Lawan Hoaks Pilkada 2020, UGM dan WhatsApp Adakan Pelatihan Literasi Digital Bagi Perempuan

Pelatihan ini akan diadakan di empat kota/kabupaten terpilih, yakni Tangerang Selatan, Mamuju, Tomohon, dan Makassar.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Muhammad Fatoni
dok.humas UGM
Gedung rektorat UGM 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bagi kebanyakan perempuan, WhatsApp adalah perpanjangan dari kehidupan sosial di mana lebih dari separuh grup WhatsApp mereka adalah keluarga dan teman-teman.

Berdasarkan riset Grup WhatsApp dan Literasi Digital Perempuan Indonesia oleh Kurnia, dkk (2020), sebanyak 73,8 persen perempuan Indonesia cenderung mendiamkan hoaks yang ditemukan di WhatsApp.

Selain itu, hasil riset tersebut juga menunjukkan sebesar 86,6 persen hoaks atau hoaks terbanyak yang ditemukan di Grup WhatsApp adalah hoaks bertema politik.

Atas dasar itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan WhatsApp meluncurkan program pelatihan bertema “Perempuan Melawan Hoaks Politik di WhatsApp Grup dalam Pilkada 2020” untuk mendukung para tokoh komunitas perempuan di empat kota menjadi agen perubahan dalam memerangi penyebaran hoaks sepanjang Pilkada 2020.

Pelatihan tersebut merupakan kelanjutan dari hasil riset berjudul “Grup WhatsApp dan Literasi Digital Perempuan Indonesia” yang dipublikasikan awal tahun ini oleh Departemen Ilmu Komunikasi UGM.

Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi UGM, Novi Kurnia menyebutkan, sebanyak 70 persen dari 1.250 responden perempuan mengaku memiliki hingga 10 grup WhatsApp, yang seringkali menjadi tempat di mana mereka terpapar hoaks dan disinformasi.

“Riset juga menunjukkan, 74 persen dari perempuan yang terpapar hoaks memilih untuk tidak menanggapi pesan meragukan yang diterima karena menghindari konflik. Padahal, kami melihat perempuan justru berkesempatan membawa perubahan dalam komunitasnya asalkan terbekali dengan pelatihan literasi digital yang tepat. Inilah mengapa kami berkolaborasi dengan WhatsApp untuk menyelenggarakan rangkaian program pelatihan ini,” ujar Novi, Senin (19/10/2020).

Salah satu peserta pelatihan yang telah mendaftarkan dirinya adalah Andi Sri Wulandani, perempuan berumur 38 tahun dari Makassar.

Andi pernah bekerja di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Soppeng dan kini mengepalai sebuah institusi penelitian di Makassar.

“Setiap orang, termasuk saya sendiri, menggunakan WhatsApp sebagai sarana komunikasi utama untuk terhubung dengan teman, keluarga, dan rekan kerja,” kata Andi.

“Tanpa pengetahuan dan kesadaran yang cukup, mudah bagi kita untuk terperangkap dalam informasi yang belum pasti kebenarannya. Oleh sebab itu, saya tidak sabar untuk mengikuti pelatihan ini dan berharap ilmu yang saya dapatkan bisa saya bagikan ke komunitas saya. Saya yakin kita bisa bersama-sama melawan hoaks dengan upaya kolaboratif," sambungnya.

Pelatihan ini akan diadakan di empat kota/kabupaten terpilih, yakni Tangerang Selatan, Mamuju, Tomohon, dan Makassar.

Keempat lokasi ini diidentifikasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai daerah yang rentan konflik akibat disinformasi.

Novi, yang juga merupakan koordinator pelatihan menambahkan, di Makassar sendiri, 58 persen perempuan rata-rata menerima satu hingga tiga pesan yang menyesatkan dari grup mereka setiap harinya. Lebih dari tiga perempat isi pesan-pesan tersebut berkaitan dengan politik.

Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik WhatsApp APAC, Clair Deevy percaya teknologi dan peningkatan literasi digital yang baik dapat menjadi solusi atas isu ini.

“WhatsApp memiliki teknologi pendeteksi spam terbaik. Dengan teknologi ini, WhatsApp mendeteksi akun-akun yang menunjukkan perilaku mencurigakan, seperti akun baru terdaftar yang mendadak mengirimkan pesan dalam jumlah besar sekaligus. Akun-akun seperti ini mungkin disalahgunakan untuk menyebarkan spam dan hoaks," tutur Deevy.

Ia melanjutkan, meskipun demikian, WhatsApp tetap menyarankan penggunanya untuk selalu memeriksa kebenaran pesan yang diterima sebelum membagikannya.

Pengguna juga disarankan untuk selalu merujuk informasi penting kepada sumber yang terpercaya dan resmi.

"Maka dari itu, kami sangat antusias dapat bekerja sama dengan institusi seperti UGM untuk semakin mendorong keterlibatan pengguna WhatsApp dalam melawan hoaks dan disinformasi," ungkapnya.

Pelatihan ini akan berlangsung dari 19 sampai 23 Oktober 2020, diikuti dengan sesi pendampingan hingga akhir tahun. Para peserta akan dibagi ke dalam beberapa kelompok dan menerima sesi pembinaan melalui grup WhatsApp.

Mereka juga akan dibekali dengan materi pembelajaran yang memudahkan mereka meneruskan apa yang sudah mereka pelajari kepada komunitas mereka kelak. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved