Perjalanan Karir Pelatih SSB Gama Susilo Harso, Berawal dari Pemain Profesional di PSIM Yogyakarta

Mantan pemain PSIM Yogyakarta Susilo Harso memilih untuk menggeluti profesi sebagai pelatih sepakbola pasca gantung sepatu.

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JOGJA / TAUFIQ SYARIFUDIN -
Susilo Harso saat ditemui di UAJY, Senin (8/2/2021). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mantan pemain PSIM Yogyakarta Susilo Harso memilih untuk menggeluti profesi sebagai pelatih sepakbola pasca gantung sepatu.

Kini, Susilo menjadi pelatih di Sekolah Sepak Bola (SSB) Gama Yogyakarta.

Bertempat di Lapangan Sono Raya, Susilo setia untuk mengasah bakat-bakat muda di Yogyakarta menjadi pemain profesional.

Profesi sebagai pelatih sepakbola sudah digeluti oleh Susilo sejak 37 tahun silam, tepatnya tahun 1983.

Saat itu Susilo baru menginjak usia 22 tahun.

Kala itu tim pertama yang dilatihnya adalah tim yang berada di kampungnya, RAS (Rukun Agawe Santosa).

Pemain yang berkumpul di sana adalah sejawat dan tetangga Susilo di lingkungan rumahnya.

Ia dipercaya memiliki kemampuan untuk melatih, lantaran kepiawaiannya sebagai stoper di PSIM.

Baru pada tahun 1993 sebelum dirinya memutuskan berhenti dari Laskar Mataram, ia melatih SSB Gama hingga sekarang. \

Keputusannya itu didasari dari perkataan pelatih sepak bolanya ketika berada di bangku sekolah dasar (SD).

"Waktu itu saya dilatih oleh Pak Kuntadi, katanya 'Sus kalau sudah sukses main bola, jangan lupa latih anak-anak,' hingga saat ini saya masih ingat betul perkataan itu," ujar Susilo pada Tribun Jogja, (8/2/2021).

Awal kali ia melatih SSB Gama bertempat di Lembah UGM.

Namun karena pesertanya mulai bertambah dan butuh tempat yang lebih baik, akhirnya Susilo mencari sponsor untuk pembiayaan sewa tempat latihan.

Stadion Kridosono menjadi tempat yang dipilih, lantaran aksesnya yang mudah bagi siapapun, juga memiliki fasilitas yang mumpuni kala itu.

Kendati demikian, kedatangan sponsor itu tidak berlangsung lama, akrhinya semua siswa SSB sepakat iuran sewa stadion untuk berlatih.

Dari semua hal yang dilakukan Susilo adalah bentuk kecintaanya terhadap sepak bola.

Menjadi pelatih usia dini adalah sebuah keberkahan batin yang ia rasakan selama ini.

"Saya senang ketika melihat anak-anak yang saya latih sukses," kata Susilo sambil menunjukan unggahan foto-foto lamanya di Facebok ketika melatih SSB Gama, di sana tidak sedikit anak-anak yang mengucapkan terimakasih kepada pria kelahiran 22 September 1964 ini .

Tangan dinginnya dalam melatih sepak bola usia muda tak diragukan lagi, sudah banyak pemain top asal Yogyakarta yang ia tempa sejak dini, seperti Topas Pamungkas, Antoni Nugroho, Alexsandro Felix, Bagas Adi, dan banyak lainnya.

Momen itu pun jadi suatu hal yang paling membekas di kepalanya, momen ketika melatih tim PSSI DIY, yang hingga kini menghasilkan banyak pemain profesional.

Jalan sunyi ditempuh Susilo, lantaran keukeuh tidak tertarik dengan melatih tim profesional.

"Saya kurang nyaman dengan sepak bola Indonesia yang kebanyakan tidak fair, banyak suap dan segala macam, itu mengkhianati hati nurani saya.

Eks Penggawa PSIM Yogyakarta Gelar Pertandingan Persahabatan

Harapan Eks Pemain PSIM Yogyakarta Topas Wiyantoro untuk Jadi Pelatih Sepak Bola Profesional

Sepak Bola Menjadi Jalan Hidup

Susilo menceritakan kisahnya sewaktu muda , ketika dirinya kesulitan dari segi ekonomi, bahkan sekolah yang harusnya ia selesaikan jadi terbengkalai.

Waktu itu, Susilo memutuskan untuk berlatih lebih keras, dan menempatkan sepak bola sebagai pekerjaannya.

"Saya termasuk orang kurang beruntung, orangtua saya tidak bekerja, keluarga banyak, sepak bola alat cari pekerjaan," kata Susilo.

Untuk membantu keluarga, Susilo kala itu mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga administrasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

Hidupnya kian membaik saat itu, sambil bekerja ia juga tetap berlatih dan bermain untuk PSIM.

Bagi Susilo klub yang bermarkas di Stadion Mandala Krida adalah laboratorium hidupnya.

"Banyak dinamika di sana, selain saya mendapat pekerjaan, saya juga bisa banyak bantu temen saya, tak bisa dikhianati," katanya.

Dari sana bahkan Susilo sempat mengikuti trial dengan Petrokimia, dan disodori kontrak dengan jumlah yang cukup besar.

Tapi Susilo hanya bertahan satu pekan lalu pulang, karena ia tahu jika PSIM lebih membutuhkan jasanya di atas lapangan hijau.

Keputusan itu kemudian menuntunya pada satu momen yang membuatnya selalu terkenang, yakni momen semi final di Divisi 1 melawan Persita Tanggerang pada tahun 1985.

Pertandingan yang akhirnya dimenangkan PSIM itu, terdapat tragedi penendangan kaki terhadap Susilo oleh Jefri Samuel.

Sontak para pendukung PSIM geram, dan membuatnya menembus lapangan untuk menghajar Jefri Samuel, lataran tak terima bintangnya mendapat tindak kekerasan.

Persita Tanggerang pun memutuskan walk out setelah insiden tersebut.

"Mereka takut sama pendukung PSIM," Kata Susilo sambil tertawa. (Tribunjogja/Taufiq Syarifudin)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved