Peringatan HUT ke-55 Kompas Merakit Harapan Baru Menuju New Normal
HUT ke-55 Kompas yang dikemas melalui pameran foto dan selametan dusun ini secara umum bertujuan untuk meminta keselamatan.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Lantunan doa bergema di kaki Gunung Merapi, tepatnya di Taman Yakopan Omah Petroek, Karang Kletak, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Minggu (28/6/2020) dalam peringatan HUT ke-55 Harian Kompas.
Memanjatkan harapan agar pandemi Covid-19 cepat berlalu.
Sebuah tarian berjudul Wenang Kinasih turut menyuarakan bahwa manusia memiliki kewenangan untuk menyebarkan kasih di tengah pandemi ini.
Kali ini, peringatan HUT ke-55 Harian Kompas digelar secara sederhana di tengah peristiwa besar pandemi Covid-19.
Di tengah pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya, Harian Kompas tetap konsisten menjadi #KawandalamPerubahan bagi masyarakat Indonesia dengan segala produk ikon penanda zaman.
• BNN Gandeng Kompas TV Gelar Konser Amal Virtual Bareng SLANK Bertajuk #Hidup100%
Seperti dikutip dari Pemimpin Umum Kompas, Jakob Oetama menyatakan dalam tulisannya, "Jika sekarang ditanya, apa fungsi pers yang paling mencuat? Jawaban adalah menjadi mitra masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan besar".
Rm Sindhunata, budayawan yang juga mantan wartawan Kompas mengingatkan lagi peran media, tak hanya Kompas, untuk terus menimba inspirasi dari rakyat.
Acara ini juga mengingatkan bahwa di depan sudah menanti masalah yang sangat banyak karena pandemi ini, seperti pengangguran dan kemiskinan.
"Yang perlu diperhatikan karena virus ini terjadi banyak kemiskinan, orang kehilangan pekerjaan, maka nurani rakyat sangat relevan untuk diperhatikan," ucapnya.
HUT ke-55 Kompas yang dikemas melalui pameran foto dan selametan dusun ini secara umum bertujuan untuk meminta keselamatan.
Kompas mengajak tokoh masyarakat, dan warga sekitar dalam kenduren ini.
Rangkaian acara disesuaikan dengan protokol kesehatan maka dari itu dilaksanakan di ruang terbuka, tidak berdesakan, dan tetap memakai masker.
• BREAKING NEWS : Update Covid-19 DIY 28 Juni 2020, Positif Bertambah 2 Kasus
"Sekarang saatnya kita memohon, seperti tema kali ini Merakit Harapan Baru Menuju New Normal, bahwa kita tidak sendiri dan kita mohon Tuhan untuk menemani kita. Dengan tulus kita meminta, semoga kita sanggup menghadapi new normal, dan pagebluk covid-19 ini cepat berlalu karena kebersamaan kita," tuturnya.
Tahun ini Harian Kompas genap berusia 55 tahun, dalam perjalanannya lebih dari setengah abad, koran yang didirikan Jakob Oetama dan PK Ojong ini telah menjadi saksi sekaligus penanda sejarah panjang bangsa Indonesia.
Ratusan ribu bahkan jutaan artikel, foto, karikatur, grafis, dan aneka macam produk jurnalistik telah dihasilkan.
Kali ini sekitar 30-an foto dan karikatur yang terpajang di taman Yakopan Omah Petroek ini hanyalah sekelumit dari perjalanan panjang Harian Kompas menandai perubahan-perubahan besar.
Dokumentasi ini akan menjadi bahan refleksi yang tidak akan pernah habis untuk dikupas dan didiskusikan.
Romo Sindhunata juga mengatakan bahwa pameran foto ini bertujuan untuk menumbuhkan greget agar media tidak mati.
"Setiap kesulitan harus kita terobos. Pameran ini pemicu kita, masih mempunyai greget untuk merakit harapan di new normal," ujarnya.
Satu di antara pengisi acara adalah pertunjukan budaya dari Sanggar Sang yang menampilkan tarian berjudul Wenang Kinasih.
• Donasi Pembaca Kompas.com dan Tribunnews.com Disalurkan ke Ribuan Keluarga yang Terdampak Covid-29
Muhammad Sodiq (32) dari Sanggar Sang, menjelaskan tarian ini dibuat sesuai filosofi kiblat papat limo pancer.
"Pancer ini adalah manusia yang punya kewenangan untuk memperjuangkan hidupnya. Dan kinasih ini artinya bagi kami, memberikan kewenangan yang baik itu dengan kasih," ungkapnya.
Sodiq mengatakan, ini adalah pertunjukan pertama mereka selama pandemi ini.
Dan tari ini mereka siapkan dalam kondisi pandemi.
Ia menceritakan bahwa kawan-kawan seniman juga merasakan betul kesulitan di tengah pandemi.
Namun dengan pandemi ini mereka mulai berintrospeksi.
"Jangan-jangan selama ini kita berproses untuk eksistensi. Dan ternyata ada hal-hal kecil yang harus diingatkan bahwa setiap perjalanan hidup adalah proses untuk mengenal titik ketuhanan," jelasnya.
"Kami hampir tiga bulan tidak pentas, tapi ada kawan-kawan yang pentas online. Ini pertama kali kita pentas, dan kita mulai pentas ini dengan berdoa agar bisa melangkah ke depan dengan lebih baik," tutupnya. (TRIBUNJOGJA.COM)