Bawah UMK, Tendik Honorer di Sleman Berharap Bisa Diangkat PPPK 

Nasib Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kriteria (GTKHNK) berusia di atas 35 tahun di Sleman masih jauh dari kata sejahtera.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Ahmad Syarifudin
Ketua GTKHNK35+ Muhammad Saeful Anam 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Nasib Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kriteria (GTKHNK) berusia di atas 35 tahun di Sleman masih jauh dari kata sejahtera.

Meski sudah mengabdi belasan tahun, mereka dibayar di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).

Mereka berharap Pemerintah memikirkan nasibnya dengan diikutkan dalam rekruitmen dan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Ketua GTKHNK, Muhammad Saeful Anam mengungkapkan, pihaknya sudah bertemu dengan Bupati Sleman, pada Kamis (25/3/2021).

Dalam pertemuan tersebut, Ia berharap Pemkab Sleman dapat memberikan ketetapan hukum sekaligus mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar memikirkan nasib guru dan tenaga kependidikan honorer.

Baca juga: Saluran Khusus, Diskominfo Gunungkidul Nyatakan Warga Bisa Sampaikan Kritik dengan Leluasa

Menurut dia, alokasi satu juta formasi yang dibuka oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2021, capaiannya masih 50 persen. 

"Itu pun diregulasi yang diusulkan masih sebatas guru, belum tenaga kependidikan, seperti TU (tata usaha)," katanya. 

Padahal antara guru dan TU menurutnya satu kesatuan. Sebab, banyak juga tenaga kependidikan honorer yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun dan memiliki peran yang sama dengan guru, dalam mendukung kelancaran pendidikan dan administrasi di sekolah.

Karena itu, apabila nantinya dari Pemerintah Pusat akhirnya mengeluarkan regulasi berupa Keppres, pihaknya meminta kepada Pemerintah Kabupaten supaya data honorer di Sleman aman. Jumlahnya 1.593 orang. 

"Kami tidak ingin regulasi dari pusat sudah turun, kemudian di daerah ada susupan-susupan. Itu yang kami minta kan kepada Bupati," kata Anam, honorer yang mengaku sudah mengabdi selama 10 tahun. 

Tendik SDN Turi 3, Yuda Sutawa berharap, ada penghargaan dari pemerintah kepada guru dan tenaga kependidikan honorer.

Sebab, pengabdian selama belasan tahun sudah tidak diragukan lagi. Selama ini, Ia bersama dengan teman-temannya mengaku terus berjuang. 

"Perjuangan kami sudah mengerucut sampai terbentuknya Panja di Komisi X DPR RI. Kami juga akan mendapatkan dukungan resmi dari DPD RI, yang akan membentuk pansus untuk membahas penyelesaian nasib guru dan tenaga kependidikan honorer di sekolah negeri," kata dia. 

Regulasi pembukaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) selama ini disyaratkan maksimal usia 35 tahun.

Sementara guru dan tenaga kependidikan honorer yang sudah mengabdi belasan tahun berusia diatas 35 tahun.

Alhasil, apabila ingin mengikuti rekruitmen CPNS umum maka terganjal usia. Atas pertimbangan itu, Yuda berharap, jika pemerintah membuka rekrutmen PPPK maka guru dan tendik yang berusia diatas 35 tahun supaya dapat diangkat secara auto. 

Baca juga: Perbaiki Layanan, Diskominfo Gunungkidul Respon Aduan Masyarakat Lebih Cepat

"Seleksinya hanya adminitratif, tidak secara umum. Sebab, masa pengabdian kami yang cukup panjang menjadi pengalaman atau poin. Kami harap, pemerintah bisa memproritaskan keberadaan kami," tuturnya. 

Yuda mengungkapkan, soal pendapatan selama ini masih jauh dari sejahtera. Ia sudah mengabdi selama 14 tahun.

Upah yang didapat mulai dari Rp 200 ribu, sampai sekarang mendekati angka Rp 1 juta. Meksipun sudah ditambah bantuan dari Kabupaten, tetap masih dibawah UMK. 

"Dikatakan gaji tidak bisa. Hanya honorarium," ungkap Yuda.

Karenanya, Ia menginginkan ada regulasi yang mengatur untuk memproritaskan rekruitmen pegawai pemerintah bagi guru maupun tendik yang sudah mengabdi panjang dengan pertimbangan masa kerja dan prestasi. (Rif)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved