Persaingan Amerika Serikat dan China Hasilkan Vaksin Corona untuk Dunia?
Amerika Serikat menyatakan, jika negara mereka yang pertama mengembangkan vaksin virus corona, maka bakal segera dibagikan ke seluruh dunia.
Tribunjogja.com Amerika - China dan Amerika sama-sama mengembangkan penelitian untuk menemukan vaksin virus corona. Keduanya juga sama-sama berniat akan menjadikan vaksin jadi barang yang akan dikonsumsi oleh seluruh negara di dunia.
Amerika Serikat menyatakan, jika negara mereka yang pertama mengembangkan vaksin virus corona, maka bakal segera dibagikan ke seluruh dunia.
Pernyataan itu disampaikan oleh Francis Collins, Kepala Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam wawancara dengan kantor berita AFP.
Pemerintahan Presiden Donald Trump menyiratkan meski nantinya bakal membagi data ilmiah, mereka akan memfokuskan obat untuk kebutuhan internal.
Namun, Collins sepakat dengan China dan Perancis, bahwa vaksin virus corona jika nantinya ditemukan haruslah menjadi "kebutuhan pokok dunia".
"Jelas jika kami punya vaksin yang bekerja, saya akan memastikan secepatnya tersedia (di Afrika) dan Amerika Selatan. Lihat Brasil," papar dikutip Tribunjogja.com dari kompas.com.
Dia menegaskan, sebagai negara adikuasa di Bumi ini, AS tidak hanya bertanggung jawab atas penduduknya.
"Ini akan menjadi hal yang menyedihkan," ujar dia. NIH adalah salah satu badan penelitian terbaik dunia, di mana mereka disokong dengan bujet 42 miliar dollar AS (Rp 618,4 triliun).
Mereka menggandeng perusahaan swasta untuk menemukan obat virus corona, yang sudah membunuh lebih dari 320.000 orang di seluruh dunia.
Washington sudah ancang-ancang memproduksi setidaknya 300 juta vaksin pada Januari 2021, yang akan cukup memenuhi kebutuhan internal.
Jika nantinya AS sukses, apakah mereka akan mengirim obat itu ke negara rentan, daripada memasarkannya ke publik Amerika lain yang kaya?
Dilansir Rabu (20/5/2020), Collins menjawab ya, di mana dia menekankan bahwa ramalan akan didasarkan pada "seberapa besar harapan yang dimiliki".
"Secara pribadi, saya merasa obat ini harus menjadi perhatian terbesar, dan bukan dilakukan pada 2022 mendatang," kata Collins.
"Mungkin, secepatnya hingga akhir tahun ini, kami akan bisa melakukan sesuatu (dalam memproduksi vaksin)," lanjut dia.

Salah satu proyek pengembangan vaksin virus corona yang sudah sedemikian maju di dunia dilakukan raksasa farmasi Moderna, yang bekerja sama dengan NIH.
Mendapat suntikan dana hingga 500 juta dollar (Rp 7,3 triliun), Moderna mengklaim mendapat hasil awal menjanjikan dari relawan mereka Senin (18/5/20200.
Selain Moderna, AS juga menjalin kontrak dengan perusahaan farmasi asal Perancis, Sanofi, dengan harapan mendapat prioritas dalam vaksin. Kesepakatan itu jelas memantik kemarahan di Negeri "Anggur", yang memaksa Sanofi mengklarifikasi prioritas itu sebatas pada hak produksi sekelompok pabrikan AS.
Collins, yang menjabat Direktur NIH sejak 2009 itu berkata, mengakui pendekatan Washington itu bisa dikategorikan "America First".
Namun, dokter sekaligus pakar genetik berusia 70 tahun tersebut menekankan bahwa kerja sama internasional melawan Covid-19 mulai terjadi.
Dia menerangkan, semua orang tentu mempunyai hak untuk mendapatkan akses ke obat yang bisa menyelamatkan mereka di tengah wabah. "Kami melakukan sesuai dengan kemampuan terbaik kami, bekerja sama dengan badan dan negara lain, untuk mewujudkan obat itu," janjinya.
Saat ditanya apakah laboratorium harus mendapatkan untung segera setelah obat bisa ditemukan, Collins menjawabnya secara samar-samar.
"Saya pikir tidak mungkin mereka menghabiskan miliaran dollar untuk memproduksi vaksin, dan tak berharap mendapat apa apun," kata dia.
Dia menyatakan bahwa akan ada waktu perusahaan tersebut bakal mengambil untung. "Tapi mereka tak boleh melakukannya di momen seperti ini," jelasnya.
Kata China

China bersumpah apa pun vaksin virus corona yang nantinya akan digunakan oleh mereka, bakal menjadi barang publik global.
Pernyataan itu diutarakan oleh Presiden China Xi Jinping di Majelis Kesehatan Dunia ( WHA), Senin (18/5/2020).
Dilansir dari AFP, China sedang melakukan uji klinis untuk 5 calon vaksin Covid-19 di saat negara-negara lain juga berlomba untuk menemukan cara menghentikan patogen yang telah menewaskan lebih dari 315.000 jiwa di seluruh dunia ini.
Dalam pidatonya Xi berujar, "Setelah penelitian dan pengembangan vaksin virus corona di China selesai dan mulai digunakan, itu akan menjadi barang publik global."
Xi melanjutkan, langkah ini akan menjadi kontribusi China dalam mencapai aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin corona di negara-negara berkembang juga.
Wakil Direktur Komisi Kesehatan Nasional China Zeng Yixin pekan lalu berkata, ada banyak calon vaksin virus corona yang sedang menunggu persetujuan untuk uji coba manusia.
Para ahli mengatakan, setidaknya perlu 12-18 bulan untuk mengembangkan vaksin yang efektif, bisa juga dengan periode yang lebih lama.
Xi lalu menambahkan dalam pertemuan virtual tersebut bahwa China akan memberikan bantuan Covid-19 global sebanyak 2 miliar dollar AS (Rp 29,65 triliun) selama dua tahun.
Dari 8 uji klinis vaksin Covid-19, 5 di antaranya dilakukan di China. Namun peracikan vaksin virus corona oleh China ini dibayangi pengalaman buruk.
Dua tahun lalu, sebuah skandal besar terjadi ketika lebih dari 200.000 anak-anak mendapatkan vaksin diphtheria, tetanus, dan batuk yang tidak efektif.
Perusahaan yang sama Changchun Changsheng juga mendapat hukuman karena memalsukan produksi dan catatan pemeriksaan berkenaan dengan vaksin rabies.
Salah satu perusahaan yang sekarang terlibat dalam uji klinis Covid-19, Wuhan Institute of Biological Products, juga pernah dihukum karena kesalahan prosedur dalam membuat vaksin DPT di tahun 2016.
Namun masalah yang dihadapi ilmuwan China sekarang adalah bahwa mereka yang tertular Covid-19 semakin berkurang, sehingga berpengaruh pada uji klinis tahap ketiga.
Dengan semakin sedikitnya infeksi baru, pengembangan vaksin jadi semakin susah.(*)