Akademi TNI: Opsi Terakhir, Pemkot Magelang Harus Pindah Kantor

Mendagri mengatakan tidak sanggup jika harus menanggung biaya penggantian lahan dengan nominal Rp 200 Miliar tersebut.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Rendika Ferri K
Danjen Akademi TNI, Letjen TNI (Mar) Bambang Suswantono, saat diwawancarai wartawan sebelum upacara penutupan pendidikan dan wisuda sarjana taruna di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Senin (6/7/2020). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Akademi TNI menawarkan pilihan terakhir kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang untuk pindah dari kantor saat ini ke kantor lamanya.

Danjen Akademi TNI, Letjen TNI (Mar) Bambang Suswantoro, mengatakan cara ini lebih mudah dan tak keluar biaya besar daripada cara yang lain, seperti mengganti lahan senilai Rp200 Miliar maupun saling menghibahkan atau tukar guling.

Bambang mengatakan, dirinya sudah berbicara dengan Mendagri.

Mendagri mengatakan tidak sanggup jika harus menanggung biaya penggantian lahan dengan nominal Rp 200 Miliar tersebut.

Terlebih, Bappenas juga menyampaikan hal tersebut tidak masuk ke dalam RPJMN maupun proyek nasional.

Sementara jika aset yang lama diganti dengan lahan yang baru, Bambang pesimistis Pemkot Magelang akan mampu dengan pendapatan saat ini, juga pemerintah pusat yang sudah tak mampu.

Meski demikian, jika betul diganti lahan baru, ia tetap meminta bukti lahan baru itu kepada Pemkot.

Di luar itu, ia tetap menawarkan pilihan terakhir, agar Pemkot Magelang dapat pindah ke kantor lamanya.

"Saya sudah bicara dengan Presiden, Mendagri. Mendagri mengatakan, kalau kita harus mengganti lahan nominal Rp200 miliar, tidak mungkin. Apalagi Bappenas menyampaikan tidak masuk dalam RPJMN, bukan proyek nasional. Oleh karena itu opsi kedua kembali ke kantor yang lama. Tak perlu anggaran yang besar. Nol rupiah. Tentu tidak serta merta hari ini, silakan diatur. Kalau kita mengandalkan ruislag dengan nominal Rp 200 miliar, tak mungkin dengan negara kondisi saat ini," kata Bambang, Senin (6/7/2020), saat diwawancarai sebelum upacara penutupan pendidikan dan wisuda sarjana taruna di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Bambang pun menjelaskan soal riwayat aset berupa lahan dan sebagian bangunan yang saat ini ditempati Pemkot Magelang.

Menurutnya, dulunya Kantor Wali Kota Magelang tersebut adalah Mako Akabri yang dibangun tahun 1982 dan selesai tahun 1985.

Tak lama setelah selesai, Panglima TNI saat itu memerintahkan Mako Akabri tetap di Jakarta pada 1985 lalu.

Gedung yang baru selesai itu pun akhirnya tidak jadi digunakan kantor Mako Akabri.

Mendagri kala itu memerintahkan Wali Kota Magelang untuk menggunakan gedung dan lahan seluas 40.000 meter persegi tersebut sebagai kantor Wali Kota Magelang.

Namun, tanpa berita acara pelimpahan. Sertifikat sendiri diaku masih milik Mako Akabri atau Akademi TNI saat ini.

"Gedung yang baru selesai itu tidak digunakan kantor Mako Akabri. Mendagri memerintahkan Wali Kota Magelang untuk menggunakan kantor Mako Akabri sebagai kantor Wali Kota Magelang. Namun, perlu diingat bahwa dalam perintah menggunakan itu tidak ada berita acara yang melibatkan Mako Akabri selalu pemilik tanah yang sah. Sertifikat ada di tempat kami, masih ada di tempat kami," ujar Bambang.

Bambang menuturkan, sudah sebanyak 9 kali diadakan pertemuan untuk membahas masalah aset itu, tetapi tak pernah membuahkan hasil.

Ia khawatir masalah ini hanya akan berlarut-larut. Sementara, Akademi TNI dikatakannya sudah sangat membutuhkan tempat ataupun kantor, karena selama ini pihaknya masih menumpang di kantor Akmil.

"Kurun waktu 2001 sampai dengan sekarang, lebih kurang 9 kali kita pertemuan, ya tetapi tidak membuahkan hasil. Salah satunya jalan, harus ada yang ngalah. Wali Kota dapat ‘turunkan ego sektoralnya’. Sesuai dengan tertib administrasi negara ya barang milik negara, kami pemiliknya dan ingin menggunakan tempat itu sebagai kantor. Di sisi lain, saya tidak punya kantor disini, jadi kami menumpang di Akmil," kata Bambang.

Soal tawaran lahan pengganti dari Pemkot Magelang seluas 13 hektar, Bambang meminta bukti dari pemkot. Apakah lahan tersebut ada.

Jika sudah ada, apakah pemerintah kota mampu membayarnya dengan biaya sebesar itu.

Opsi terakhir yang ditawarkannya adalah Pemerintah Kota Magelang dapat pindah ke kantor yang lama.

"Kami sudah menawarkan dua opsi itu. Jadi harus legawa. Kami minta buktinya (kalau ada lahan pengganti). Lahan yang disiapkan, tetapi kan beli. Membayar. Yang membeli pemkot dengan PAD dan APBD yang kami rasa masih kecil. Jadi opsi terakhir ya sudah harus ngalah kembali ke kantor yang lama," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved