Yogyakarta
Kongres Kebudayaan Desa Seri 1, Desa Panggungharjo sebagai Tuan Rumah
Kegiatan ini diikuti pimpinan KPK serta Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Kongres tersebut direncanakan terbagi menjadi 18
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - DIY menjadi tuan rumah Kongres Kebudayaan Desa yang disiarkan langsung pada Webinar Seri 1 Arah Tatanan Baru Indonesia: 'New Normal' Apa dan Bagaimana Hidup di Era Pandemi dan Setelahnya, Rabu (1/7/2020).
Kegiatan ini diikuti pimpinan KPK serta Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Kongres tersebut direncanakan terbagi menjadi 18 seri dengan tema yang berbeda nantinya.
Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi yang memberikan sambutan selaku tuan rumah menegaskan bahwa jangan pernah meninggalkan desa karena desa layak diperjuangkan.
Ia menggambarkan ketika kota dengan kehidupannya perekonomian tumbang, desa menjadi tempat untuk kembali.
"Covid-19 telah mendekonstruksi tatanan hidup. Ketangguhan desa tidak hanya air bersih, udara bersih, pangan sehat tapi karena desa memiliki peran atas sosial, agama, kebudayaan," ungkapnya.
• Presiden Jokowi Minta Polisi Tertibkan Pelaksanaan Protokol Kesehatan hingga ke Desa
Wahyudi menambahkan desa menjadi tempat pelindung yang aman seketika Covid-19 datang.
Di desa, warganya bersandar dan memiliki tumpuan untuk hidup di normal baru.
"Ketangguhan desa mampu menjadi pertahanan terakhir yang akan dibahas dan dikaji oleh kongres ini," ucapnya.
Selanjutnya, Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X pada kesempatan tersebut juga memberikan keynote speech.
Ia mengatakan di masa ini terejawantahkan dalam UU Otonomi Desa 6/2014 yang memberikan kewenangan desa secara luas untuk mengatur cara dan rumah tangganya sendiri.
"Tapi bukan berarti keluar dari tata negara NKRI. Sebelumnya dilandasi UU Keistimewaan 13/2012 sehingga UU desa menjadi lebih spesifik dalam arti ada perubahan mendasar menjadi amongprojo yang membawa penyesuaian," ucapnya.
Secara tematik, lanjutnya, membaca desa adalah introspeksi atas eksistensi selama ini.
Mengeja Indonesia tidak secara verbal harus memaknai per huruf pembentuk kata tetapi mengevaluasi peran keragaman desa se-nusantara.
• Dialog Bersama UNY, Mendes PDTT Sebut Kampus Perlu Hadir di Desa
"Itu harus ditempatkan di era normal baru di kebudayaan. New normal terapi psikis dan cultural healing yang berefek kejut untuk merefleksi dan introspeksi betapa rapuhnya kehidupan kita kemarin. Maka kembalilah ke jati diri," ucapnya.
Konsekuensi penyelenggaraan kongres tersebut, ungkapnya, harus diimbangi dengan pembahasan pergeseran budaya desa yang tidak mudah.
Para ahli sepakat setiap pergeseran peradaban diawali beberapa tahap dan rasionalitas.
"Bahwa IPTEK komponen utama majunya peradaban, semakin baik menguasai maka akan dekat dengan tahap ketiga apapun namanya. Ini yang harus dikembangkan ke desa denan membangun minoritas kreatif sebagai basis pergerakan Jogja Gumregah," tutur Sri Paduka Paku Alam X.(TRIBUNJOGJA.COM)