Kota Yogyakarta

Program Guru Kunjung Disdik Kota, Dewan Pendidikan DIY: Ide Bagus, Harus dengan Pengawasan Orang Tua

Ia mengungkapkan, jika dilakukan pada siswa SD hal itu dapat dijalankan karena wilayahnya yang relatif mudah terjangkau.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Maruti Asmaul Husna Subagio
Ilustrasi: Nur Handayani, wali kelas 1 SDN Tegalpanggung sedang mengajar dalam kegiatan guru kunjung, Selasa (18/8/2020). Guru dan murid menerapkan protokol kesehatan. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Danisworo ikut menanggapi program “Guru Ngaruhke” atau guru kunjung yang dijalankan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta sebagai pilot project terhadap delapan SD Negeri (SDN).

Ia mengungkapkan, jika dilakukan pada siswa SD hal itu dapat dijalankan karena wilayahnya yang relatif mudah terjangkau.

“Saya kira kalau itu dijalankan di Kota Yogyakarta mungkin masih bisa terjangkau, jarak antar rumah berdekatan. SD juga dari dulu sistem zonasi sudah jalan, setiap kecamatan sudah ada SD,” ujar pengajar di UPN “Veteran” Yogyakarta itu saat dihubungi Tribunjogja.com, Selasa (18/8/2020).

“Ide itu bagus, apalagi siswa kelas 1 belum kenal satu sama lain. Selama protokol kesehatan ditaati tidak ada masalah,” sambungnya.

Program Guru Kunjung Dinilai Mencapai Target, Disdik Kota Yogyakarta Berencana Lakukan Perluasan

Ia melanjutkan, dalam hal ini guru yang mendatangi harus proaktif dan menjalankannya dengan kesadaran.

“Guru harus proaktif, punya kesadaran tinggi. Kalau dipaksa nanti tidak optimal,” imbuhnya.

Selain itu, kata dia, orang tua siswa juga harus mendampingi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Tapi ingat karena masih SD, orang tua harus ikut. Butuh pengawasan orang tua. Orang tuanya harus diimbau menjalankan protokol kesehatan. Saya melihat di jalan-jalan orang tua banyak kurang menaati, kalau anak kan mengikuti orang tuanya. Jangan sampai nanti anaknya belajar, tapi ibu-ibunya menggerombol,” paparnya.

Ditanya tentang rencana pelaksanaan pembelajaran tatap muka secara terbatas di sekolah, Danisworo pun mendukung hal itu.

Menurutnya, hal itu mungkin dilakukan dengan pengaturan jumlah siswa dan waktu pembelajaran yang ketat.

Guru SDN Tegalpanggung Kunjungi Siswa Empat Hari Seminggu

“Apakah di sekolah atau kelas, paling lama satu jam enam orang, berikutnya enam orang lagi. Kalau di luar sekolah mungkin ada keterbatasan sarana, semisal papan tulis dan guru harus mendesain kelas seperti apa,” bebernya.

Terkait substansi pelajaran, Danisworo memberikan catatan agar pembelajaran siswa SD kelas awal lebih banyak aspek bermain ketimbang belajar.

“Untuk level SD pemanasan dulu lah, jangan sampai dulu di TK lalu langsung berubah pelajaran seperti di SD. Kelas 1 dominasi bermainnya harus lebih banyak supaya anak tidak bosan. Seperti mesin sudah nggembos di jalan karena di awal sudah dicecar materi tapi hanya di permukaan,” katanya.

Ia pun menyampaikan sebuah penelitian mengungkapkan, di Indonesia orang berusia 25 tahun sudah mulai menurun secara prestasi.

Namun, di Eropa usia 25 tahun prestasi manusianya masih tetap menanjak hingga 40 tahun dikarenakan perbedaan sistem pelajaran.

“Kelas 1,2,3 SD sebaiknya banyak bermainnya, sehingga tidak loyo di tengah jalan. Saya pikir betul dengan calistung (baca, tulis, hitung), jangan diberi banyak pelajaran. Banyak permainan, jangan banyak materi,” pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved