Hasil Temuan Sementara dari Ilmuwan Terkait Virus Nipah, Potensi Penularan hingga Risiko Kematian
Supaporn dan tim menemukan, tingkat kematian virus Nipah berkisar antara 40 hingga 75 persen, tergantung lokasi terjadinya wabah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini juga sedang meninjau daftar panjang patogen yang dapat menyebabkan darurat kesehatan masyarakat untuk memutuskan prioritas anggaran riset dan pengembangan.
Mereka fokus pada patogen yang paling mengancam kesehatan manusia, yang berpotensi menjadi pandemi, dan yang belum ada vaksinnya.
Banyak kesempatan
Ada beberapa alasan yang membuat virus Nipah begitu mengancam. Periode inkubasinya yang lama, dilaporkan hingga 45 hari dalam satu kasus, berarti ada banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, tidak menyadari bahwa mereka sakit, untuk menyebarkannya.
Selain itu, virus itu dapat menginfeksi banyak jenis hewan, menambah kemungkinan penyebarannya, dan dapat menular baik melalui kontak langsung maupun konsumsi makanan yang terkontaminasi.
Seseorang yang terinfeksi virus Nipah dapat mengalami gejala-gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, meriang dan lesu, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang-kejang dan kematian.
Singkatnya, ini adalah penyakit yang sangat berbahaya bila tersebar.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 di DI Yogyakarta Ditargetkan Selesai Tahun 2021
Baca juga: OBAT Semprot Hidung Ini Diklaim Bisa Cegah Penularan Covid-19
Berdasarkan catatan, virus Nipah pertama kali muncul di Malaysia pada 1999. Virus menyerang para peternak babi di negeri Jiran.
Infeksi virus Nipah dapat didiagnosis dengan riwayat klinis selama fase akut dan fase penyembuhan penyakit.
Tes identifikasi utama yang digunakan adalah reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) dari cairan tubuh dan deteksi antibodi melalui enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Tes lain yang digunakan adalah uji polymerase chain reaction (PCR), dan isolasi virus dengan kultur sel.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Didik Budijanto, mengatakan pemerintah saat ini juga dalam sikap waspada terkait dengan potensi virus Nipah di saat pandemi covid-19 belum berlalu.
"Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah," jelasnya.
Didik menyebut, pihaknya sekarang mewaspadai migrasi kelelawar buah yang dianggap menjadi inang alami virus Nipah.
Migrasi tersebut diketahui masuk dari semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera.
"Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kelelawar buah bergerak secara teratur dari Semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara," ujarnya. (Tribun Network/bbc/kps/cnn)