Kisah Heru Purwoko, Petugas Pengamat Gunung Merapi Kaliurang yang Mengabdikan Diri Selama 28 Tahun
Dialah Heru Purwoko, seorang petugas Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, telah bekerja selama 28 tahun.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Siang itu mendung mengungkung di langit Kaliurang.
Hawa dingin terasa menusuk pori-pori kulit.
Suara sinyal radio seismik sayup terdengar dari ruang kontrol.
Seorang pria paruh baya sedang serius mengamati layar.
Mimiknya yang fokus, terlihat jika ia adalah orang yang berpengalaman.
Jari-jarinya yang tegas, piawai memegang tetikus, mengontrol setiap layar di depannya.
Dialah Heru Purwoko, seorang petugas Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, telah bekerja selama 28 tahun.
Baca juga: Cara Klaim Token Listrik Gratis PLN Mulai Kamis 7 Januari 2021, Bisa Diakses Melalui Tiga Jalur Ini
Waktu yang telah melintasi berbagai kecamuk Gunung Merapi selama hampir tiga dekade.
Pria asli Yogyakarta ini lebih sering mehabiskan waktunya di kantor, ketimbang berkumpul bersama keluarga di rumah.
"Dari dulu saya suka dengan alam, profesi ini sebagai panggilan jiwa, panggilan kemanusiaan," ucapnya tegas.
Tidak ada bedanya waktu malam, pagi, dan siang.
Layar-layar dan kursi di ruang kontrol, setia menemani mata Heru yang hanya terlelap sesaat.
Suara lirih dari handy talkie (HT) seakan menjadi pengantar tidur, sekaligus penanda Heru harus siaga.
"Pos harus bekerja 24 jam, tidak boleh lengah," jelasnya sambil menanggalkan kacamata ke saku jaketnya.
Ia bertugas mengirim laporan yang berisi informasi aktivitas Merapi secara berkala.
Bersama tiga orang temannya, Heru bergantian jaga.
Dukungan keluarga
Selama menjadi petugas pengamat, Heru selalu mendapat dukungan dari keluarganya.
Ia selalu didoakan oleh anak dan istri, dalam setiap langkahnya.
Namun, terkadang ada rasa rindu dari bapak tiga orang anak ini.
Hanya pesan singkat atau panggilan video yang membuatnya tetap bisa berkomunikasi dengan orang di rumah.
"Anak-anak pernah saya ajak ke sini (kantor), biar mereka paham apa yang saya kerjakan di sini," tuturnya.
Siapa sangka, setiap pulang pergi, Heru harus menempuh jarak Klaten-Kaliurang dengan estimasi perjalanan selama 1,5 jam.
Heru bercerita kembali, posisi duduknya diperbaiki. Matanya memandang jauh ke arah kanan.
Tarikan nafasnya mulai berat, ketika ia mencoba mengingat doa-doa yang dipanjatkan.
Hanya keselamatan yang ia minta untuk keluarganya dan dirinya sendiri.
Matanya mulai berkaca-kaca, suaranya bergetar.
"Ada kekuatan yang Maha Besar, saya berdoa," suara Heru tertahan, mengambil nafas lagi.
Baca juga: Some Island, Kenalkan Single Bantu Aku dengan Musik Nuansa 2000-an
Harapan
Sebagai pengamat senior, Heru tentu memiliki harapan kepada yang masih muda.
Dirinya sudah banyak melihat dan mengamati setiap fenomena.
Pintanya hanya sederhana, kaum muda hari ini menjadi orang-orang yang mandiri.
Artinya ia ingin melihat kemajuan teknologi pada profesinya yang diciptakan anak bangsa.
"Di dunia, Indonesia itu banyak gunungnya. Saya ingin mereka (anak muda) menciptakan alat-alat itu, jadi kita tak perlu beli ke luar negeri," katanya sambil menunjuk ke arah ruang kontrol.
Hanya sekitar satu setengah tahun lagi, Heru akan pensiun.
Wajahnya yang tertutup masker terlihat sumringah.
Ia berjanji akan mengajarkan banyak ilmu kepada penerusnya di pos pengamatan. (tsf)