Cerita Suroto, Guru SD di Perbatasan Magelang-DIY Sambangi Siswanya Belajar dari Rumah ke Rumah

Berseragam lengkap, guru SD Kanisius Kenalan itu lantas menggenjot sepeda motornya melintasi jalan yang berkelok di sepanjang perbukitan Menoreh

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Rendika Ferri K
Suroto (59), guru SD Kanisius Kenalan, Borobudur, Magelang yang menyambangi siswanya belajar dari rumah ke rumah. Tampak ia sedang mengajari siswanya belajar tentang tumbuh-tumbuhan, Senin (20/7/2020) di salah satu rumah siswanya di Dusun Plengan, Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, DIY. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Pagi-pagi sekali, Suroto sudah bersiap-siap dari rumahnya, di Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.

Berseragam lengkap, guru SD Kanisius Kenalan itu lantas menggenjot sepeda motornya melintasi jalan yang berkelok di sepanjang perbukitan Menoreh dan perbatasan dengan Kulonprogo.

Hari ini, jadwalnya mengajar siswanya di rumahnya di Dusun Plengan, Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, DIY.

Jarak dari rumah ke sekolah dan dari sekolah ke rumah siswanya kurang lebih 11 kilometer.

Begitu sampai, tiga muridnya sudah menyambut Suroto dengan gembira.

"Selamat pagi, anak-anak. Sudah siap belajar?" kata Suroto, menyambut anak-anak kelas 3 SD itu di rumah mereka.

"Selamat pagi pak Guru, sudah siap pak," tutur mereka, menyambut Suroto sembari menangkupkan tangan sebagai ganti bersalaman.

"Hari ini kita belajar tentang tanaman dan makhluk hidup," kata Suroto sambil mengajak anak-anak menyiapkan materi belajar di dalam rumah.

Jadwal pelajaran kali ini adalah tentang tanaman dan makhluk hidup.

Setelah memberikan materi singkat di dalam rumah, Suroto mengajak anak-anak tersebut ke kebun depan rumah.

Anak-anak diminta menyebutkan satu per satu nama tanaman yang ada di sana.

Lalu, mereka diminta menyiram dan memberikan pupuk kepada tanaman-tanaman yang tumbuh di sana.

KBM hari itu pun berjalan dengan lancar. Anak-anak mengikuti pelajaran dengan gembira.

Mungkin karena telah lama hanya belajar dari rumah.

Tentunya, protokol kesehatan saat belajar dan mengajar dijalankan. Para siswa tetap mengenakan masker dan mencuci tangannya sebelum belajar. Mereka juga wajib mencuci tangannya dulu menggunakan sabun.

Usai pelajaran, Suroto memberikan materi penutup kepada anak-anak. Tak lupa, ia juga memberikan tugas kepada mereka.

Sementara itu, pekerjaan rumah anak-anak sebelumnya dikumpulkan Suroto untuk dinilai.

Suroto pun langsung pamit setelah mengajar di satu rumah ini, untuk mengajar di tempat berikutnya.

Kegiatan sambang rumah ini memang sudah dilaksanakannya sejak anak-anak tak bisa lagi bersekolah dengan tatap muka pada 17 Maret 2020 lalu.

Sementara pembelajaran daring, juga tak memungkinkan karena lokasinya yang susah sinyal dan sebagian orangtua dan anak tak memiliki gawai yang memadai untuk mengikuti belajar online.

Suroto pun menyambangi siswanya dan mengajar mereka dari rumah ke rumah sejak saat itu.

"Sekolah diliburkan dan melaksanakan belajar daring. Namun ternyata banyak orangtua mengeluhkan sinyal yang sulit di tempat kami yang pegunungan. Mereka juga tidak memiliki gawai atau smartphone, sehingga tidak bisa melaksanakan belajar daring. Saya pun mendatangi rumah-rumah, mendatangi anak-anak dan mengajar mereka yang mengalami kendala itu," kata Suroto, di sela ia mengajar di sekolahnya, SD Kanisius Kenalan, Kecamatan Borobudur, Magelang, Senin (20/7/2020).

Kegiatan sambang siswa dan mengajar dari rumah ini dilakukan atas inisiatif dari Suroto sendiri.

Sebagai guru, ia ingin agar anak-anak dapat belajar dengan baik. Siswa dapat bertanya secara langsung jika mengalami kesulitan.

Mereka pun dapat lebih cepat paham ketika dijelaskan secara langsung.

"Semula, anak-anak tidak bisa belajar. Orangtua juga kurang memahami materi yang disampaikan guru, sehingga kedatangan guru, membuat mereka senang. Guru dapat menjelaskan materi yang kurang paham, dan anak senang bisa bertemu dengan guru dan saat kesulitan bisa bertanya. Ini saya lakukan atas inisiatif sendiri sebagai guru yang mendampingi mereka. Kalau secara daring terus, sepertinya kurang maksimal. Anak hanya mengerjakan tugas. Dari tugas itu pun, anak-anak belum paham," kata Suroto.

