Kelompok KKB Papua Gunakan Cara Licik Ini untuk Melawan TNI-Polri
Tiga sayap gerakan ini memanfaatkan medsos untuk saling berkomunikasi, merencanakan aksi dan menyebarkan berita bohong
TRIBUNJOGJA.COM - Kepala Penerangan Kogabwilhan III, Kolonel Gusti Nyoman Suriastawa, mengungkap kekuatan dan cara kelompok Organisasi Papua Merdeka atau OPM melakukan perlawanan terhadap TNI-Polri.
Menurut dia, terdapat banyak faksi di lingkup internal OPM.
Mereka pun saling berebut kepentingan. Namun demikian, secara garis besar ada tiga sayap gerakan di tubuh OPM.
Ketiga sayap gerakan tersebut, kata Suriastawa, di antaranya yakni sayap politik, klandestin, dan bersenjata.
Sayap yang disebut terakhir adalah kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang selama ini melakukan teror terhadap warga dan serangan kepada TNI-Polri.
"Di internal mereka terdapat banyak faksi dan saling berebut kepentingan," kata Suriastawa melalui keterangan resminya pada Senin (8/3/2021).

"Namun secara garis besar kelompok yang menamakan dirinya OPM ini terdiri dari 3 sayap gerakan, yaitu sayap politik, klandestin dan bersenjata."
Suriastawa melanjutkan, ketiga sayap gerakan tersebut memanfaatkan media sosial atau medsos untuk saling berkomunikasi.
Biasanya, ketiga sayap gerakan OPM tersebut berkomunikasi untuk merencanakan aksi. Selain itu, juga menyebarkan berita bohong.
Hal itu dilakukan untuk membentuk opini publik, sehingga membuat citra buruk tentang pemerintahan Indonesia, termasuk TNI-Polri terkait persoalan Papua.
"Tiga sayap gerakan ini memanfaatkan medsos untuk saling berkomunikasi, merencanakan aksi dan menyebarkan berita bohong," ucap Suriastawa.
"Membentuk opini buruk memang cara mereka untuk menyudutkan pemerintah Indonesia (termasuk TNI/Polri) terkait masalah Papua melalui berbagai platform medsos."
Dalam praktiknya, Suriastawa menjelaskan, grup mereka di medsos sering memberitakan bahwa mereka berhasil menembak mati puluhan TNI-Polri.
Termasuk menyebutkan waktu dan tempat kejadian dalam menyebarkan informasinya. Ini dilakukan agar seolah-olah aksi yang mereka lakukan benar-benar terjadi.

"Mereka di medsos sering memberitakan berhasil menembak mati puluhan TNI/Polri dengan menyebut waktu dan tempat tertentu agar seolah-olah benar terjadi, padahal berita tersebut bohong," ujarnya.