Kriminolog UGM Khawatir Remaja di DI Yogyakarta Terlibat Kejahatan Jalanan Karena Diperalat Oknum
Fenomena kejahatan jalanan yang dilakukan oleh geng remaja bersenjata di Kota Yogyakarta memang bukan sebuah jenis kejahatan baru.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Fenomena kejahatan jalanan yang dilakukan oleh geng remaja bersenjata di Kota Yogyakarta memang bukan sebuah jenis kejahatan baru.
Namun demikian, perkembangan yang terjadi rombongan geng remaja yang kebanyakan diisi para pelajar itu semakin nekat dalam beraksi.
Tak jarang aksi pengeroyokan yang dilakukan sejumlah kelompok remaja itu melukai seseorang hingga berujung pada hilangnya nyawa.
Lalu, apa sebenarnya yang mempengaruhi pikiran remaja tersebut sampai tega melakukan aksi keji yang demikian itu?
Baca juga: UPDATE Data Baru COVID-19 Sore Ini: Bertambah 5.826, Jumlah Total Kasus Jadi 1.379.662 Orang
Kriminolog Universitas Gajah Mada (UGM) Suprapto menjelaskan, jika melihat data yang ada baik itu dari Satpol PP DIY yang sudah melakukan observasi dan diketahui terdapat 62 geng pelajar, serta keberhasilan kepolisian yang rutin mengungkap kasus kejahatan jalanan kelompok bersenjata dari kalangan pelajar, seharusnya teror kejahatan jalanan di DIY bisa diminimalisir.
"Jadi Kepolisian ini jangan hanya ungkap kasus saja. Tapi harus bisa memberantas siapa aktor di balik aksi kejahatan para remaja itu," katanya, kepada Tribun Jogja, Minggu (7/3/2021)
Pasalnya, dalam kasus kejahatan jalanan kategori Klitih, menurut analisanya terdapat tiga kelompok.
Kelompok pertama yakni klitih yang benar-benar bentuk afiliasi dari kalangan pelajar yang mencari pengakuan, kedua yaitu klitih para alumnus, dan ketiga yaitu klitih plus-plus yang disinyalir digawangi oleh beberapa orang tertentu dan sengaja memanfaatkan anak-anak untuk aksi kejahatannya.
Dari ketiga kategori itu, Suprapto lebih mengkhawatirkan fenomena yang terjadi saat ini para pelajar tersebut sengaja diperalat oleh segelintir orang untuk melancarkan aksi kejahatan.
"Dalihnya untuk melakukan aksi kejahatan, karena menurut mereka usia pelajar kan hukumannya tidak berat, bahkan hanya sekedat diversi saja. Nah ini khusus kelompok klitih plus-plus," terang dia.
Analisanya tersebut muncul lantaran dulu para pelaku aksi kejahatan jalanan di Kota Yogyakarta, khususnya remaja atau pelajar hanya menggunakan batu sebagai senjata.
Dalam perkemabangannya saat ini, justru ditemukan banyak pelaku tindak kriminal di jalan oleh kalangan remaja justru sudah membawa senjata jenis parang dan lainnya.
"Kalau pelajar tidak bisa membuat senjata tajam semacam itu. Tentu ada yang terlibat dan merancang senjata-senjata khas kenakalan remaja itu," ujarnya.
Setop Aksi Vandalisme
Pemangku kebijakan maupun penegak hukum harus menindaklanjuti aksi vandalisme yang dilakukan oleh kalangan remaja yang marak terjadi diberbagai tempat umum.
Karena menurut Suprapto, aksi vandalisme menjadi salah satu pengaruh seorang remaja berani melakukan tindakan kejahatan jalanan.
Ia menjelaskan, vandalisme menjadi media untuk mengukur seberapa jauh keberanian seorang remaja dalam bertindak anarkis di tempat umum.
"Kalau remaja bisa melakukan aksi vandalisme, dianggap oleh kelompoknya sudah berani dan mempuni. Sebut saja awal karir ya dari vandalisme," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada penegak hukum dan pemangku kebijakan supaya melakukan aksi nyata dalam memberantas aksi vandalisme tersebut.
Pengaruh kedua, lanjut Suprapto, tidak dipungkiri akses informasi yang begitu mudah didapat oleh anak usia remaja saat ini, membuat mereka semakin penasaran terhadap tindak kejahatan, lalu kemudian mempraktikannya seperti yang marak terjadi saat ini.
Sumber informasi tersebut menurut Suprapto bisa datang dari berita ataupun jaringan lainnya.
"Misalnya berita tertangkapnya pencuri sepeda motor, oh ternyata caranya pakai kunci T dan seterusnya," jelas dia.
Baca juga: Rangkaian Adat Tingalan Jumenengan Dalem ke-32 Sri Sultan Hamengku Buwono X Akan Digelar
Pelajar Mudah Dipengaruhi
Meski dikenal sebagai kota pelajar, tak sedikit aksi kejahatan jalanan yang terjadi di Kota Yogyakarta justru mayoritas pelakunya berstatus pelajar hingga pelajar putus sekolah.
Melihat hal tersebut, Suprapto mengatakan bahwa pelajar di Kota Yogyakarta lebih mudah dipengaruhi untuk bertindak kejahatan.
Hal itu lantaran kondisi Kota Yogyakarta cenderung lebih heterogen dibanding dengan kota lainnya.
"Selain mudah dipengaruhi lewat media sosial, Yogya ini banyak pendatang dan lebih haterogen, sehingga yang memanfaatkan anak-anak ini lebih banyak," terang Suprapto.
Oleh sebab itu, dirinya berharap pengawasan terhadap anak dari orang tua dan penegak hukum perlu ditingkatkan untuk mengurangi keterlibatan remaja pada kejahatan jalanan. (hda)