Daerah Istimewa Yogyakarta Masuk Zona Kuning Covid-19 Bukan Hijau
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara keseluruhan berada dalam zona kuning Covid-19.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNjogja.com Yogyakarta -- Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara keseluruhan berada dalam zona kuning Covid-19.
Namun untuk masing-masing zona di kabupaten/kota, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY menjelaskan masih dalam tahap diskusi.
Anggota Tim Perencanaan Data dan Analisis Gugus Tugas Covid-19 DIY, Riris Andono Ahmad mengatakan bahwa indikator yang ditetapkan BNPB maupun WHO untuk memetakan zona warna di sebuah wilayah, tidak semuanya bisa diaplikasikan di DIY.
"Ada bunyi (dari indikator) penurunan 50 persen dari puncak. Itu tidak bisa diterapkan untuk kabupaten Kulonprogo karena di sana tidak pernah ada peningkatan kasus dan sebagian besar kasus impor dan baru saja penularan satu dua," ungkapnya saat Jumpa Pers di Kantor Pusdalops BPBD DIY, Jumat (19/6).
Ia membeberkan bahwa DIY secara global masuk dalam zona kuning.
Tapi bila dilihat antar kabupaten, yang paling rendah adalah Kulonprogo, dan yang paling tinggi adalah Sleman.
"Kita semua bisa melihat itu. Tapi secara kuantitatif memastikan dengan menghitung 14 indikator. Indikator yang dapat diaplikasikan di DIY mengingat survailens di DIY terintegrasi," tutur Riris.
Ia pun menambahkan, bila dilihat karakter DIY, maka DIY berbeda dengan Jawa Tengah (Jateng)
Riris menjelaskan, di Jateng tidak semua orang di semua kabupaten saling melakukan interaksi.
"DIY mungkin seperti DKI, kecil dan interaksi tinggi. Pada level apa indikator akan digunakan dan kita perlu mengadaptasi level lebih kecil. Semua data berasal Dinkes kabupaten dan mereka punya kapasitas penghitungan tapi butuh sinkronisasi dan kita sepakat melihat itu," terangnya.

Disinggung mengenai indikator swab dari WHO yang menunjukkan hasil swab di DIY rendah, Riris buka suara.
Pemeriksaan swab rendah karena kebijakan saat ini DIY masih menerapkan rapid test untuk skrining.
"Bagaimanapun itu akan mengurangi swab karena akan terskrining dulu dari rapid. Saya personal sejak awal memang tidak terlalu setuju dengan rapid untuk diagnosis. Rapid itu keperluan survailens melihat transmisi dan sebagainya. Saya rasa ini menjadi hal penting bagi pemerintah terutama ketika melakukan kontak tracing seharusnya mereka dari rapid yang punya kontak dengan kontak positif itu yg di-PCR," tuturnya.
Wakil Sekretariat Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY Biwara Yuswantana mengatakan bahwa terkait zona warna, DIY menjadi satu wilayah epidemiologi dan terikat satu sama lain.
"Mobilitas orang lintas wilayah. Ini yang disepakati bersama. Saat ini kami sedang mendiskusikan," ucapnya.
Pentingnya zona warna tersebut, dijelaskan Biwara yakni untuk penanganan pencegahan Covid-19 dan menjadi acuan masyarakat untuk apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan.
"Pemetaan itu menjadi guidance masyarakat. Kita mendiskusikan itu masih tahap pertama, nanti akan diskusi lagi. Nanti akan kita kembangkan dengan sistem yang resmi dan menginfokan kondisi terupdate tentang ini dan kemudian rekomendasi pada masyarakat yang bisa dan tidak bisa dilakukan pada waktu tertentu. Baru sampai itu," tandasnya.
Bukan Zona Hijau
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengizinkan sekolah yang ada di zona hijau untuk kembali dibuka.
Menanggapi hal tersebut, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menegaskan bahwa DIY bukan termasuk zona hijau, sehingga pembelajaran tetap dilakukan secara daring.
"Kita nggak usah ikut. Kita tidak termasuk yang hijau. Kalau Pak Gubernur buat kebijakan sekolah keri dewe (masuknya paling terakhir). Tahun ajaran baru tetap, pembelajaran secara online," jelasnya di Kepatihan, Selasa (16/6/2020).
Saat ini, lanjutnya, baik Dinas Pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi sedang melakukan evaluasi agar bagaimana pembelajaran daring tetap berjalan dengan baik.
"Bertatap muka kita pikir beberapa kali lagi. Kalau melihat peraturannya Pak Nadiem itu, berarti kita nggak termasuk itu. Hanya 6 persen di Indonesia yang zona hijau. Kalau kementerian bilang tidak, kita jangan memaksakan diri dan sejak awal kita belum akan melakukan pembukaan sekolah," urainya.

Ia mengakui bahwa pembelajaran daring tidak seefektif saat pembelajaran tatap muka.
Namun Dinas Pendidikan berupaya agar pembelajaran secara daring tetap bisa dilakukan dengan efektif.
"Sekarang orangtua pakai video conference, lebih efektif dari tatap muka. Kalau sistem bisa dilakukan sekolah, misal SD dengan 40 siswa di mana 1 guru ngajar 1 kelas, pakai yang gratis aja bisa. Kalau rencana sekolah yang shift-shiftan, itu dipikirkan paling terakhir," tegasnya.
Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020.
( Tribunjogja.com | Kur )