Selama empat bulan terakhir ini, Suroto mendatangi rumah siswanya dari dusun ke dusun.

Kadang medannya sulit, rumah siswa di daerah pegunungan dan pelosok. Kadang jaraknya jauh hingga enam kilometer lebih dari sekolah.

Jarak rumah Suroto ke sekolah juga sekitar lima kilometer. Namun, Suroto rela menempuh semuanya, demi untuk mengajar siswanya.

"Saya datangi dari dusun ke dusun, meskipun berjarak jauh. Nanti, satu kelompok belajar, terdiri dua sampai tiga anak. Tidak setiap hari keliling, kadang daring juga. Yang tidak bisa daring, saya sambangi. Sehari saya mengajar dua kelompok. Mulai pagi jam 08.00 WIB hingga siang. Satu kegiatan maksimal 2-3 jam," tutur guru yang sudah mengajar selama 35 tahun tersebut.

Meskipun menyambangi siswanya langsung, Suroto tetap mengindahkan protokol kesehatan.

Sebelum pembelajaran, anak-anak diedukasi tentang pentingnya mencuci tangan dan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat.

Anak-anak harus mengenakan masker, dan diajari cara mencuci tangan dengan baik.

Selama belajar, mereka juga harus menjaga jarak.

"Belajar ya belajar, tetapi yang paling penting adalah menerapkan protokol kesehatan. Anak-anak harus mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak," kata ayah dari dua putra dan putri dan kakek dari dua cucu itu.

Ada saja kendala yang terjadi saat ia hendak berangkat mengajar. Kadang-kadang saat musim hujan kemarin, ia berangkat kehujanan.

Sempat ia menyambangi rumah siswanya yang lumayan berjarak jauh, ban sepeda motornya bocor.

Tidak ada tambal ban terdekat, sehingga ia harus menuntun sepeda motornya lumayan jauh. Kadang-kadang, ia harus merogoh koceknya sendiri untuk membeli bensin.

"Kendala tentu ada, tapi bagaimanapun harus ditempuh. Ini sudah tanggung jawab saya mendampingi mereka, anak-anak saya. Supaya mereka tak ketinggalan belajar di rumah. Ini tanggung jawab saya sebagai guru," tutur pria dengan nama lengkap, Hendricus Suroto tersebut.

Suroto sendiri sudah mengajar di SD Kanisius Kenalan sejak tahun 1985. Jika dihitung, sudah 35 tahun, ia menjadi guru.

Sekolah itu juga yang menjadi tempat belajarnya dulu. Meskipun sudah purna tugas setahun lalu, ia tetap diperbantukan yayasan, karena semangatnya yang ingin terus mendidik siswanya.

"Sudah purna sejak setahun lalu, tetapi masih diperbantukan yayasan. Kalau saya mengajar kelas 3. Muridnya memang tak banyak hanya 15 orang saja. Ada yang dari Kulonprogo, paling banyak dari Magelang. Meski sudah pensiun, tetapi saya tetap menjadi guru karena saya masih ingin mengajar mereka," kata pria yang juga alumnus SD Kanisius Kenalan tersebut.

Sambang siswa dan mengajar mereka di rumah ini, semata-mata ia lakukan untuk membantu para orangtua dan anak yang kesulitan belajar daring. Ia juga tak meminta bayaran lebih.

Terpenting adalah para siswanya dapat belajar dengan baik, meskipun menghadapi kesulitan.

"Ada orangtua yang tak punya HP dan sinyal di sini yang sulit. Saya pun niatkan mengajar mereka antar rumah siswa, agar mereka dapat memahami dan belajar dengan baik. Meskipun banyak kendala, jangan sampai anak-anak ini jadi kesulitan belajar dan mengenyam pendidikan mereka," pungkas Suroto.

Orangtua siswa dari Fransisca Daniel Aretha Tiana, Petrus Maryana (53), mengeluhkan kesulitan anaknya saat belajar daring.

Lokasi rumahnya yang berada di pegunungan dan agak pelosok, membuat sinyal seluler susah masuk.

Pelajaran daring pun terhambat. Adanya guru sambang siswa ini, ia sangat menyambut baik. Dengan begitu, anaknya dapat belajar dengan baik.

"Ada kesulitan masalah sinyal. Sinyal sulit, kalau online masuknya lama sekali. Di sini, pak Suroto dapat datang mengajari mereka sehingga mereka belajar dengan baik. Anak-anak jadi paham pelajaran," tutur Maryana, saat ditemui di rumahnya usai pelajaran.

Siswa pun merasa senang dengan kedatangan gurunya. Sudah sejak empat bulan, mereka di rumah dan belajar daring saja.

Siswa pun merasa rindu belajar di sekolah.

"Senang sekali ada pak Guru datang. Inginnya dapat bersekolah lagi, karena sudah empat bulan di rumah. Ada pak guru datang bisa lebih mudah," kata Fransisca Daniel Aretha Tiana (8), siswa kelas tiga SD Kanisius Kenalan.

(Tribun Jogja/ Rendika Ferri K)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved