Kisah Inspiratif
Cerita di Balik Laboratorium Berisi Ribuan Sampel Covid-19 di DIY
Di balik peningkatan kasus positif Covid-19 di DIY setiap hari, ada sosok wanita tangguh yang memastikan semua sampel virus diperiksa dengan benar.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
Irene pun membagikan cerita bahwa hari-hari ini sampel yang masuk ke laboratoriumnya sangat banyak.
Satu kabupaten saja, jelasnya, bisa mengirim 500-600 sampel per hari.
Sementara kemampuan BBTKLPP Yogyakarta mengeluarkan 900-1.000 hasil pemeriksaan setiap harinya.
"Misal tanggal 15 Juli masuk 1.631 sampel, tanggal 22 Juli masuk 1.126 sampel. Jadi itu kadang-kadang tidak terkejar di kecepatan hasil. Pada 24 Juli ada sekitar 3.000 sampel yang mengantre untuk kami periksa," beber wanita kelahiran Padang Sumatera Barat pada 3 Juni 1972 tersebut.
Irene buka-bukaan bahwa setiap hari staf laboratorium BBTKLPP Yogyakarta merunning 10 batch sampel Covid-19, di mana 1 batch berisi 96 sampel yang diperiksa.
Dengan 2 alat PCR yang dimiliki, maka masing-masing mesin bekerja untuk 5 batch.
Proses master mix hingga keluar hasil untuk 1 batch sampel, imbuhnya, membutuhkan waktu 3 jam.
"Artinya untuk 10 batch dengan dua mesin yang kami miliki, itu masing-masing mesin 5 batch jadi waktunya pas 15 jam menghasilkan 940 sampel. Sekali masuk 96 sampel tapi kurangi kontrol negatif dan positif jadi 94 sampel," jelasnya.
• Riwayat Perjalanan 17 Pasien Covid-19 di Yogyakarta, Pulang dari Jakarta, Semarang hingga Jayapura
Sebelumnya, BBTKLPP Yogyakarta hanya memiliki 1 mesin PCR dengan kapasitas menguji 96 sampel.
Namun ia melakukan efisiensi anggaran dan melakukan pengadaan mandiri dan membeli satu alat PCR untuk mempercepat kinerja dan demi mendapatkan hasil dalam waktu sesegera mungkin.
"Saya sudah minta ke BNPB, tapi belum dapet-dapet," ucap wanita yang menyelesaikan pendidikan terakhir S3 Epidemiologi Kesehatan Lingkungan di Universitas Indonesia tersebut.
Namun, dengan segala yang dipunya, Irene tak hentinya memberikan motivasi kepada seluruh stafnya, terutama yang berkerja tanpa kenal lelah di laboratorium Covid-19.
Mantan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tersebut menjelaskan bahwa ia merasakan beban saat harus melakukan push kepada stafnya untuk bisa memeriksa sampel sebanyak-banyaknya, tapi juga tahu stafnya telah mengorbankan kepentingan mereka untuk hajat umat.
"Kebanyakan yang jadi beban perasaan saat melihat staf saya. Misal Lebaran. Kita tahu hari itu yang ditunggu-tunggu tapi saya harus menyampaikan kita harus buka. Pagi-pagi oleh staf yang non-Muslim, lalu setelah Salat Id masuk semua. Saya bisa merasakan, mereka juga kan susah menjelaskan kepada keluarga besarnya," urai Irene.
Para staf pun dengan kesadaran pribadi, telah berhitung untuk rela berada di dalam laboratorium.