Buah Bibir
Tika Sari, Suka Tantangan dan Gemar Mencoba Hal Baru
“Dulu pas masih sekolah, aku memang diwajibkan sama keluarga untuk mencoba hal baru setiap tahun. Misal, ekstrakurikuler, banyak yang pernah
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dari dunia broadcasting sampai agensi digital, semua dicoba oleh Tika Sari.
Motto hidupnya cukup menantang, mencoba berbagai hal baru di saat masih ada kesempatan.
Kisah Tika mencoba banyak hal itu telah dimulai sejak ia masih kecil.
Bisa dibilang, didikan keluarganya mewajibkan Tika untuk mencicipi hal menantang yang belum pernah ia coba.
Baca juga: Kurnia Idha Pramesti, Geluti Aktivitas Sosial dan Hobi Sembari Kuliah
“Dulu pas masih sekolah, aku memang diwajibkan sama keluarga untuk mencoba hal baru setiap tahun. Misal, ekstrakurikuler, banyak yang pernah kucoba,” ujar Tika kepada Tribun Jogja, belum lama ini.
Ekstrakurikuler itu di antaranya ada baris berbaris, OSIS, relawan pecinta alam, hingga fotografi, dan jurnalistik.
Kebiasaan mencoba banyak hal baru itu kemudian terbawa ketika Tika kuliah.
Selama masa perkuliahan, ia aktif mengikuti organisasi untuk mengembangkan relasi.
Salah satu yang cukup berkesan adalah ketika ia menjadi relawan di promotor konser terbesar di Indonesia.
Meski mengambil jurusan Public Relations (PR), namun Tika tidak berhenti di situ.
Dirinya tetap mengasah kemampuan di bidang lain.
Rasa penasarannya terhadap dunia penyiaran lantas membawa perempuan kelahiran 1996 itu mengikuti FIAT atau FISIP Atmajaya Television.
“Aku kira, di dunia broadcasting itu juga pasti ada ilmu-ilmu yang digunakan di Public Relations, makanya aku coba,” tuturnya lagi.
Hingga setelah selesai kuliah, ia mencoba berkecimpung di dunia PR dan menjadi salah satu ujung tanduk perusahaan pusat perbelanjaan di Sleman, DIY.
Bekerja di brand baru membuat Tika mendapat keleluasaan untuk menciptakan sistem kehumasan yang cocok.
“Di waktu yang bersamaan, kita dikasih kertas putih kosong untuk menciptakan sistem dan cuma dikasih puzzle apa sih yang diinginkan pemilik. Jadi aku suka bantu mereka jalan di awal,” ungkapnya.
Pengalaman menjadi PR pusat perbelanjaan membuat Tika banyak belajar tentang pengembangan brand.
Pembelajaran di dunia industri itu memantapkan dirinya untuk membangun usaha sendiri pasca tak lagi menjadi PR perusahaan.
Dua usaha yang ia bangun, Fee-Ka dan Mirare itu ia kerjakan bersamaan saat dirinya masih menjadi PR.
Dalam usaha, Tika mengedepankan detail dan tidak asal dalam menciptakan produk.
Mulai dari manajemen keuangan hingga warna logo untuk brand ia pikirkan dengan seksama.
“Kalau sebagai agensi digital, ya sama saja dengan PR sih sebenarnya karena mengajak klien percaya dengan agensi ini,” jelasnya.
Sayang, pandemi ini membuatnya cukup sulit untuk berhubungan dengan klien secara intens.
Hal ini lantaran banyak pertemuan hanya melalui aplikasi Zoom atau chat semata.
Baca juga: Pemkab Sleman Berencana Perpanjang Lagi Status Tanggap Darurat Gunung Merapi
Namun ia tidak patah semangat dan justru menerima tantangan tersebut.
“Kalau bertemu kan enak, bisa chit-chat, bisa ngobrol banyak,” tutur Tika.
Dari pengalaman yang sudah dilakukan, Tika tahu, belajar dari beberapa hal membuatnya ikut memahami banyak hal pula.
"Intinya mau umur berapapun, kita harus haus akan belajar sesuatu yang baru. Dari situ, kita akan banyak mendapat pelajaran dalam hidup. Siapa tahu, ketika punya kegiatan baru yang enggak pernah disangka ternyata kita bagus di situ, kemudian menjadi sesuatu yang kita mahir,” tandasnya. (ard)