ICW Desak Bareskrim dan Kejagung Kooperatif Soal Supervisi KPK Dalam Kasus Djoko Tjandra
ICW Desak Bareskrim dan Kejagung Kooperatif Soal Supervisi KPK Dalam Kasus Djoko Tjandra
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah meminta dokumen perkara Djoko Tjandra kepada Bareskrim dan Kejaksaan Agung.
Namun hingga ini, KPK belum mendapatkan dokumen yang diminta tersebut.
Menyikapi hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada Bareskrim dan Kejagung kooperatif terhadap kegiatan supervisi yang dilaksanakan oleh KPK.
"ICW mendesak agar Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri dapat kooperatif terhadap KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (12/11/2020).
Kurnia mengingatkan, dengan adanya Perpres Nomor 102 Tahun 2020 tentang pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana kourpsi, Kepolisian dan Kejaksaan wajib memberi akses bagi KPK untuk melakukan supervisi terhadap perkara yang mereka tangani.
"Dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b PerPres 102/2020 menyebutkan bahwa KPK berwenang meminta kronologis dan juga laporan perkembangan penanganan perkara yang sedang dikerjakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan," kata Kurnia.
Baca juga: Tiga Istilah Dalam Kasus Djoko Tjandra di Sidang Irjen Napoleon, Brigjen Prasetijo & Jaksa Pinangki
Baca juga: Ditanya Hakim Soal Inisial di Action Plan, Djoko Tjandra : Saya Tidak Pantas Ngomong Nama Itu
Menurut Kurnia, hal itu penting dilakukan KPK untuk menyelidiki potensi adanya aktor lain yang terlibat dalam pelarian Joko Tjandra.
Kurnia mengatakan, KPK mesti mendalami beberapa pertanyaan yang belum terjawab, misalnya faktor yang membuat Joko Tjandra percaya begitu saja dengan Pinangki Sirna Malasari.
"Sedangkan di waktu yang sama, Pinangki tidak memiliki jabatan khusus di Kejaksaan Agung. Apakah mungkin ada petinggi institusi tertentu yang menjamin bahwa ia dapat membantu Joko S Tjandra?" ujar Kurnia.
Sebelumnya, Nawawi menyebut tim supervisi KPK belum memperoleh dokumen perkara Djoko Tjandra meski sudah dua kali memintanya ke Badan Reserse Kriminal Polri dan Kejaksaan Agung.
Nawawi menuturkan, KPK membutuhkan dokumen tersebut untuk ditelaah dengan dokumen-dokumen laporan masyarakat, termasuk laporan dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia.
Lewat penelaahan tersebut, KPK dapat membuka peluang untuk mengusut kasus korupsi yang belum tersentuh oleh Bareskrim dan Kejagung.
"Sehingga dapat diprtimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru trhadap klaster-klaster yang belum tersentuh," ujar Nawawi.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri-Kejagung Diminta Kooperatif terhadap Supervisi KPK dalam Kasus Djoko Tjandra