Gunung Merapi

Update Aktivitas Gunung Merapi Hari Ini, Terjadi Guguran di Puncak Merapi 6 Kali Rabu 11 November

BPPTKG Yogyakarta melaporkan adanya suara guguran Gunung Merapi sebanyak 6 kali, pada Rabu (11/11/2020) dalam rentang waktu antara pukul 12.00-18.00

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja/Rendika
ILUSTRASI - Visual guguran Gunung Merapi yang terjadi sekitar pukul 12.00 WIB, Minggu (8/11/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Update aktivitas Gunung Merapi terkini, terjadi guguran sebanyak 6 kali pada Rabu (11/11/2020) petang. Guguran yang terjadi pada Gunung Merapi tersebut terutama dalam rentang waktu antara pukul 12.00-18.00 WIB.

ILUSTRASI - Puncak Merapi dari Pos Babadan
ILUSTRASI - Puncak Merapi dari Pos Babadan (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta melaporkan adanya suara guguran Gunung Merapi sebanyak 6 kali, pada Rabu (11/11/2020) dalam rentang waktu antara pukul 12.00-18.00 WIB.

Suara guguran yang terdengar tersebut dengan kekuatan lemah hingga sedang.

Pada periode yang sama, secara visual gunung kabut 0-I, kabut 0-II, hingga kabut 0-III. Sedangkan, asap kawah tidak teramati.

Secara meteorologi, cuaca berawan, mendung, dan hujan. Angin bertiup lemah ke arah barat.

Suhu udara berkisar antara 17-23 °C, kelembaban udara 56-73 persen, dan tekanan udara 627-688.4 mmHg. Volume curah hujan 15 mm per hari.

Kegempaan yang terjadi dalam periode tersebut di antaranya, 19 gempa guguran, 13 gempa hembusan, 94 gempa hybrid/fase banyak, dan 9 gempa vulkanik dangkal. 

Arah guguran

Visual Gunung Merapi saat dilihat dari Dukuh Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Minggu (8/11/2020).
Visual Gunung Merapi saat dilihat dari Dukuh Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Minggu (8/11/2020). (TRIBUNJOGJA.COM / Almurfi Syofyan)

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida, mengungkapkan, guguran lava yang semakin sering terjadi dalam beberapa hari terakhir dominan mengarah ke Kali Senowo, Kali Lamat, dan Kali Gendol. 

"Dengan jarak maksimal (yang pernah terjadi) 3 km di Kali Lamat,” ungkap Hanik.

Hanik menerangkan guguran lava yang semakin sering terjadi tersebut merupakan guguran dari sisa-sisa lava atau material lama erupsi Gunung Merapi, semisal hasil erupsi 1948 dan 1988.

"Lava adalah magma yang ada di permukaan. Untuk kasus Merapi saat ini lava atau kubah lava baru belum muncul di permukaan," ucapnya.

Dua Skenario Erupsi Merapi

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida, mengungkapkan seismisitas Gunung Merapi saat ini telah melampaui menjelang munculnya kubah lava 2006.

Namun, kondisi tersebut dikatakan masih lebih rendah daripada kondisi menjelang erupsi Gunung Merpai di tahun 2010.

“Kondisi saat ini per 11 November 2020 pukul 15.00 WIB, rata tiga hari, gempa VA 0, VB 33, MP 341, LF 2, dan RF 45. Deformasi teramati dari EDM Babadan 12cm/hari,” ujar Hanik dalam konferensi pers kondisi terkini Siaga Merapi, Rabu (11/11/2020).

Hanik menyebutkan, ancaman bahaya maksimal yang dapat terjadi ialah ketika laju ekstrusi meningkat mencapai 100.000 m3/hari dan kubah lava memenuhi kawah mencapai volume 10 juta m3.

Ia melanjutkan, jika 50 persen dari kubah lava tersebut runtuh, maka akan menghasilkan awan panas ke Kali Gendol sejauh 9 km, Kali Opak 6 km, dan Kali Woro 6 km.

Penampakan Gunung Merapi dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Jumat (6/11/2020).
Penampakan Gunung Merapi dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Jumat (6/11/2020). (TRIBUNJOGJA.COM / Almurfi Syofyan)

“Saat ini arah guguran lava dominan ke arah Kali Senowo, Kali Lamat, dan Kali Gendol dengan jarak maksimal 3 km di Kali Lamat,” ungkap Hanik.

Hanik menerangkan lava adalah magma yang berada di permukaan.

Adapun guguran lava yang semakin sering terjadi beberapa hari terakhir merupakan guguran dari sisa-sisa lava atau material lama, semisal hasil erupsi 1948 dan 1988.

Menurut Hanik, indikator data pemantauan Gunung Merapi telah melampaui kondisi siaga 2006, sehingga BPPTKG memiliki kemungkinan dua skenario, yaitu skenario ekstrusi magma dengan cepat dan skenario erupsi eksplosif.

“Keduanya berimplikasi estimasi waktu jeda yang pendek sampai dengan kejadian erupsi yang membahayakan penduduk. Saat ini data pemantauan baik seismik maupun deformasi terus meningkat menunjukkan dekatnya waktu erupsi,” ungkapnya.

Kendati demikian, lanjutnya, jika terjadi erupsi eksplosif, kemungkinan tidak sebesar erupsi 2010.

Hal ini didasarkan pada tidak terjadinya kegempaan dalam, menunjukkan tidak ada tekanan berlebihan di dapur magma.

Selain itu, migrasi magma berlangsung pelan ditunjukkan dengan seismisitas VTA yang terjadi, jumlah dan pola peningkatan kegempaan dan deformasi EDM mengikuti pola 2006 yang mana bersifat efusif.

Kemudian, banyak terjadi gempa hembusan menandakan lepasnya gas. 

( Tribunjogja.com/ maruti a husna )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved