Penjelasan BMKG Fenomena Hujan Berdurasi Lama Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya

Wilayah Daerah Istimewa Yogyakartadiguyur hujan dengan intensitas cukup tinggi dan durasi lama. BMKG sebut Madden Julian Ossilation (MJO)

Penulis: Miftachul Jannah IT | Editor: Iwan Al Khasni
BMKG Staklim Jogja
Informasi Citra Radar Cuaca di Wilayah Yogyakarta beberapa hari yang lalu 

Tribunjogja.com Yogyakarta -- Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya diguyur hujan dengan intensitas cukup tinggi dan durasi yang lama pada beberapa hari terakhir.

Kondisi tersebut dipicu oleh fenomena Madden Julian Ossilation (MJO) .

Apa itu Madden Julian Ossilation (MJO) ?

Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Sleman, Reni Karningtyas yang mengatakan, MJO merupakan perambatan awan konvektif ke arah timur dengan kecepatan 5 meter per detik, di sepanjang equator mulai dari Samudera Hindia sampai dengan perairan Pasifik Barat dan Tengah, dengan periode perambatan 30 hingga 60 hari.

Pengguna jalan melintas di samping genangan air sesaat diguyur hujan, di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Yogyakarta, Minggu (29/11/2020)
Pengguna jalan melintas di samping genangan air sesaat diguyur hujan, di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Yogyakarta, Minggu (29/11/2020) (TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda)

Selain itu, Reni mengatakan hujan kali ini karena pengaruh konvergensi atau peristiwa pertemuan angin di Jawa.

"Sehingga terjadi penumpukan uap air di sekitar DIY dan mengakibatkan banyak hujan," kata Reni saat dihubungi Tribunjogja.com, Minggu (29/11/2020).

Masih kata Reni, MJO mulai melintasi perairan Jawa dan masuk ke beberapa wilayah Indonesia sejak November dan diperkirakan berakhir pada awal Desember.

Sedangkan dampak La Nina diperkirakan baru akan mencapai puncaknya pada Desember 2020, dan Januari tahun depan.

"Tetapi dampak La Nina yang signifikan masih akan kita rasakan bervariasi. Dari Januari hingga Maret 2021, menyesuaikan wilayah," imbuhnya.

Lebih lanjut, Reni menegaskan untuk curah hujan antara Desember kali ini hingga Februari 2021 mulai tinggi.

Kondisi tersebut bersamaan dengan puncak La Nina, dan Monsun Asia (angin Baratan) yang dampaknya menurut Reni akan banyak membawa uap ke wilayah Indonesia.

"Jadi hujan yang tinggi ini belum masuk puncak dampak La Nina. Puncaknya La Nina baru akan terasa Desember 2020 hingga Februari 2021 bersamaan dengan Munson Asia," terang dia.

Melalui peringatan dini kali ini, diharapkan masyarakat dan pemangku kebijakan di DIY untuk mewaspadai dan mulai menyiapkan perencanaan antisipasi.

Merespon tiga rekomendasi dari BMKG Staklim Sleman, terkait ancaman bencana saat curah hujan tinggi dan puncak La Nina pada Desember.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai lakukan pendekatan terhadap Desa Tanggap Bencana (Destana)

Saat ini BPBD DIY mencatat ada sekitar 261 lebih Destana yang memiliki pengetahuan dalam penanganan kedaruratan bencana.

Pengguna jalan menggunakan jas hujan saaat melintas di jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta, Kamis (13/8/2020)
Pengguna jalan menggunakan jas hujan saaat melintas di jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta, Kamis (13/8/2020) (Tribunjogja.com | Hasan Sakri)

Kepala Bidang Kedaruratan DIY Danang Samsurizal mengatakan, pihaknya telah membicarakan terkait ancaman curah hujan tinggi dan La Nina beberapa bulan ke depan.

Sementara ditanya terkait kesiapan penataan irigasi dan sungai, Danang menekankan jika hal itu sudah menjadi kewenangan dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).

Termasuk perbaikan tanggul dan pemasangan beronjong penahan longsori di bibir sungai.

"Kalau untuk pemetaan sungai dan cek debit air, serta pengamanan tanggul sungai itu kewenangan PU dan BBWSSO. Kalau persiapan kami saat ini upaya kesiap siagaan dengan pendekatan kepada Destana," kata Danang saat dihubungi Tribunjogja.com, Minggu (29/11/2020).

Ia melanjutkan, meski secara langsung tidak menangani terkait persiapan pengamanan wilayah sungai, namun BPBD DIY turut mendorong gerakan ramah sungai melalui mitigasi.

Sehingga apabila kondisi emergency muncul pihaknya akan melakukan evakuasi.

"Meski bukan kewenangan kami, tapi kami telah mendorong gerakan ramah sungai melalui mitigasi. Untuk kedarutatan kami memantau sungai-sungai yang ada di DIY," tegasnya.

Ditanya mengenai peta wilayah rawan banjir dan tanah longsor, dirinya menyebut jika kondisi di DIY masih sama dengan tahun sebelumnya.

Untuk wilayah Kabupaten Sleman, lanjut Danang terdapat 19 desa yang tergolong kawasan rawan bencana.

Sementara untuk wilayah rawan longsor di DIY sebanyak 16 kecamatan, dan 15 kecamatan lain termasuk kawasan rawan bencana banjir.

Menurutnya titik longsor yang menjadi pergatian selama ini berada di kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul karena kondisi wilayah yang berbukit.

Sementara untuk kawasan rawan banjir banyak terdapat di kabupaten Bantul, Kulonprogo dan kota Yogyakarta.

Masih kata Danang, untuk pemetaan berdasarkan kecamatan rawan longsor, BPBD DIY mencatat di kabupaten Bantul terdapat di kecamatan Dlingo, Imogiri, Pleret dan Piyungan.

Untuk Kabupaten Kulonprogo terdapat di kecamatan Kokap, Pengasih, Girimulyo, Samigaluh, dan Kalibawang.

Sementara Kabupaten Gunungkidul terdapat di kecamatan Patuk, Gedangsari, Ngawen, Nglipar, Semin dan Ponjong.

Sedangkan Kabupaten Sleman terdapat di kecamatan Prambanan serta 19 desa KRB di lereng Merapi.

"Kondisinya masih sama, peta kawasan rawan banjir dan longsor masih sama dengan tahun lalu," pungkasnya. ( Tribunjogja.com | Hda )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved