Dalang Ki Seno Nugroho

Terungkap, Karakter Wayang Bagong Ala Ki Seno Nugroho Menurut Ki Manteb, Adopsi Gaya Ki Sukron

Terungkap Karakter Wayang Bagong Ala Ki Seno Nugroho Menurut Ki Manteb, Adopsi Gaya Ki Sukron

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yudha Kristiawan
Tribun Jogja/ Yudha Kristiawan
Suasana doa bersama memperingati meninggalnya Ki Seno Nugroho, Senin (9/11/2020) malam 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dalang Ki Manteb Sudarsono mengungkapkan karakter wayang Bagong yang kerap dimainkan oleh Dalang Ki Seno Nugroho ketika menggelar pertunjukan wayang kulit.

Ditemui usai acara doa bersama untuk Ki Seno Nugroho belum lama ini, Dalang yang masyur dengan jargon "Oye" ini menuturkan bahwa karakter wayang Bagong ala Ki Seno Nugroho memiliki ciri khas yang kuat.

Selain kocak dengan banyolan kekinian, Bagi Ki Manteb, Ki Seno Nugroho sukses menghadirkan karakter wayang Bagong yang menunjukkan jati diri Ki Seno.

Meskipun sejatinya, Ki Manteb menyebut, semua karakter wayang yang dimainkan para dalang adalah hasil dari mempelajari pertunjukan Dalang yang lebih dulu malang melintang di dunia pewayangan.

"Dulunya yang ditiru Seno ini Pak (Dalang) Sukron Suwondo Blitar, padahal yang ditiru Sukron Suwondo itu saya, Bagongan saya, Bagongan Mas Hadi Sugito, jadi ya muter aja. Hanya saja Bagongan saya suaranya keras tapi jelas, tapi kalau Pak Sukron agak bindeng," ungkap Ki Manteb sembari mempraktekkan suara Bagong ala Dalang Ki Sukron Suwondo.

Di mata Ki Manteb, Ki Seno Nugroho sukses memainkan karakter wayang Bagong hasil dari adopsi gaya Dalang Ki Sukron Suwondo yang kemudian dieksplorasi sendiri oleh Ki Seno Nugroho.

Baca juga: Teruskan Kiprah Ki Seno Nugroho, Nyi Elisha, Ki Geter, Ki Kiswan Siap Tampil Mendalang Climen

Baca juga: Dalang Ki Seno Nugroho Punya Fans Berat Bernama Sobat Ngebyar, Ini Dia Profilnya

Baca juga: Masa Kecil Dalang Ki Seno Nugroho di Mata Pamannya, Disebut Pendiam dan Justru Tak Tertarik Wayang

"Ngadopsi dari Pak Sukron tapi diolah sendiri. Soal kelucuan, semua bisa jadi bahan lelucon. Kalau saya karakter Petruk, maka saya di Sekar Budaya Wayang Orang dapukan saya ya Metruk.  Petruk saya bukan ngelucu, tapi Petruk Cucut yang ngrampungi masalah," imbuh Ki Manteb.

Untuk diketahui, pada prosesi pemakaman Ki Seno Nogroho, dua wayang kulit ikut dikuburkan bersamaan dengan jenazah Dalang milenial tersebut, yakni tokoh wayang bernama  Bagong dan Bima.

Tokoh Bagong sendiri merupakan lakon yang paling sering dibawakan Ki Seno Nugroho di setiap pagelaran wayang kulit yang ia pentaskan.

Sementara itu, tokoh Bima menggambarkan diri sendiri yang bernama Seno atau nama lain dari wayang tersebut.

Berikut Karakter tokoh wayang bernama Bagong yang kerap dimainkan Ki Seno Nugroho dan sukses membuat penggemarnya jatuh cinta. 

Tokoh Bagong menjadi bagian dari keluarga Punakawan dalam cerita pewayangan Jawa. 

Bagong
Bagong (https://kerjaanrimba.files.wordpress.com)

Bagong sendiri digambarkan sebagai sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama.

Gaya bicara Bagong cenderung ceplas ceplos apa adanya, meskipun demikian orang lain tetap bisa memaklumi.

Bagong adalah anak angkat ketiga Semar. Dia adik Gareng dan Petruk.

Diceritakan dalam dunia pewayangan, bagaimana Bagong diciptakan pemilik Alam semesta.

Gareng dan Petruk meminta dicarikan teman, Sang pemilik Alam semesta bersabda, bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri.

Seketika itu bayangan keduanya berubah menjadi sesosok manusia dan selanjutnya diberi nama Bagong.

Secara fisik, Bagong digambarkan memiliki postur yang pendek, gemuk seperti semar tetapi mata dan mulut nya lebih lebar.

Ia memiliki watak banyak bercanda, pintar membuat lelucon, bahkan terkadang saking lucunya menjadi menjengkelkan.

Di satu sisi, Bagong adalah sosok yang memiliki sifat jujur dan memiliki sejumlah kesaktian.

Bila disarikan hikmah yang dapat dipetik dari sosok Bagong adalah mencontohkan sikap jujur yang menjadi salah satu modal dalam hidup bermasyarakat. Namun disatu sisi, di manapun berada, harus menghormati aturan yang berlaku di tempat tersebut.

Beberapa versi menyebutkan, sejatinya, tokoh Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.

Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sang Hyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman.

Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia.

Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan".

Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.

Dikutip dari berbagai sumber,  gaya bicara tokoh Bagong dalam pewayangan yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan kolonial Hindia Belanda kala itu. 

Ketika Sultan Agung meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram.

Raja baru ini sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama dengan pihak VOC-Belanda.

Keluarga besar Kesultanan Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang menentangnya.

Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai Panjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.

Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas tetap mempertahankannya.

Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura.

Sejak tahun 1745 Kartasura kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi perpecahan yang berakhir dengan diakuinya Sultan Hamengkubuwono I yang bertakhta di Yogyakarta.

Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.

Akhirnya, pada zaman kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja.

Para dalang aliran Surakarta pun kembali menampilkan empat orang punakawan dalam setiap pementasan mereka. 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved