Kisah-kisah Anak Adopsi Mencari Sang Orang Tua di Yogyakarta
Yayasan Mijn Roots, organisasi non-profit yang membantu anak adopsi asal Belanda mencari orang tua kandung di Indonesia,
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Iwan Al Khasni
“Orang tua saya tidak pernah memahami tentang diri saya. Jadi, sebenarnya ini cukup sulit. Mereka bilang kalau saya dibesarkan di Belanda maka saya adalah orang Belanda,” ujarnya.
Hingga kini, Robbert masih merasa hampa. Kepingan puzzle dalam dirinya belum juga komplet jika ia belum menemukan siapa orang tua kandungnya. Pada tahun 2016, Robbert sempat mengunjungi Indonesia untuk pertama kalinya.
Ia langsung menuju Yogyakarta. Kegembiraannya tidak bisa ia bendung. Robbert merasa menemukan separuh jiwanya yang hilang.
“Kedatangan saya ke Yogyakarta itu melengkapi diri saya. Saya benar-benar merasa terkoneksi dengan orang-orang di sana,” kata Robbert melanjutkan.
Selain penasaran, alasan Robbert untuk mencari orang tua kandung juga karena ia ingin mengenalkan Indonesia dan Yogyakarta kepada kedua anaknya.
Dari data yang disimpan, Robbert lahir dari pasangan Saniti dan Rajiyo di RS Bethesda Yogyakarta.
Hanya itu data yang ia miliki. Tidak ada keterangan lebih lanjut tentang orang tua maupun saudara-saudaranya. “Saya benar-benar tidak tahu, tidak pernah ada yang memberitahu,” kata Robbert yang juga meragukan apakah surat adopsinya legal.
Pencarian ini mungkin saja tidak berujung, sehingga dirinya tidak mau berharap banyak tentang penemuan kedua orang tuanya. Namun, Robbert tetap bermimpi, jika suatu saat ia berhasil menemukan orang tua biologis, maka dirinya ingin bertanya mengapa mereka membiarkan proses adopsi itu.
“Yang paling penting, saya ingin tahu siapa mereka dan bagaimana mereka tinggal. Apakah mereka hidup sehat atau sakit? Kita pasti ingin potongan terakhir dalam hidup kita komplet, kan?” terangnya.
Ingin peluk ibu
Yustine selalu memahami bahwa dirinya anak adopsi. Warna kulit dan bentuk badannya cukup berbeda dengan orang Belanda pada umumnya. Ia tidak berambut pirang. Rambutnya hitam pekat seperti orang Indonesia.
Bola matanya juga berwarna gelap dengan kulit sawo matang. Namun, itu tidak menjadi hambatan baginya untuk hidup lebih baik di negara itu.
Ia telah menyelesaikan studinya tentang komunikasi kreatif.
Yustine yang dibesarkan di Rotterdam, Belanda, kini menjadi entrepreneur. Ia mengelola beberapa bisnis di sana.
Beruntung, orang tuanya juga cukup suportif dan mendukung jika Yustine ingin mencari asal-usul keluarga di Yogyakarta. Keluarga Yustine di Belanda begitu terbuka dengan identitasnya yang asli.
Mereka tidak menutupi darimana Yustine berasal dan dilahirkan. “Jika saya ketemu ibu, saya ingin mendekapnya erat dan mungkin akan menangis,” buka Yustine ketika berbincang dengan Tribun Jogja, tempo hari.
Namun, ia tidak akan mengonfrontasi mengapa sang ibu memperbolehkan orang lain mengadopsi dirinya. Dia bakal memilih menikmati banyak waktu setelah 40 tahun terpisah dari orang tua kandung.