Secara Syariat, Bolehkah Membagikan Daging Kurban dalam Bentuk Olahan?

Dianjurkan lebih baik membagikan hasil daging hewan kurban yang belum diolah (segar), sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Gaya Lufityanti
Shutterstock
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Momentum perayaan Iduladha adalah waktu yang sangat tepat untuk semua umat muslim ikut berbagi makanan bagi masyarakat yang membutuhkan melalui ibadah kurban.

Hukum menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkad sebagai bentuk kita meneladani ketaatan Nabi Ibrahim a.s kepada Allah SWT.

Namun, masih banyak dari umat muslim yang bertanya terkait bolehkah membagikan daging hewan kurban dalam bentuk olahan bukan daging segar (mentah), berikut penjelasan Ustaz Muhajir.

Menurut Wakil Sekretaris PWNU DIY, Ustaz Muhajir, dianjurkan lebih baik membagikan hasil daging hewan kurban yang belum diolah (segar). Sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Bacaan Doa, Panduan dan Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban Idul Adha 1441 H

"Dengan memberikan daging kurban yang masih segar hukumnya sunah. Ini dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi penerima terutama fakir dan miskin. Bahkan, lebih mudah untuk dijual kembali," jelasnya kepada TRIBUNJOGJA.COM, pada Kamis (30/07/2020).

Pernyataan terkait sunah membagikan daging kurban yang masih mentah dibahas dalam Mahzab Hanbali.

Di mana ia mengharuskan sedekah daging kurban ke fakir miskin dalam keadaan mentah, beliau menyatakan:

Al-Imam Al-Buhuti (w. 960 H), mewakili pendapat resmi Mazhab Hanbali, menyatakan:

يَجِبُ الصَّدَقَةُ بِبَعْضِهَا نَيِّئًا عَلَى فَقِيْرٍ مُسْلِمٍ

Artinya, “Wajib menyedekahkan sebagian daging kurban dalam kondisi mentah kepada fakir yang muslim.” [Kasysyaaful Qinaa’ (III/23) karya Al-Buhuti cet. Darul Kutubil ‘Ilmiyyah Beirut 2009 M]

Namun, ada perbedaan pendapat dari para ulama terkait boleh tidaknya hasil daging kurban dijadikan olahan makanan sebelum dibagikan kepada yang berhak.

Seperti yang dilansir Mazhab Maliki yang membolehkan pembagian daging kurban dalam kondisi sudah dimasak.

Al-Imam Ibnul Hajib (w. 646 H), mewakili pendapat resmi Mazhab Maliki, mengatakan:

وَيَأْكُلُ الْمُضَحِّيْ وَيُطْعِمُ نَيِّئًا وَمَطْبُوْخًا وَيَدَّخِرُ وَيَتَصَدَّقُ

Artinya, “Pengurban dianjurkan memakan sebagian dari daging kurbannya, membagikannya dalam kondisi mentah maupun sudah dimasak, menyimpannya, atau menyedekahkannya.” [Jaami’ul Ummahaat hlm. 230, karya Ibnul Hajib, cet. Darul Yamamah Damaskus 1998 M]

Lalu, Al-Lajnah Ad-Daimah (semacam MUI-nya Arab Saudi) juga memfatwakan:

وَالْأَمْرُ فِيْ تَوْزِيْعِهَا مَطْبُوْخَةً أَوْ غَيْرَ مَطْبُوْخَةٍ وَاسِعٌ

Artinya, “Perkara membagikan daging kurban dalam kondisi sudah dimasak maupun belum adalah perkara yang luas (boleh-boleh saja tidak ada keharusan tertentu).”

Menanggapi hal ini, Ustaz Muhajir menuturkan, memang dianjurkan sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yaitu membagikan daging hasil kurban dalam bentuk mentah. 

"Hukumnya kan sunah dilakukan berpahala ditinggalkan tidak berdosa.  Memang sebaik mungkin diberikan dalam keadaan mentah. Namun, apabila ada keadaan yang tidak memungkin tentu boleh saja," ucap Ustaz Muhajir.

Panduan, Tata Cara Penyelenggaraan Kurban Idul Adha 2020 di Tengah Pandemi COVID-19

Berikut tambahan terkait pembagian daging kurban dalam bentuk mentah atau olahan yang dikutip dari berbagai sumber:

1) Darul Ifta’ Yordania juga merilis tanya jawab salah seorang anggota muftinya:

Asy-Syaikh Dr. Nidhal Sulthan, bahwa yang harus dibagikan dalam kondisi mentah ialah kadar daging yang wajib disedekahkan saja.

