Kisah Sarjana di Banjarnegara Ikuti Wisuda Online di Pusara Sang Ayah, Nadif : Saya Trenyuh Banget
Lengkap dengan pakaian toga dan ijazah, Mochamad Nadif Nasrulloh (23) penuh dengan khidmad mengikuti prosesi wisuda online dari makam sang ayah.
TRIBUNJOGJA.COM, PURWOKERTO - Lengkap dengan pakaian toga dan ijazah, Mochamad Nadif Nasrulloh (23) penuh dengan khidmad mengikuti prosesi wisuda online dari makam sang ayah.
Tepat di depan pusara sang ayah, warga Desa Karangsari, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara ini akhirnya resmi menjadi seorang sarjana.
Nadif menyandang gelar sarjana setelah menyelesaikan kuliahnya di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Jawa Tengah.
Keputusan Nadif untuk mengukuti prosesi wisuda virtual di depan pusara sang ayah ini karena dia ingin merayakan hari bersejarah ini bersama orang yang selama ini sudah memberi dukungan kepadanya.
Dia ingin meski sudah tiada, ayahnya bisa mengetahui kalau dirinya sudah menyelesaikan kuliah dan membanggakan orang tuanya.
Dengan dibantu salah seorang temannya, Nadif mempersiapkan berbagai perangkat seperti laptop dan telepon seluler untuk mengikuti prosesi tersebut di TPU yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumahnya, Selasa (24/11/2020).
Perasaan bahagia, sekaligus haru bercampur aduk dirasakan anak bungsu dari 16 bersaudara ini.
"Perasaan haru dan sedih terasa ketika melihat layar mereka (teman-teman) dengan keluarga masing-masing.
Berbeda dengan saya di makam sendirian, tidak ada keluarga, itu yang saya merasa benar-benar trenyuh banget," tutur Nadif saat dihubungi, Rabu (25/11/2020).
Baca juga: Digelar Secara Luring dan Daring, UGM Hari ini Wisuda 6.794 Lulusan
Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Sleman di Gelar Pekan Kedua Januari 2021, Ini Aturan dari Dinas Pendidikan
Nadif menceritakan, rencana mengikuti prosesi wisuda di makam sang ayah terbilang mendadak.
Sehari sebelum wisuda, teman-teman yang tinggal di satu wisma di Purwokerto pulang untuk mengikuti wisuda dari rumah bersama keluarga.
"Saya ditinggal sendirian. Saya mikir kalau wisuda di rumah banyak kendala, enggak ada sinyal, enggak ada akses Zoom, ibu juga sudah tua, kurang puas aja kalau ikut wisuda virtual," kata Nadif.
Namun pagi hari sebelum wisuda, Nadif memutuskan pulang ke kampung halamannya.
"Akhirnya saya memutuskan bagaimana merayakan wisuda layaknya teman-teman yang lain, meskipun dengan kondisi yang berbeda.
Tapi saya yakin ini adalah bentuk rasa syukur terhadap orangtua yang memberi semangat untuk menyelesaikan studi," ujar Nadif.
Keputusan untuk menjalani prosesi wisuda dari makam juga tidak lepas dari amanat sang ayah. Sebelum meninggal satu tahun lalu, ayah Nadif menyampaikan keinginannya untuk merayakan wisuda bersama.
"Yang pertama menjalankan amanat orangtua, makanya sebelum ayah meninggal sudah persiapan membuat skripsi.
Kenyataannya berbanding terbalik dengan takdir Tuhan, ayah saya dipanggil. Tapi itu jadi motivasi saya, ketiadaan ayah pun harus bisa membanggakan, saya yakin ayah saya bangga," ucap Nadif.
Sebelum menjalani prosesi itu, Nadif sempat mengajak ibunya, Sarkinah (67) untuk mendampingi.
"Saya bilang ke Ibu ayo ke makam Bapak untuk melaksanakan wisuda bareng, tapi Ibu enggak kuat, saya tanya kenapa? (karena) sedang di posisi antara sedih dan bahagia.
Sedih melihat wisuda tanpa ayah, bahagia anaknya wisuda tepat waktu. Ibu memutuskan tidak ikut," kata Nadif.
Lebih lanjut Nadif mengatakan, prosesi wisuda di makam sang ayah sekaligus untuk menebus rasa bersalahnya.
Pasalnya ketika sang ayah meninggal dunia, Nadif sedang mengikuti acara organisasi di luar kota.
"Sebelum meninggal, via telepon ayah menginginkan saya pulang, tapi saya lagi ngurus kegiatan 10 hari full, jadi memutuskan tidak pulang.
Kegiatan hari terakhir saya ke Semarang, pagi harinya ayah enggak ada," ujar Nadif.
"Itu salah satu penyesalan saya yang mendalam bagi seorang aktivis yang terlalu memperjuangkan kepentingan umum.
Ini pelajaran buat teman-teman semua, bagaimanapun keluarga adalah prioritas utama, keluarga adalah tempat kita pulang," pesan Nadif.
Menurut Nadif, orangtua akan sangat bangga ketika melihat anaknya menyelesaikan studi tepat waktu dan memperolah hasil yang memuaskan.
"Orangtua mungkin tidak bangga ketika saya pernah jadi Presiden BEM, karena tidak tahu.
Orangtua lebih bangga ketika lulus tepat waktu dan hasilnya bagus, alhamdulillah IPK saya 3,4," kata Nadif.
Setelah merampungkan studi S1, Nadif rencananya akan melanjutkan jenjang S2. Hal itu tak terlepas dari amanat almarhum ayah.
"Seminggu sebelum ayah meninggal, pesan intinya bisa lanjut kuliah lagi. 'Ayahmu ini udah bodoh, minim pendidikan', ayah enggak mau anak-anaknya mengalami hal yang sama, harus lanjut S2.
Saya rencana mau ambil hukum ekonomi sama magister manajemen, kepeginnya ngambil dua-duanya," ujar Nadif.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahasiswa IAIN Purwokerto Ikuti Wisuda Virtual Seorang Diri di Makam Ayah, Nadif: Benar-benar Trenyuh