Mengenal 'Parsuki', Studio Audio Visual Anyar Milik Prodi DKV ISI Yogyakarta

Nantinya, studio visual ini mampu digunakan sebagai ruang siar, baik untuk kepentingan bersifat akademik, maupun nonakademik.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Azka Ramadhan
Parsuki, Studio Audio Visual Anyar Milik Prodi DKV ISI Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program studi Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta kini mempunyai studio audio visual anyar nan mentereng, yang baru diresmikan pada Senin (1/3/2021) kemarin.

Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogya, Timbul Raharjo, pun didapuk meresmikannya secara langsung.

Nantinya, studio visual ini mampu digunakan sebagai ruang siar, baik untuk kepentingan bersifat akademik, maupun nonakademik.

Ketua Program Studi DKV, Daru Tunggul Aji, menyampaikan Parsuki dipilih sebagai nama studio anyar.

Parsuki, lanjut ia, merupakan nama salah satu dosen di Prodi DKV, yang layak dikenang, sekaligus masuk dalam catatan sejarah DKV.

Setelah peresmian, Prodi DKV menggelar rekaman dengan tajuk 'DKV On Air: Tribute to Parsuki', yang dihadiri oleh dua rekan sejawat beliau, Risman Marah dan Umar Hadi, serta Tanto Harthoko, yang merupakan putra dari Parsuki.

"Beliau merupakan generasi pertama Seni Reklame ASRI tahun 1964. Beliau juga, bersama tim, yang melakukan kerja kreatif dalam perancangan logo ISI Yogya," terangnya.

Daru berujar, dalam rangka persiapan Kampus Merdeka, Merdeka Belajar (MBKM), pihaknya memang dituntut untuk mulai mempersiapkan segala sesuatu yang nantinya bakal menunjang proses pembelaran di kurikulum MBKM itu.

"Terlebih, di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti yang terjadi sekarang ini, setiap proses pembelajaran tentu perlu ditunjang dengan konsep daring, ya," ungkap Kaprodi.

Kemudian, selain meresmikan 'Parsuki', Prodi DKV merilis website digital collection.

Sebagai penggagas, dirinya pun menyampaikan bahwa ruang virtual ini diharapkan bisa menjadi wadah penyimpanan dan pengarsipan karya.

"Sekaligus, menjadi semacam ruang dialogis, antara karya visual, fakta persitiwa dan juga bagaimana DKV berperan dari masa ke masa. Bagi kami, artefak visual bukan saja materi yang harus dirawat, tapi juga diingat," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved