Front Marhaenis DIY Gelar Aksi Unjuk Rasa di Titik Nol Kilometer Yogyakarta Tanggapi Kisruh RUU HIP

Mereka menolak politisasi Pancasila dan isu Komunisme bangkit yang belakangan berbuntut panjang.

Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Yosef Leon
Massa aksi yang tergabung dalam Front Marhaenis DIY menggelar aksi unjuk rasa pro NKRI, UUD 1945, dan Pancasila serta menentang paham anti Pancasila, Senin (29/6/2020) di Titik Nol Kilometer Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Front Marhaenis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tergabung dalam Elemen Nasionalis Marhaenis menggelar aksi unjuk rasa menyikapi kisruh Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), Senin (29/6/2020) di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Puluhan massa yang membawa bendera beserta poster Bung Karno tersebut berorasi sambil meletakkan keranda yang bertuliskan HTI Khilafah dan Neo DI/TII di lokasi aksi.

Mereka menolak politisasi Pancasila dan isu Komunisme bangkit yang belakangan berbuntut panjang.

Salah seorang orator dan juga anggota Front Marhaenis DIY, Adi Lobo, menyebut unjuk rasa tersebut merupakan respon atas tindakan sejumlah kelompok yang dianggap menunggangi isu RUU HIP dan kondisi pandemi Covid-19 untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat.

Adi menilai, kelompok yang tidak setuju dengan pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila belum paham sesungguhnya dengan nilai yang dikandung dalam dasar negara tersebut.

Ia mengatakan kelompok-kelompok itu mesti membaca ulang pidato Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 silam.

"Ekasila yang dinamakan gotong royong mesti dipahami dengan benar. Bangsa ini sudah punya budaya yang jauh sudah ada sebelum Indonesia terbentuk dan sampai sekarang masih eksis itulah gotong royong. Maka jangan lagi dipelintir dan diobok-obok lagi," ujarnya.

Dia menyatakan, konsep Pancasila yang telah disepakati bersama oleh para Bapak Bangsa merupakan dasar yang final bagi Republik Indonesia.

Sehingga, masyarakat perlu memahami Pancasila dengan benar dan komprehensif dari setiap sila yang dikandung.

"Tapi kalau di benak kita ada pemahaman bahwa Pancasila disamakan dengan yang lain makanya jadi rumit. Saya juga minta bukan hanya masyarakat tapi juga para anggota DPR yang membuat undang-undang," katanya.

Dalam aksi tersebut pihaknya menyatakan bahwa Bung Karno sebagai penggali Pancasila bukan menjadi bagian daripada PKI.

"Jangan kemudian malah dibelokkan dan itu ada sebagian kelompok yang menyatakan begitu," kata Adi.

Dia berharap segenap elemen masyarakat bisa fokus dan saling bahu membahu serta berusaha menerapkan ajaran-ajaran Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga pemahaman yang riil dari bisa mewujudkan masyarakat yang Pancasilais.

Adi juga menyinggung insiden pembakaran bendera PKI dan salah satu partai dalam aksi penolakan RUU HIP beberapa waktu lalu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved