Mengenal 74 Stasiun Pemantauan dengan 147 Sensor yang Menjaga Gunung Merapi
Ada 74 stasiun pemantauan dengan 147 sensor atau parameter yang menjaga merapi 24 jam nonstop alias secara terus-menerus.
Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM - Balai Penyelidikan, Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta resmi menaikkan status aktivitas Gunung Merapi ke Level III (Siaga) pada Kamis (5/10/2020) siang kemarin.
Kenaikan status ini dilakukan menyusul adanya peningkatan aktivitas vulkanik merapi. Hal itu disampaikan Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida melalui konferensi pers daring yang digelar kemarin.

Baca juga: BPPTKG Naikkan Status Gunung Merapi Menjadi Siaga (Level III)
Meski ada kenaikan status, masyarakat diharapkan tetap tenang atau tidak panik berlebihan. Ikuti semua arahan pemerintahan daerah setempat serta selalu melakukan kroscek informasi ke sumber resmi yakni BPPTKG.
Masyarakat juga tidak perlu panik lantaran Gunung Merapi terus dipantau selama 24 jam nonstop melalui berbagai sensor yang ada di puluhan stasiun pemantauan.

Kepala Seksi Gunung Merapi, BPPTKG Yogyakarta Agus Budi Santoso dalam acara Virtual Tour yang digelar dalam rangkaian Peringatan 10 Tahun Erupsi Merapi, Rabu (4/10) kemarin menjelaskan setidaknya ada 74 stasiun pemantauan dengan 147 sensor atau parameter yang menjaga merapi 24 jam nonstop alias secara terus-menerus.
Data-data dari seluruh stasiun pemantauan itu kemudian ditampilkan secara digital lewat layar-layar yang ada di ruang monitoring BPPTKG Yogyakarta.

Stasiun-stasiun pemantauan itu bekerja dengan otomatisasi untuk mengirimkan data hingga kecepatan 100 sample data per detik. Yang paling lama yakni sample data tiltmeter dengan kecepatan 1 sample per lima menit. Ada pula sample Electronic Distance Measurement (EDM) yang diambil secara manual secara berkala.
Data-data itulah yang kemudian dianalisa sehingga diperoleh kesimpulan aktivitas merapi saat itu.

Selain dari alat yang bekerja secara otomatis, Gunung Merapi juga dipantau langsung oleh 29 orang petugas yang separuhnya bekerja di Pos-pos pengamatan Gunung Merapi selama 24 jam. Contohnya, seperti Pos Pengamatan Merapi Kaliurang dan Pos Pengamatan Merapi Babadan.
Untuk diketahui, ada 5 metode utama yang digunakan untuk mengetahui aktivitas merapi. Meliputi metode seismik, metode deformasi, data gas, geokimia dan metode pengamatan visual.
Data pengamatan visual ini diperoleh dari 34 kamera CCTV yang terpasang mengelilingi Gunung Merapi termasuk di antaranya ada yang dipasang di Gunung Merbabu yang bisa memperlihatkan visual ketinggian asap hingga warna asap.

Ada pula kamera DSLR untuk melihat deformasi dan perubahan morfologi, thermal cam serta drone yang dapat memantau kubah lava Gunung Merapi.
"Hasilnya kita bisa mengetahui apakah aktivitas itu mengarah pada sesuatu yang membahayakan masyarakat atau tidak," ulas Budi.
Sebagai informasi, Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan bahwa berdasarkan data pengamatan memang terjadi peningkatan aktivitas di Gunung Merapi yang bisa berujung pada proses erupsi.
Namun dirinya menekankan bahwa erupsi merapi kali ini lebih cenderung seperti erupsi efusif tahun 2006 lalu atau tidak seperti letusan besar atau eksplosif tahun 2010. (*)