Yaitu sebanyak setengah Rithl. Artinya selebihnya dari itu maka tidak harus dibagikan dalam bentuk daging mentah.

Teks pertanyaannya:

هَلْ يَصِحُّ طَبْخُ الْأُضْحِيَةِ ثُمَّ تَوْزِيْعُهَا؟

“Apakah sah memasak dahulu daging kurban lalu baru dibagikan?”

الْمِقْدَارُ الْوَاجِبُ تَوْزِيْعُهُ مِنَ الْأُضْحِيَةِ يُوَزَّعُ لَحْمًا نَيِّئًا قَبْلَ الطَّبْخِ

“Kadar daging kurban yang wajib dibagikan hendaknya dibagikan dalam kondisi mentah sebelum dimasak.”

Sedangkan dalam list fatwa yang sama Darul Iftaa’ menyatakan:
أَقَلُّ مَا يَجِبُ التَّصَدُّقُ بِهِ مِقْدَارُ مَا يَتَمَوَّلُ بِهِ الْفَقِيْرُ وَيُقَدَّرُ بِنِصْفِ رَطْلٍ.

Artinya, “Kadar minimal daging kurban yang wajib disedekahkan ialah kadar minimal yang bisa diuangkan oleh seorang fakir, yaitu dikadarkan sebesar setengah Rathl (kira-kira 0,9 kg).” (Dirilis pada 20 September 2015 di situs Darul Ifta’ Yordania).

2) وَأَطْلَقَ الْحَنَفِيَّةُ التَّصَدُّقَ بِهِ وَمَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةِ أَنَّهُ يَجُوْزُ التَّصَدُّقُ بِهِ مَطْبُوْخًا

Artinya, “Mazhab Hanafi membebaskan sedekah daging kurban dalam kondisi apapun. Mazhab Maliki secara tegas menyatakan bolehnya sedekah daging kurban dalam kondisi sudah dimasak.” [Hidaayatus Saalik (III/1150), karya Ibnu Jama’ah, cet. Darul Basyairil Islamiyyah Beirut 1994 M].

Ketentuan- Ketentuan yang Harus Dilakukan Bagi Sahibul Kurban saat Hendak Menyembelih

3)Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H), mewakili pendapat resmi Mazhab Syafii, menjelaskan:

وَلَا يَجُوْزُ تَمْلِيْكُ الْأَغْنِيَاءِ مِنْهَا شَيْئًا وَإِنَّمَا يَجُوْزُ إِطْعَامُهُمْ وَالْهَدِيَّةُ إِلَيْهِمْ. وَيَجُوْزُ تَمْلِيْكُ الْفُقَرَاءِ مِنْهَا لِيَتَصَرَّفُوْا فِيْهِ بِالْبَيْعِ وَغَيْرِهِ. … لَا يَجُوْزُ أَنْ يَدْعُوَ الْفُقَرَاءَ لِيَأْكُلُوْهُ مَطْبُوْخًا لِأَنَّ حَقَّهُمْ فِيْ تَمَلُّكِهِ … وَإِنْ دَفَعَ مَطْبُوْخًا، لَمْ يُجْزِهِ بَلْ يُفَرِّقُهُ نَيِّئًا لِأَنَّ الْمَطْبُوْخَ كَالْخُبْزِ فِيْ الْفِطْرَةِ.

Artinya, “Tidak boleh memberikan kepemilikan (tamliik) daging kurban sedikit pun kepada orang kaya. Yang boleh hanyalah memberi mereka makanan berupa daging kurban dan menghadiahkannya pada mereka. Sementara orang-orang fakir, boleh diberikan kepemilikan (tamliik) daging kurban kepada mereka agar mereka memiliki keleluasaan memilih akan diapakan daging tersebut, entah dijual atau lainnya.

Dari beberapa pendapat di atas,  kembali Ustaz Muhajir mengatakan, semua tergantung atas situasi dan kondisi.

"Jika mampu maka lakukanlah sesuai yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Namun, jika ada kendala pilihlah solusi terbaiknya," pungkas Ustaz Muhajir. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved