Ada Pasukan Khusus Bernama Rajawali Bentukan Badan Intelijen Negara
Badan Intelijen Negara ( BIN) memamerkan pasukan khusus Rajawali yang menampilkan atraksi militer pada saat acara Inagurasi Peningkatan Statuta Sekola
Dilansir dari laman resmi BIN, badan intelijen pertama di Indonesia dibentuk pasca-proklamasi kemerdekaan yang dinamakan Badan Istimewa (BI).
Kolonel Zulkifli Lubis memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus.
Para personel lembaga ini merupakan jebolan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pada masa pendudukan Jepang 1943.
Selanjutnya, pada Mei 1946, dilakukan pelatihan khusus di daerah Ambarawa.
Sekitar 30 pemuda yang lulus direkrut menjadi anggota Brani. Lembaga ini kemudian menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.
Berikutnya, mantan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi pada Juli 1946. Setelah itu dilakukan penyatuan seluruh seluruh badan intelijen di bawah Menhan pada 30 April 1947. Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B
Pada awal tahun 1952, mantan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP).
Pada tahun yang sama, mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan mantan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat untuk melatih calon-calon intel Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.
Dalam rentang 1952-1958, semua angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid.
Hal itu kemudian yang menjadi dasar bagi Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala pada 5 Desember 1958.
Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio.
Pada era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi komunis dan non-komunis di tubuh militer, termasuk intelijen. Kondisi ini kemudian berubah setelah kekuasaan Orde Lama dan Soekarno jatuh.
Pasca-peristiwa 1965, Presiden kedua RI Soeharto yang mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI) di seluruh Komando Daerah Militer (Kodam).
Pada tanggal 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) yang dipimpin oleh Brigjen Yoga Sugomo sebagai kepala. Kepala Komando Intelijen Negara (KIN) pun bertanggung jawab langsung kepada Soeharto.
Sebagai lembaga Intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki operasi khusus (opsus) di bawah Letkol Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.